Berita Jembrana
Nelayan Pengambengan Jembrana Menjerit, Susah Dapat Solar, SPBN Bantah Ada Prioritas
Nelayan kecil di Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, kesusahan dalam memperoleh solar subsidi dalam sepekan belakangan
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, NEGARA - Nelayan kecil di Desa Pengambengan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali, kesusahan dalam memperoleh solar subsidi dalam sepekan belakangan.
Hal ini tentu saja mempengaruhi pada aktivitas tangkap ikan para nelayan kecil.
Untuk itu, nelayan berharap Pemerintah memberikan stok mencukupi untuk subsidi solar bagi para nelayan.
Selain para nelayan, para sopir bus pariwisaya dari Jawa tujuan Bali juga mengakui pembatasan pembelian solar di beberapa SPBU sepanjang perjalanan dari Pulau Jawa ke Bali.
Baca juga: Nelayan Menjerit Akibat Sulitnya Dapat Solar, SPBN Pengambengan Tegaskan Tidak Ada Pembedaan
Salah seorang nelayan, Subehan mengaku, ada dua kemungkinan solar di Pengambengan sulit didapat.
Bisa jadi memang stok cukup sedikit, di sisi lain stok diberikan atau prioritas diberikan kepada nelayan besar.
Sehingga, nelayan kecil tidak dapat.
Padahal sebelumnya, stok solar cukup.
Alasannya karena mudah didapatkan, tidak seperti seminggu belakangan ini.
“Kalau kami kan cuma nelayan kecil. Jadi kala ada, pun itu yang besar didahulukan. Yang kecil tidak dapat. Jadi stok kehabisan. Pokoknya kalau nelayan besar belum terisi semua, maka yang kecil tidak mendapatkan,” ucapnya, Kamis 31 Maret 2022.
Dijelaskannya, nelayan kecil membutuhkan sedikitnya 20 liter untuk sekali jalan, pulang pergi.
Karena nelayan kecil yang memiliki mesin di bawah 5 GT, tidak membutuhkan solar lebih dibandingkan nelayan besar yang bisa mencapai di atas 50 liter sekali jalan.
Selain solar, kata dia, yang jadi masalah ialah pertalite.
Setiap nelayan membutuhkan solar dan pertalite.
Solar untuk bahan bakar mesin atau pendorong, sedangkan pertalite untuk penerangan kapal ketika menangkap ikan.
Selain solar susah didapat, pihaknya tidak dapat membeli pertalite tanpa rekomendasi (pembelian dengan jeriken).
Baca juga: BREAKING NEWS: Nelayan di Jembrana Kesulitan Dapat Solar, Kadis Kelautan: Pembagiannya Urusan SPBU
Kepala Dinas Perhubungan Kelautan dan Perikanan Jembrana, Ketut Wardananaya menyatakan, berdasarkan informasi yang didapat, stok solar cukup.
Sehingga persoalan di lapangan, bisa saja terjadi akibat pembagian oleh SPBU kepada para nelayan.
Pihaknya tidak turut campur atas pembagian pembelian antara nelayan kecil maupun nelayan besar yang sudah mendapat rekomendasi pihaknya.
“Kalau soal pembagian, kami tidak mungkin mengurusi sampai pada ranah itu. Kami hanya memberikan rekomendasi. Jadi menurut kami, untuk stok solar sejauh ini aman,” ujarnya, Kamis.
Sedangkan untuk rekomendasi sendiri, sambungnya, pihaknya memberikan masa batas waktu untuk pengurusan atau pengajuan kembali.
Biasanya, diberikan batas waktu selama dua minggu untuk memperbarui rekomendasi.
Pembaharuan rekomendasi itu upaya solar tepat sasaran.
Karena pihaknya khawatir solar bukan untuk nelayan, malah untuk industry.
Manager SPBN Pengambengan, Eka Sudiantara menyatakan, berdasarkan laporan stafnya, tidak ada prioritas kepada nelayan besar.
Pelayanan yang dilakukan sesuai dengan rekomendasi yang telah diberikan Dinas Perhubungan Kelautan dan Perikanan Jembrana.
Menurutnya, nelayan kecil atau besar yang sudah mengantongi rekomendasi pembelian solar maka akan dilayani.
“Kami semua layani sesuai rekomendasi. Dan selama ini semua lancar lancar saja,” ucapnya, Kamis.
Dijelaskannya, selain hanya sebuah klaim dari nelayan, stok di SPBN Pengambengan sementara ini masih aman sesuai dengan kuota Pertamina.
SPBN Pengambengan mendapat sekitar 368 KL solar.
Dan setiap distribusi pihaknya juga selalu ada pengawasan dari BPK, Pemda, Polres, Polair dan Polda.
Sementara itu, nelayan di Kabupaten Gianyar yang mengandalkan pertalite dan pertamax untuk melaut, belum menunjukkan tanda keberatan atas rencana pemerintah menaikkan harga BBM per 1 April 2022.
Diduga kondisi tersebut tak terpas dari aktivitas melaut mereka, yang hanya melaut ketika tangkapan sedang bagus.
Ketika paceklik ikan, mereka memilih bekerja di bidang lain.
Ketua Kelompok Nelayan Lebih, Made Ana, mengatakan, di kelompoknya ada 198 orang nelayan.
Dari total tersebut, 60 persen aktif, dan sedangkan 40 persen baru melaut saat ikan tangkapan melimpah guna mengektivitaskan BBM.
Dikatakannya, jika nanti pihaknya melaut dengan harga BBM naik, maka cara untuk menstabilkan biaya operasional, pihaknya akan menaikkan harga hasil tangkapan dan memperhitungkan kondisi keberadaan tangkapan.
"Kalau harga BBM naik, ya, terpaksa kami juga menaikkan harga ikan, hal tersebut sudah biasa. Menyesuaikan biaya operasional," ujarnya.
Terpisah, sopir bus, Amirudin mengaku, pembelian solar mulai dari Kudus hingga Bali dijatah hanya sekitar Rp 250-300 ribu untuk sekali pengisian.
Jatah yang cukup sedikit ini, membuat dirinya kesusahan karena harus delapan hingga sepuluh kali mengisi BBM.
Padahal, idealnya bus mengisi full tank sekitar Rp 700 ribu, atau mendapat sekitar 100 liter lebih solar.
“Sekarang kurang dari 50 liter. Normalnya dari Kudus atau Semarang, mengisi di Surabaya, di-full-kan. Kemudian sebelum menyeberang full lagi. Jadi nanti tidak kesulitan mencari solar saat di Bali. Kemudian di Bali setelah mutar-mutar mau pulang baru mengisi lagi full,” ucapnya.
Ketika harus berulang-ulang mengisi, membuat estimasi kedatangan menjadi molor. (ang/weg)
Kumpulan Artikel Jembrana