Berita Denpasar
Festival Legong Keraton Lasem di Denpasar Diikuti 90 Orang, Merupakan Tari Ibu
Serangkaian menyambut HUT ke-234 tahun Kota Denpasar, Puri Agung Denpasar bersama Pemerintah Kota Denpasar menggelar Festival Legong Keraton Lasem ke
Penulis: Putu Supartika | Editor: Noviana Windri
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Serangkaian menyambut HUT ke-234 tahun Kota Denpasar, Puri Agung Denpasar bersama Pemerintah Kota Denpasar menggelar Festival Legong Keraton Lasem ke VII.
Acara ini digelar di Gedung Dharma Negara Alaya Denpasar Minggu, 13 Februari 2022.
Pengelingsir Puri Agung Denpasar, Anak Agung Ngurah Agung Wira Bhima Wikrama mengatakan Festival Legong Keraton Lasem ini bertujuan untuk pelestarian budaya khususnya tari pelegongan.
Karena tari pelegongan merupakan tari ibu.
“Artinya sebagian besar gerak tari Bali ada pada Tari Legong Lasem ini,” katanya.
Baca juga: Dokter Sekaligus Maestro Legong AA Ayu Bulan Trisna Berpulang, Meninggal Karena Kanker Pankreas
Baca juga: Prof. Bandem Sempat Mengirim WA Sebelum Maestro Legong, Anak Agung Ayu Bulan Trisna Berpulang
Untuk peserta yang terlibat tahun ini sebanyak 30 tim.
Satu tim terdiri dari 3 orang sehingga jumlah totalnya sebanyak 90 orang.
Menurutnya dalam latihan legong, hal pertama yang dilakukan yaitu membuat condong selama enam bulan, setelah itu baru dilatih legong.
Kalau latihan dari nol minimal membutuhkan waktu 1 tahun untuk menguasai tari legong.
Ia juga memberikan alasan kenapa pesertanya hanya untuk siswa SD.
"Kenapa SD saja? Karena legong keraton lasem ini adalah tari ibu. Artinya sebagian besar gerak tari bali ada pada tari legong lasem ini. Itu sebabnya sejak dini mulai mempelajari tari dasar ini untuk mempelajari tari yang lain," ujarnya.
Menurutnya, untuk bisa mempelajari tari yang lain tentu sedini mungkin mereka harus belajar Tari Legong Lasem ini.
"Kalau tiba-tiba mempelajari tari lain tidak dengan mempelajari tari ini, maka setengah-setengah jadinya. Agem, tandang, tangkep, tangkisnya kurang bagus makanya sedini mungkin harus belajar legong," imbuhnya.
Alasan kedua karena anak-anak SD lebih mudah dibentuk ketimbang yang sudah remaja.
Pinggangnya masih lentur, kalau disuruh ngagem masih bisa karena masih luwes dan masih bisa dibentuk.
Baca juga: BREAKING NEWS: Dokter Sekaligus Maestro Legong, Anak Agung Ayu Bulan Trisna Djelantik Berpulang
Baca juga: Selamat Jalan Ayu Djelantik, Maestro Tari Legong, Penari Bali Istana Presiden Bung Karno Berpulang
Baca juga: 52 Kelompok tari di Denpasar Ikuti Festival Legong Lasem, Ibu dari Tarian Bali
"Ketiga, untuk pelestarian budaya mau tidak mau pemerintah harus turun tangan karena punya komitmen pelestarian budaya apalagi kota Denpasar memiliki trademark kota berwawasan budaya. Pelestariannya harus dari anak-anak tidak bisa ujug-ujug pelestarian kalau anak-abak tidak kita persiapkan untuk melestarikan khusunya legong keraton ini," ujarnya.
Karena cenderung sulit, kebanyakan anak-anak yang mengabaikan Tari Legong, sehingga memilih tarian lain.
"Kalau tidak ada komitmen pemerintah, sekolah, sangar-sangar, orang tua, siapa yang mau belajar. Sekali tampil hampir 25 menit. Tidak ada yang mau belajar seperti ini," katanya.
Wakil Wali Kota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa mengatakan, kedepannya Pemkot akan melaksanakan kegiatan lomba seni budaya setiap bulannya.
“Seperti Lomba Bapang Barong di bulan apa, Legong Keraton Lasem bulan apa dan begitu juga seni budaya lainnya," kata Arya Wibawa.
Dengan diadakan lomba maka setiap bulan akan ada atau perlombaan tentang budaya pelestarian seni dan budaya.
Hal ini patut didorong, karena ditengah menghadapi pandemi walaupun dalam keterbatasan kreativitas tidak boleh berhenti, sehingga dengan adanya lomba dapat tetap menggerakan ekonomi, selain keberadaan seni dan budaya juga terjaga dan bergerak. (*)