Berita Denpasar

UPDATE: Viral Penutupan Jalan di Denpasar, Ipung Beberkan Asal Usul Tanah dan Kampung Bugis Serangan

UPDATE: Viral Penutupan Jalan di Denpasar, Ipung Beberkan Asal Usul Tanah dan Kampung Bugis Serangan

Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Irma Budiarti
Tribun Bali/Adrian Amurwonegoro
Suasana lokasi saat penutupan jalan di wilayah Kampung Bugis, Desa Serangan, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali, Rabu 9 Maret 2022. UPDATE: Viral Penutupan Jalan, Ipung Beberkan Asal Usul Tanah dan Kampung Bugis Serangan Denpasar 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - UPDATE: Viral Penutupan Jalan di Denpasar, Ipung Beberkan Asal Usul Tanah dan Kampung Bugis Serangan.

Aksi penutupan akses jalan menggunakan batako di Jalan Punggawa Kampung Bugis, Kelurahan Serangan, Kota Denpasar, Bali, belum lama ini viral di media sosial.

Aksi itu dilakukan oleh salah seorang warga yang menyatakan bahwa tanah itu miliknya, yakni Siti Sapura yang tak lain ialah anak dari Daeng Abdul Kadir yang membangun Kampung Bugis di Serangan yang kini sudah almarhum.

Siti yang karib disapa Ipung itu menjelaskan bahwa Daeng Abdul Kadir telah memiliki tanah itu sejak tahun 1957. 

Dirinya meminta kepada unsur pemerintah mulai dari seringkat Kecamatan Denpasar Selatan untuk membuka buku register yang ada di Kantor Lurah Serangan.

Baca juga: Akses Jalan Ditutup Batako, Tanah di Kampung Bugis Serangan Kembali Berpolemik

Ipung meyakini bahwa di sanalah tercatat bahwa tanah tersebut bukan tanah milik Pemkot Denpasar, melainkan tanah milik Daeng Abdul Kadir yang dibeli pada tahun 1957.

"Buka buku register, biar tahu bahwa Daeng Abdul Kadir bukan orang sembarangan, dia yang membangun Banjar Kampung Bugis Serangan, dan menjadi Klian Dinas Kampung Bugis," beber Ipung kepada wartawan, Kamis 10 Maret 2022 malam.

Sebelumnya disebutkan perihal asal usul lahan yang dibangun jalan tersebut berasal dari PT BTID (Bali Turtle Island Development) diserahkan kepada desa namun ternyata masih ada asal usul di baliknya.

Dirinya meminta pemerintah ikut turun tangan untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

"Itu tanah milik Daeng Abdul Kadir yang dibeli pada tahun 1957 dari almarhum Sikin, selaku ahli waris dari H Abdurahman, mantan Kepala Desa Serangan," jelasnya.

Ipung juga mengaku tidak ada persoalan dengan warga Desa Serangan.

Sehingga ia meminta agar warga tidak terprovokasi dan mau diadu domba oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab.

Ipung hanya merasa berkeberatan para pihak yang mengatakan jalan tersebut merupakan jalan milik Pemerintah Kota Denpasar berdasarkan SK atau surat keputusan.

Menurutnya, SK atau surat keputusan hanya berlaku untuk pejabat intern saja dan tidak ada SK yang dikeluarkan untuk mengklaim hak kepemilikan seseorang.

"Hak seseorang hanya bisa diputuskan berdasarkan penetapan pengadilan. Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung," bebernya.

Alumni Akpol 93 Pesat Gatra Salurkan Bantuan Paket Sembako Bagi Warga Kampung Bugis Serangan

Ia menjelaskan bahwa tanah miliknya yang dibangun jalan tersebut berada di paling ujung berbatasan langsung dengan laut.

Ipung yang dikenal sebagai Advokat Hukum dan Mediator sekaligus pemerhati Perempuan dan Anak ini mempertanyakan PT BTID yang baru masuk ke Desa Serangan pada tahun 1996 bisa mengkalim bahwa tanah tersebut milik perusahaan tersebut.

Ipung mengaku memiliki nukti bahwa secara hukum menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan tanah miliknya yang sah.

"PT BTID baru masuk ke Desa Serangan pada tahun 1996 dan hanya menguruk laut, sementara Daeng Abdul Kadir telah memiliki tanah tersebut sejak 1957. Lalu bagaimana ceritanya PT BTID bisa mengklaim tanah eks eksekusi tersebut milik mereka," tanyanya.

Ipung mengaku sudah beberapa kali merasa terganggu bahkan tanah milik almarhum ayahnya Daeng Abdul Kadir yang dibeli sejak tahun 1957 beberapa kali diklaim oleh oknum-oknum mafia tanah.

"Sebenarnya saya sudah lelah, tanah saya ini tidak pernah berhenti diganggu sejak tahun 1974 pasca meninggalnya bapak kandung saya, Daeng Abdul Kadir," terangnya.

Menelisik lebih lanjut, Ipung mengatakan sejak tahun 1957 sudah ada putusan yang menetapkan bahwa tanah yang ada di Kampung Bugis seluas 1,12 hektare milik ayahnya dan ada tanah miliknya seluas 0,995 hektar.

Tertulis dalam Pipil Nomor 2, Persil Nomor 15C memiliki luas 0,995 hektare milik Ipung dan Pipil Nomor 2, Persilangan Nomor 15A memiliki luas 1,12 hektare tanah milik ayahnya, Daeng Abdul Kadir.

Ipung yang mengaku satu kampung dan berteman sejak kecil dengan Jero Bendesa Desa Pakraman Serangan I Made Sedana bahkan satu sekolah di sekolah dasar yang sama.

Sementara itu saat kejadian tersebut, Jero Bendesa Desa Pakraman Serangan I Made Sedana berharap pemerintah segera turun tangan untuk mempertemukan para pihak agar persoalan ini tidak berlarut-larut.

Baca juga: PLN Peduli Serahkan Bantuan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) di Kampung Bugis Buleleng

"Yang kami mohonkan sekarang adalah agar jalan dibuka dulu, karena kasihan warga tidak bisa melintas. Untuk bagaimana nanti penyelesaiannya, agar para pihak bisa duduk bersama," tuturnya kepada wartawan.

Made Sedana mengaku belum mengetahui secara pasti permasalahan yang terjadi di wilayahnya.

"Kami tidak tahu asal usul tanah milik siapa dari siapa. Kami dan masyarakat secara umumnya menilai tanah ini pemberian dari PT BTID. Inilah perlu kami crosscek," ujarnya

Ditambahkan Bendesa Adat Serangan, dirinya hanya bertugas melanjutkan apa yang sudah ada, bahkan saat jalan belum diaspal hingga bantuan keluar dari pemerintah untuk diaspal.

"Jadi kami tinggal melanjutkan apa yang sudah ada, cuma pada waktu itu jalannya tidak hotmic (beraspal). Setelah kami naik jadi bendesa, hotmic ini keluar bantuan dari pemerintah, hanya sebatas itu yang kami tahu," terangnya.

Ia berharap permasalahan ini segera bisa diatasi oleh pihak-pihak yang terlibat, ia menyebut dalam hal ini masing-masing pemerintah, desa, PT BTID, dan pihak terkait lainnya yang punya bukti-bukti kepemilikan.

"Itu yang kurang jelas karena saya sebagai bendesa sudah mendapatkan jalan yang sudah ada. Jadi biar kami tidak salah, kami juga menyuruh masyarakat kami biar dalam hal ini pemerintah lah yang memanggil, yang mengklaim lahan ini," ujar dia.

Lurah Serangan Wayan Karna menuturkan pihaknya bersama camat, wakapolsek, dan danramil ingin berembug dengan Siti Sapura.

Wayan Karma menuturkan bahwa tanah tersebut sudah menjadi jalan akses publik melalui SK Walikota dan dinas terkait.

"Itu jalan publik sesuai SK Walikota, memang ada penyerahan berkaitan dengan itu, PT Bali Turtle Island Development (BTID) ke desa, desa memberikan untuk faislitas umum," kata dia.

Wayan Karma pun menyayangkan aksi penutupan jalan secara sepihak yang membuat heboh warga itu, seharusnya ada koordinasi terlebih dahulu dengan pihak kelurahan.

Terpisah, Kapolresta Denpasar AKBP Bambang Yugo Pamungkas juga telah memberikan tanggapannya terkait kejadian penutupan akses jalan yang terjadi di Kampung Bugis, Kelurahan Serangan, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali.

Mantan Kapolres Sukoharjo itu menyebut kejadian penutupan jalan sudah dilakukan pembahasan lebih lanjut.

Baca juga: Sejarah Singkat Kampung Bugis Tanjung Benoa Bali, Dimulai Sejak Tahun 1920

"Sudah ada pertemuan dengan pak camat, kapolsek, danramil, jro bendesa, prajuru desa. Pertemuannya di Kelurahan Serangan," ujar AKBP Bambang Yugo Pamungkas.

Lanjut Kapolresta Denpasar, setelah menerima informasi kejadian itu pihak kepolisian jajarannya langsung menuju TKP untuk mengantisipasi keributan.

Setelah ditemui di lokasi, semua pihak kemudian diajak untuk berdiskusi di Kelurahan Serangan dan menyelesaikan permasalahan tersebut.

"Tadi setelah ada penutupan itu, dari Polsek Denpasar Selatan, bendesa adat, dan lainnya melakukan pertemuan dengan warga. Kemudian ada kesepakatan untuk dibuka sementara waktu," tambahnya.

Dalam hal ini, Kapolresta Denpasar AKBP Bambang Yugo Pamungkas meminta semua pihak untuk mengedepankan si Pandu Beradat untuk mendapatkan kesepakatan bersama.

"Kita mengedepankan si Pandu Beradat untuk menyelesaikan ini. Jadi untuk sementara karena itu jalan umum, disepakati dibuka,"

"Nanti (jika ada masalah) dimediasi sama-sama dari Polri, Bendesa Adat, TNI dan Pemerintahan dengan mengedepankan si Pandu Beradat," pungkas AKBP Bambang Yugo Pamungkas melalui sambungan telepon.

Kejadian penutupan akses jalan menggunakan tidak berselang lama batako yang disusun setinggi lutut orang dewasa dan menutupi jalan itu pun akhirnya dibongkar.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved