Human Interest Story
Belajar dari YouTube, Maret Buat Kerajinan dari Sampah Plastik, Terjual Hingga ke Sulawesi
Berawal dari coba-coba, produk kerajinan karya Kadek Maret Tanayasa berhasil terjual hingga ke beberapa daerah di Indonesia.
Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Karsiani Putri
TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Berawal dari coba-coba, produk kerajinan karya Kadek Maret Tanayasa berhasil terjual hingga ke beberapa daerah di Indonesia.
Pria asal Banjar Dinas Sambangan, Desa Sambangan, Kecamatan Buleleng ini membuat berbagai macam kerajinan dari bahan sampah plastik, dan jerami padi atau yang biasa disebut dengan somi.
Baca juga: Hendak Salip Pickup, Pengendara NMax Tewas Tabrak Truk di Jalur Kintamani-Buleleng
Baca juga: Seorang Pria Asal Bontihing Buleleng Loncat Pagar Lalu Curi Perhiasan di Dalam Lemari Bosnya
Baca juga: Bali Akan Alami Fenomena Hari Tanpa Bayangan Selama 3 Hari, Berikut Ini Waktunya
Ditemui di kediamannya, Jumat (25/2) Maret tampak sibuk di bengkel kerjanya yang ia sebut dengan rumah plastik.
Ia mengolah sampah cacahan plastik yang dibeli dari beberapa bank sampah di Buleleng untuk kemudian diolah menjadi beberapa buah tangan.
Sampah plastik itu ia campurkan dengan cairan resin, lalu dibentuk menjadi meja, gantungan kunci, plakat, asbak, hingga pot tanaman.
Pria kelahiran 14 Maret 1989 ini menyebut, ia memutuskan untuk membuat kerajinan dari bahan plastik, lantaran merasa miris.
Pasalnya ia kerap melihat sampah plastik kerap dibuang oleh masyarakat dan dianggap tidak memiliki nilai ekonomis.
Baca juga: Bali Akan Alami Fenomena Hari Tanpa Bayangan Selama 3 Hari, Berikut Ini Waktunya
Pada 2019, ia pun mencoba belajar mengolah plastik melalui YouTube.
Kemudian ia memberanikan diri untuk mengeluarkan modal awal dengan nilai mencapai puluhan juta untuk membeli beberapa bahan yang dibutuhkan.
Kata Maret, karya pertama yang berhasil ia buat adalah patung berbentuk kodok.
Patung tersebut ia jual kepada seseorang yang ada di desanya, dengan harga seikhlasnya.
Selanjutnya, Maret kembali belajar membuat kerajinan lain seperti gantungan kunci, meja, pot tanaman hingga plakat.
Berkat kerja kerasnya itu, produk kerajinannya itu kini berhasil dijual hingga ke wilayah Sulawesi hingga Sumatera.
Produk yang terjual ke Sulawesi dan Sumatera itu adalah pot tanaman berbentuk burung garuda dan biksu.
Pot berukuran tinggi 50 centimeter itu ia jual seharga Rp 2.5 juta hingga Rp 10 juta.
"Saya belajar sendiri. Awalnya nonton di YouTube, kemudian dicoba sendiri sampai bisa. Gagal tentu sudah beberapa kali saya alami. Tapi akhirnya dari kegagalan itu saya berhasil membuat beberapa kerajinan. Kerajinan apa saja bisa saya buatkan, menurut request dari pemesan saja. Seperti plakat dari bahan somi itu," jelasnya.
Di masa pandemi ini, suami dari Luh Elsy Budartini (30) mengaku pemesanan mulai mengalami penurunan.
Dalam sehari, Maret mengaku belum tentu menerima orderan.
Ia bahkan hanya bisa mengandalkan Facebook sebagai tempat untuk memasarkan produknya.
"Sekarang hanya ada satu atau dua orang yang memesan meja. Mejanya itu biasanya digunakan untuk di kafe-kafe. Harga satu meja untuk ukuran diamater 80 centimeter saya jual Rp 1.5 juta lengkap dengan kursinya," ungkapnya.
Sempat Bekerja di Percetakan dan Sebagai Pegawai Dishub Buleleng
Maret sempat bekerja di sebuah percetakan yang ada di Denpasar pada 2012 lalu.
Kemudian ia pulang ke Buleleng, lalu bekerja di Dinas Perhubungan Buleleng bagian terminal barang.
Setelah bekerja selama tiga tahun sebagai pegawai Dishub Buleleng, Maret memutuskan untuk mengundurkan diri.
Sebab Maret merasa lebih nyaman jika bekerja di lapangan, dengan jam kerja yang lebih bebas.
Baca juga: Bali Akan Alami Fenomena Hari Tanpa Bayangan Selama 3 Hari, Berikut Ini Waktunya
Baca juga: Ditangkap Bawa 27 Paket Sabu di Badung, Gede Exell Diganjar Penjara 5 Tahun dan 4 Bulan
"Kalau kerja diinstansi itu kan jam sekian harus sudah di kantor, kemudian jam sekian baru pulang. Setelah berhenti di Dishub, saya coba mengolah sampah plastik ini. Astungkara keuntungannya lumayan," tutupnya.
(*)