Pawai Ogoh Ogoh di Denpasar

BREAKING NEWS: Pemkot Denpasar Putuskan 2 Hal Terkait Rangkaian Nyepi

Berikut hasil rapat pemerintah kota dengan Forkopimda, beserta seluruh Bendesa Adat dan Perkumpulan Seka Teruna Denpasar pada Senin 21 Februari 2022

Penulis: I Putu Juniadhy Eka Putra | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Putu Supartika
Majelis Desa Adat (MDA) Kota Denpasar menggelar rapat terkait pelaksanaan melasti dan pawai ogoh-ogoh serangkaian Nyepi tahun saka 1944, Selasa 8 Februari 2022. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – BREAKING NEWS: Pemkot Denpasar Putuskan 2 Hal Terkait Rangkaian Nyepi.

Berikut ini adalah hasil rapat pemerintah Kota dengan Forkopimda, beserta seluruh Bendesa Adat dan Perkumpulan Seka Teruna Denpasar pada Senin 21 Februari 2022.

Pada rapat tersebut telah menyepakati dua hal terkait dengan rangkaian hari raya nyepi yakni Pemelastian dan Pengerupukan.

Untuk pemelastian, peserta rapat telah menyepakati akan adanya penambahan aturan baru terkait dengan jadwal pemelastian setiap Desa Adat di Kota Denpasar.

Nantinya, acara melesti akan diikuti hampir 10 hingga 15 Desa Adat se-kota Denpasar di Pantai Padang Galak.

Baca juga: BREAKING NEWS: Pawai Ogoh-ogoh di Denpasar Diizinkan, Penonton Cukup di Depan Rumah Saja

Oleh karena itu, Pemkot Denpasar akan membagi sesi tiap-tiap Desa Adat untuk melasti.

Selain itu, pemkot juga mengatur skala prioritas yang sesuai tradisi dan hal-hal yang harus lunge ke segara

Sedangkan, terkait dengan pengerupukkan, pihaknya akan mengatur serta mendata jumlah Ogoh-ogoh yang akan diarak nantinya.

Pemkot pun berkoordinasi dengan pihak kepolisan dan TNI untuk memetakan  serta mengatur dan mengontrol prosesi pengarakan ogoh-ogoh, dimana jumlah ogoh-ogoh telah sesuai dengan instruksi Gubernur Bali, dengan 25 orang peserta pawai harus di vaksin 2 kali.

Selain itu, pihaknya juga akan menambahkan aturan baru dalam Surat Keputusan Bersama dimana penonton dilarang untuk mengikuti ogoh-ogoh.

Bagi masyarakat yang hendak menonton diwajibkan untuk menonton dari depan rumah masing-masing.

Hal tersebut bertujuan demi meminimalisir keramaian serta penyebaran varian Omicron yang tengah marak.

Rentetan Ritual Nyepi

Umat Hindu di Bali sebentar lagi akan merayakan hari suci Nyepi, yakni pada 3 Maret 2022.

Biasanya sebelum hari suci Nyepi, ada rangkaian atau rentetan ritual upacara yang dilakukan umat Hindu di Bali. 

Baca juga: Dukung Pemajuan Kebudayaan Sambut HUT ke-234, Pemkot Denpasar Gelar Parade Kesenian Palegongan

Dirangkum dari berbagai sumber, sebelum Nyepi umat Hindu akan mempersiapkan sarana upakara.

Sementara muda-mudi akan membuat ogoh-ogoh. Ada satu upacara penting sebelum hari Nyepi, yaitu disebut melasti, melis, atau mekiyis. 

Saat melasti ini, umat Hindu di Bali dan Nusantara menuju sumber mata air. Baik itu laut, beji, danau, ataupun sungai yang dianggap suci.

Umat Hindu dengan banten upakara diiringi pemangku akan mengusung atau membawa pratima dan pralingga serta sesuhunan patapakan menuju mata air. 

Tujuannya adalah menyucikan beliau secara niskala. Melebur segala bentuk kekotoran dan energi negatif agar menjadi energi baik atau positif.

Melis ini juga bertujuan memurnikan alam semesta beserta isinya termasuk manusia agar pikiran, perkataan, dan perbuatannya menjadi lebih baik. 

Melasti atau melis sendiri biasanya dilakukan pada pagi hari sebelum matahari terbit.

Memohon air suci dari sumber mata air atau patirtan, sehingga mampu memberi energi baik dan positif.

Zaman dahulu umat Hindu akan berjalan menuju pantai, namun seiring kemajuan zaman kini banyak yang menggunakan kendaraan pribadi. 

Setelah melasti, rangkaian selanjutnya adalah upacara Tawur Agung. Arti kata Tawur Agung adalah penyucian dan pemarisudha bhuta kala.

Baca juga: Jelang Hari Raya Nyepi 2022, Pesanan Aksesoris Ogoh-ogoh di Karangasem Mulai Menggeliat

Tujuannya agar bhuta kala disomia atau dinetralisir, sehingga tidak mengganggu manusia dan hidup berdampingan dengan damai.

Upacara Tawur Agung biasanya dilakukan pada tengah hari dan sore hari, atau dikenal dengan waktu sandyakala.

Upacara Tawur Agung ini dilakukan di berbagai tempat, diantaranya di catus pata persimpangan provinsi, kabupaten, desa, hingga banjar. 

Dengan banten prayascita dan sasayut dirgayusa gumi, untuk tingkat provinsi. Lalu banten Panca Kelud beserta kelengkapannya di tingkat kabupaten.

Banten Panca Sanak serta kelengkapannya untuk tingkat kecamatan. Lalu banten caru Panca Sata serta kelengkapannya untuk tingkat desa.

Sedangkan tingkat banjar dengan banten caru Eka Sata serta kelengkapannya. Selain menghaturkan banten caru di catus pata, saat Tawur Agung juga menghaturkan banten di masing-masing rumah warga.

Pada tingkat rumah tangga, bantennya adalah saji mancawarna 9 tanding, iwak atau lauk olahan ayam brumbun, yang semuanya dihaturkan ke hadapan Sang Bhutaraja dan Sang Kalaraja. 

Sega sasah 108 tanding, iwak jajeron matah, segehah agung satu tanding, yang dihaturkan ke hadapan Sang Bhutakala dan Sang Kalabela.

Kemudian semua keluarga mabyakala dan maprayasita bersama. Perlu diketahui, untuk waktu pelaksanaan Tawur Agung di rumah tangga, banjar atau dusun, serta desa dilakukan pada sore hari. 

Sedangkan untuk tingkat kecamatan, kabupaten, dan provinsi dilakukan pada tengah hari (tengai tepet) sekitar pukul 12.00 siang.

Baca juga: Desa Adat Sega Karangasem Gelar Nyepi Adat Selama Empat Jam

Sesudah selesai rangkaian upacara Tawur Agung, maka dilanjutkan dengan ngerupuk yang merupakan rangkaian pelaksanaan upacara pacaruan (tawur). 

Pada ngerupuk inilah biasanya muda-mudi akan mengarak ogoh-ogoh keliling desa, yang laki-laki mengusung ogoh-ogoh, dan yang perempuan membawa obor.

Dengan diawasi dan dipandu oleh bendesa adat serta prajuru desa, suasana meriah dengan sorak-sorai akan terasa tatkala ngerupuk ini. Tak hanya itu, di masing-masing rumah warga juga harus melakukan ritual ngerupuk.

Namun tidak dengan mengarak ogoh-ogoh. Di masing-masing rumah hanya perlu membunyikan kaleng atau kulkul kecil keliling rumah. Disertai dengan membawa obor atau api.

Tentunya juga untuk nyomia bhuta kala di pekarangan rumah agar berdamai dan tidak menganggu keluarga yang ada di sana. Usai ngerupuk ogoh-ogoh akan dibakar agar energi negatif ternetralisir dan tidak berdiam di badan ogoh-ogoh.

Barulah jalanan mulai sepi, karena keesokan harinya umat Hindu di Bali khususnya akan menjalani kesunyian pada hari suci Nyepi. Ada empat pantangan saat Nyepi, yang dikenal dengan sebutan Catur Brata Penyepian. 

Diantaranya, Amati Geni atau tidak menghidupkan api dan lampu serta mengendalikan diri dari emosi dan amarah.

Amati Karya, tidak melakukan kegiatan kerja jasmani dalam bentuk apapun dan fokus pada yoga semadi.

Amati Lelungan, tidak keluar rumah atau bepergian dan mawas diri atau introspeksi diri.

Baca juga: Ogoh-ogoh Batal Jika PPKM Naik, Forkopincam Gianyar Bahas Perayaan Nyepi

Kemudian Amati Lelanguan, tidak bersenang-senang dan menjaga diri dari hal duniawi serta fokus memikirkan Tuhan atau manifestasiNya. 

Nyepi sendiri bertujuan menyucikan dan memurnikan alam semesta berserta isinya. Memberikan waktu alam untuk istirahat dan manusia untuk instrospeksi diri.

Sehingga tahun baru saka, bisa lahir dengan sesuatu yang baik sesuai Dharma Hindu. Setelah Nyepi usai, biasanya akan dilanjutkan dengan Ngembak Geni dan pelaksanaan Dharma Shanti dengan Dharma Wacana atau Dharma Gita.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved