Berita Bangli

Wafat Usia 90 Tahun, Ini Kisah AA Ardana Ikut Berjuang Mempertahankan Kemerdekaan di Usia 12 Tahun

Wafat Usia 90 Tahun, Ini Kisah AA Ardana Ikut Berjuang Mempertahankan Kemerdekaan di Usia 12 Tahun

Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Muhammad Fredey Mercury
Foto AA Gde Bagus Ardana semasa hidup. Wafat Usia 90 Tahun, Ini Kisah AA Ardana Ikut Berjuang Mempertahankan Kemerdekaan di Usia 12 Tahun 

Pejuang Kemerdekaan

AA Gde Bagus Ardana merupakan anak ke empat dari enam bersaudara. Pria 90 tahun itu merupakan ayah dari 14 orang anak.

Diketahui, tokoh Puri Kilian Puri Agung Bangli itu sudah ikut berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia sejak usia 12 tahun.

Ada tugas-tugas khusus yang diberikan oleh kakak-kakaknya, baik AA Gde Ngurah selaku kakak pertama hingga AA Gde Anom Mudita yang merupakan kakak ketiga. 

"Paginya sekolah, malam harinya ikut membantu perjuangan. Karena pihak Belanda tidak akan mencurigai anak kecil. Terlebih aktivitas siang hari selalu ada di rumah.

Itu bagian strategi dari kakaknya," ungkap Anak Agung Gede Putra Temaja Ardana, yang merupakan anak ke lima dari AA Ardana.

Diungkapkan pula, dalam membantu perjuangan kemerdekaan, AA Ardana berjalan kaki menuju Desa Penglipuran hingga Desa Landih.

Salah satu tugasnya yakni ikut andil saat I Gusti Ngurah Rai masuk ke Kabupaten Bangli.

"Jadi awal long march ke Gunung Agung kan standby-nya di Desa Landih. Beliaulah yang bertugas mengatur semua kebutuhan logistik untuk para pasukan," ujarnya.

Setelah merdeka, AA Ardana lebih banyak mengisi harinya menghadiri kegiatan-kegiatan sosial, termasuk juga membantu mulas (ngodak) barong yang disakralkan.

Selain itu, melukis di kediamannya di tempek Puri Kilian Puri Agung Bangli. Ciri khasnya adalah lukisan semi realis cerita Ramayana dan Mahabarata.

"Beliau belajar secara otodidak. Dan beliau melukis hanya untuk mengisi waktu luang saja, dan tidak mengandalkan hidup dari lukisan. Karenanya kebanyakan lukisannya tidak dijual.

Namun beberapa lukisan dijadikan cindera mata oleh pejabat-pejabat negara. Misalnya mantan menteri PU Ir Soetami, mantan menteri keuangan Ali Wardhana, dan sebagainya," sebut AA Temaja.

AA Temaja juga mengungkapkan, sempat ada lukisan ayahnya yang berjudul 'Anoman Ngobor Alengka'. Lukisan itu diminati hingga ditawar dengan barter mobil pada masa itu, namun ditolak.

"Aji (ayah) justru memberikan lukisan itu pada orang lain dengan barter jam tangan, dengan alasan sudah kenal dekat," kenangnya.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved