Serba Serbi
Abulan Pitung Dina, Berikut Makna Upacara Bayi Berusia 42 Hari Dalam Hindu
Manusa Yadnya, atau upacara untuk manusia juga penting dilakukan dalam kehidupan Hindu di Bali.
Penulis: AA Seri Kusniarti | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Laporan Wartawan Tribun Bali, Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Manusa Yadnya, atau upacara untuk manusia juga penting dilakukan dalam kehidupan Hindu di Bali.
Salah satu upacara Manusa Yadnya adalah upacara abulan pitung dina, seorang bayi atau yang dikenal dengan upacara Tutug Kambuhan dan Macolongan.
Sebutan abulan pitung dina, karena mengikuti perhitungan wuku yaitu selama 6 wuku.
Atau saat bayi berusia 42 hari (satu bulan tujuh hari).
Baca juga: Pengertian Yadnya dan Panca Yadnya Dalam Hindu di Bali
Pada upacara ini, dilakukan pembersihan jiwa dan raga si bayi dari segala noda dan kekotorannya.
Kemudian pengembalian nyama bajang si bayi, yaitu semua kekuatan-kekuatan yang membantu Sang Catur Sanak dalam kandungan si ibu tatkala memproses pembentukan, penyempurnaan dan keselamatan janin menjadi bayi.
Kemudian saat bayi lahir, maka nyama bajang ini tidak bertugas lagi.
Dan bila tidak dikembalikan maka dapat mengganggu.
Mengenai nama Macolongan, karena pada upacara ini dilakukan pencurian seekor anak ayam kecil.
Sebagai lambang melepaskan pengaruh negatif nyama bajang.
Yang salah satu anggota nyama bajang itu, bernama Bajang Colong.
Ia dipercaya suka mencuri, sehingga agar sifat tersebut tidak mempengaruhi sifat si bayi dalam kehidupannya. Maka harus dihilangkan.
Kemudian pentingnya upacara ini, adalah memohon panglukatan pertama kali bagi si bayi kehadapan Dewa Brahma melalui dapur.
Lalu memohon kepada Dewa Wisnu melalui tempat pemandian, dan kepada Dewa Siwa di Sanggah Kamulan.