Berita Denpasar

Pelaksanaan Tumpek Wayang di Denpasar Dipusatkan di Pura Jagatnatha, Untuk Ruwatan

Perayaan Tumpek Wayang di Kota Denpasar dipusatkan di Pura Jagatnatha Denpasar pada Sabtu, 5 Maret 2022.

Penulis: Putu Supartika | Editor: Noviana Windri
TRIBUN BALI/ I PUTU SUPARTIKA
Pelaksanaan Tumpek Wayang di Pura Jagatnatha Denpasar 

Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Perayaan Tumpek Wayang di Kota Denpasar dipusatkan di Pura Jagatnatha Denpasar pada Sabtu, 5 Maret 2022.

Di pura ini digelar persembahyangan dan juga ada pementasan wayang sapuh leger.

Perayaan ini menindaklanjuti Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 4 tahun 2022 tentang Tumpek Wayang.

“Maknanya untuk ruwatan, penyuicain alam atau Jagat Kerti implementasi dari Nangun Sat Kerti Loka Bali,” kata Wali Kota Denpasar, IGN Jaya Negara.

Sebelum pelaksanaan persembahyangan, juga dilakukan bersih-bersih di Lapangan Puputan badung.

Baca juga: Sehari Setalah Perayaan Nyepi, Penumpang Padang Bai ke Lembar Tidak Mengalami Peningkatan

Baca juga: Sehari Usai Nyepi, Gubernur Koster Kumpulkan Bendesa Adat dan Perbekel se-Bali

Baca juga: Rangkaian Nyepi di Denpasar Berjalan Lancar, Pemkot Sampaikan Terimakasih Kepada Semua Pihak

Selain itu juga ada pembagian sembako kepada pemangku.

Sebelumnya, berkaitan dengan upacara Jagat Kerti, juga telah dilaksanakan Tawur Agung Kasanga tingkat utama sehari sebelum Nyepi.

“Ini sebagai wujud sradha bakti kami, semoga alam disucikan dan kita bisa kembali ke kehidupan normal,” katanya.

Untuk diketahui, tumpek wayang dirayakan setiap enam bulan sekali yakni Sabtu Kliwon wuku Wayang.

Bagi yang lahir wuku Wayang biasanya melakukan ruwatan yang disebut Sapuh Leger.

Ritual ini erat kaitannya dengan cerita Rare Kumara dan Bhatara Kala.

Secara mitologis dan sastra Bhatara Kumara lahir pada Wuku Wayang yang juga kelahiran kakaknya Bhatara Kala.

“Sehingga karena lahir pada wuku yang sama itulah, maka Rare Kumara dianggap mamada-mada sehingga Bhatara Kala memiliki hak memakan adiknya,” kata Dosen Bahasa Bali Unud I Putu Eka Guna Yasa.

Ketika Kala meminta ijin, Bhatara Siwa tidak mengijinkan memakan atau menadah adiknya dengan alasan masih kecil, dan Siwa baru mengijinkan jika Bhatara Kumara sudah besar.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved