Berita Gianyar
Desa Adat Taro Kelod Tagih Tanah yang ditempati Warka. Bendesa: Tidak ada pengusiran
Desa Adat Taro Kelod Tagih Tanah yang ditempati Warka. Bendesa: Tidak ada pengusiranDesa Adat Taro Kelod Tagih Tanah yang ditempati Warka. Bendesa: Ti
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Harun Ar Rasyid
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Krama Desa Adat Taro Kelod, Kecamatan Tegalalang, Gianyar, Bali melakukan eksekusi terhadap tanah yang menjadi rumah tinggal keluarga I Ketut Warka, Jumat 4 Mei 2022 pagi.
Eksekusi dilakukan dalam bentuk pembentangan spanduk bahwa tanah tersebut milik Desa Adat Taro Kelod, serta menaruh sisa perlengkapan upakara di tanah tersebut.
Namun pihak adat masih menyisakan jalan untuk keluarga Warka.
Meskipun pihak adat telah mengambil tanah yang ditempati Warka, namun sejauh ini pihak adat tidak melakukan pengusiran pada yang bersangkutan.
Bendesa Taro Kelod, I Ketut Subawa menjelaskan bahwa awal persoalan ini tidak terlepas dari sejarah Desa Adat Taro Kelod ini, yang telah dibangun sebelum Indonesia merdeka. Kata dia, desa ini dibangun oleh 50 Kepala Keluarga.
Keturunannya saat ini pun masih menempati karang ayah atau lahan adat seperti pertama kali desa ini dibangun.
"Awalnya Desa Adat Taro Kelod dibangun oleh 50 KK sebelum Indonesia merdeka. Sami ngemong karang ayahan desa. Ada ketekan (daftar) nama-nama yang tertera di Bale Agung. Tapi yang 50 itu sudah sekarang berkembang jadi banjar, tapi tetap menempati tempat (sesuai ketekan) di bale agung," ujarnya.
Seiring berjalannya waktu, kata dia, karang ayahan milik seorang krama bernama I Sabit, diklaim oleh I Ketut Warka. Dimana I Sabet yang termasuk krama kurang mampu ini digugat di pengadilan. Dalam persidangan I Sabit kalah, dan diminta meninggalkan tanah tersebut oleh Warka. Saat itulah desa adat turun tangan, dan mengungkap bahwa dalam persidangan, Warka membawa saksi palsu. Dalam keterangannya, saksi tersebut menyebut I Sabit baru menempati lahan adat tersebut selama 25 tahun. Bahkan menurut bendesa sendiri, ia yang telah berusia 52 tahun, telah mendapati keluarga I Sabit telah tinggal di sana.
"Beliau menggugat lewat pengadilan melawan orang miskin, menggunakan saksi iparnya sendiri yang (di pengadilan) ngaku tidak ada hubungan keluarga. Dibilang I Sabit baru tinggal di sana 25 tahun. Setahu kami, saya sudah usia 52 tahun, saya lihat (keluarga I Sabit) sudah di sini. Bahkan yang usianya lebih tua dari saya juga bilang demikian. Saat ini saksi telah mengakui kesalahannya, sudah dikenakan denda adat," ujarnya.
Sementara untuk Warka, kata bendesa, dikarenakan terlalu banyak kesalahan, dan setiap teguran tidak pernah dihiraukan, sehingga krama adat tidak bisa lagi mengajak yang bersangkutan sebagai krama Desa Adat Taro Kelod. Karena itu, tanah adat yang ditempati Warka pun terpaksa diminta kembali. Kata dia, peringatan telah diberikan pihak adat sejak tahun 2019 lalu.
Baca juga: Keluarga Warka Pakai Air Hujan untuk kebutuhan Sehari-hari, Tanah Telah Krama Dieksekusi Desa Adat
Baca juga: Tips Mendapat Libur Lebih Panjang bagi Pekerja pada 2022
Baca juga: HASIL PERSIKABO 1973 vs Persipura, Persipura Gagal Gusur Barito, Ciro Alves Gagal Dekati Spasojevic
"Karena terlalu banyak kesalahan dan tidak dihiraukan peringatan kami, kami berikan hak bebas dari kewajiban. Sejak tahun 2019 sudah diberikan peringatan, tapi beliau tidak menghiraukan. Bahkan tidak ada inisiatif mekrama. Dalam awig sudah termuat, krama yang tidak lakukan kewajiban lebih dari setahun, hak PKD dicabut. Dieksekusi," ujarnya.
Namun dalam hal ini, Bendesa menegaskan pihaknya tidak melakukan perobohan bangunan milik Warka. Dimana dalam hal ini, krama adat hanya mencabut hak tanah yang ditempati Warka. Dan, saat ini tanah tersebut digunakan untuk menaruh material sisa upacara.
"Kami juga manusia, jadi tidak semena-mena. Ada bangunan tidak kami eksekusi, hanya tanahnya saja. Kebetulan kami perlu tempat menyimpan sisa karya, kami langsung pergunakan tanah itu. Akses jalan tetap ada. Pengusiran tidak ada. Tapi jika tidak mengindahkan kami, akan lakukan paruman lagi untuk membahas pengusiran. Sejauh ini belum diusir," tandas Bendesa. (*)