Berita Gianyar

Keluarga Warka Pakai Air Hujan untuk kebutuhan Sehari-hari, Tanah Telah Krama Dieksekusi Desa Adat

Keluarga Warka manfaatkan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari. Krama dieksekusi Desa Adat Taro Kelod

Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Harun Ar Rasyid
Tribun Bali/Badrun
Ni Wayan Latri memperlihatkan paso yang digunakan untuk menampung air hujan untuk kebutuhan sehari-hari, Jumat 4 Mei 2022 

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Tanah yang ditinggalkan keluarga I Ketut Warka selama turun-temurun di Desa Adat Taro Kelod, Kecamatan Tegalalang, Gianyar, Bali telah dieksekusi oleh krama desa adat setempat, Jumat 4 Mei 2022 pagi. Kini, mereka pun masih bingung apakah masih tetap akan diberikan tinggal di rumahnya. Diketahui, selama berurusan dengan adat, kehidupan keluarga Warka cukup memprihatinkan.

Pasca krama adat melakukan eksekusi terhadap lahan yang menjadi lokasi berdirinya rumah Warka, sejumlah anggota kepolisian mendatangi rumah tersebut. Saat Tribun Bali berada di dalam rumah, di sana ada menantu, cucu dan orang yang sudah berumur. Total yang tinggal di sana ada tujuh orang. Dari segi bangunan rumah, terlihat bangunan atau rumah Warka relatif bagus. Sebab hampir semua bangunan dipenuhi unsur style Bali.

Meskipun dia terkesan orang berada. Namun menantu Warka, Ni Wayan Latri mengungkapkan hal yang tak terduga. Dimana saat ini keluarga tersebut tidak memiliki akses air bersih. Dimana saat ini, mereka hanya mengandalkan air hujan untuk kebutuhan sehari-hari. Baik mandi maupunminum. Sebelumnya, untuk air bersih mereka dapatkan dari pam swadaya. "Sudah sekitar beberapa bulan lalu air pam kami dicabut. Sekarang hanya pakai air hujan. Baik mandi, minum, pakai air hujan," ujarnya.

Pantauan Tribun Bali, di bawah jineng atau tempat penyimpanan padi di rumah Warka terdapat banyak paso. Menurut Latri, paso tersebut digunakan untuk menampung air hujan. Ketergantungan keluarga ini terhadap air hujan cukup terlihat, dari banyaknya paso tersebut. Dimana jumlahnya lebih dari lima buah. "Kalau mau minum, air hujan ini saya hangatkan. Beruntung sekarang sering turun hujan," katanya.

Selain akses air bersih, kini irigasi yang mengalir i sawahnya juga ditutup. Karena itu, iapun tidak bisa menanam padi. "Saluran irigasi saya ditutup. Sekarang tidak bisa tanam padi. Dulu juga saya berdagang, tapi warga di sini tidak dikasi belanja pada saya. Kalau belanja, saya ke desa tetangga," ujarnya.

Latri membantah pihaknya tidak mau ngayah. Dia mengatakan, pernah ngayah. Namun dia malu, lantaran setiap ngayah tidak pernah dihiraukan. "Saya siap, ngayah saya siap. Tapi saya malu, karena saya tidak ada yang menghiraukan. Anak-anak saya malu. Kasihan anak-anak, psikologis mereka rusak karena ini, " ujarnya Latri. (*)

Baca juga: WNI yang Dievakuasi dari Ukraina Mayoritas Asal Bali yang Bekerja Sebagai Terapis

Baca juga: HASIL PERSIKABO 1973 vs Persipura, Persipura Gagal Gusur Barito, Ciro Alves Gagal Dekati Spasojevic

Baca juga: INTER MILAN MENGAMUK, Sarangkan 5 Gol, Nerazurri Bangkit Langsung ke Puncak Klasemen

BERITA LAINNYA

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved