Serba serbi

Wuku Watugunung, Wuku Terakhir dalam Pawukon dan Kaitannya dengan Dewi Saraswati

Sejak Minggu, 20 Maret 2022 hingga Sabtu 26 Maret 2022, Bali telah memasuki wuku (pekan) Watugunung.

Dok. I.B. Soeryawand
Dewi Saraswati 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sejak Minggu, 20 Maret 2022 hingga Sabtu 26 Maret 2022, Bali telah memasuki wuku (pekan) Watugunung.

Wuku ini merupakan wuku terakhir, dalam pawukon yang dikenal masyarakat Hindu di Bali. 

Dalam kitab Sundarigama, dijelaskan bahwa sesuai kodratinya sebagai teks ajaran suci yang berpangkal pada penghormatan hari-hari tertentu yang dipandang sebagai hari suci.

Teks Sundarigama mengungkapkan, hari suci bagi umat Hindu di Bali ditentukan berdasarkan perhitungan bulan, wuku, pancawara, dan saptawara. 

Baca juga: Lahir Senin Umanis Watugunung, Teliti, Hidup Paripurna di Umur Ini 

Dijelaskan bahwa wuku adalah pekan dan terdiri dari 30 satuan.

Di antaranya, Sinta, Landep, Ukir, Kulantir, Tolu, Gumbreg, Wariga, Warigadean, Julungwangi, Sungsang, Dungulan, Kuningan, Langkir, Medangsia, Pujut, Pahang, Krulut, Mrakih, Tambir, Madangkungan, Matal, Uye, Manahil, Prangbakat, Bala, Ugu, Wayang, Klawu, Dukut, Watugunung. 

Tentunya setiap wuku ini memiliki kisah dan sisi uniknya tersendiri. Salah satunya adalah wuku Watugunung.

Watugunung adalah akhir dari wuku yang dikenal masyarakat Hindu di Bali. Ada kisah menarik yang diceritakan secara turun-temurun oleh nenek moyang leluhur di Bali. 

Kisah itu diceritakan lagi, oleh Jero Rudra Agni, kepada Tribun Bali. Senin, 21 Maret 2022. Dikisahkan, Sang Prabu Kulagiri (dari garis keturunan Raja Sagara) yang berasal dari Kerajaan Kundadwipa memiliki istri bernama Dewi Sinta dan Dewi Landep. 

"Mereka berdua ditinggal ke Gunung Mahameru untuk bertapa oleh sang raja," sebut penekun tantra ini. Saat itu ketika (ditinggal bertapa), Dewi Sinta sedang hamil besar. Karena raja lama tidak kembali, maka Dewi Sinta dan Dewi Landep menyusul sang prabu ke pertapaan.

Dalam perjalanannya, Dewi Sinta akhirnya melahirkan dan anaknya terlahir di atas sebuah batu.

Bayi itu kemudian diberi nama Watugunung. Watu yang artinya batu. Singkat cerita, Watugunung kian lama kian besar.

Baca juga: Peruntungan untuk Mereka yang Lahir Selasa Paing Watugunung, Berdasarkan Wariga dan Pal Sri Sedana

Namun tabiat anak ini, sangat keras kepala dan suka makan. Tidak sabaran untuk makan, yang akhirnya terkadang membuat sang ibu kesal.

Sehingga suatu hari membuat ibunya marah saat memasak.

"Saking kesalnya, ibunya pernah memukul kepala Watugunung dengan siut (pengaduk nasi), sampai terluka.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved