Human Interest Story

Kisah Sikiani di Denpasar, Jadi Tukang Suun Sejak Masih Gadis, Sehari Mendapatkan Sekitar Rp 30 Ribu

Wayan Sikiani berprofesi sebagai tukang suun sejak tahun 2000. Ibu Sikiani melakukan kegiatan suun dari pukul 09.00 Wita sampai pukul 17.00 Wita.

Penulis: Putu Honey Dharma Putri W | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Tribun Bali/Putu Honey Dharma Putri
Wayan Sikiani, Seorang Wanita Paruh Baya yang Berprofesi Sebagai Tukang Suun di Pasar Badung, Denpasar - Kisah Sikiani di Denpasar, Jadi Tukang Suun Sejak Masih Gadis, Sehari Mendapatkan Sekitar Rp 30 Ribu 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Tukang suun adalah salah satu profesi yang cukup terkenal dikalangan masyarakat Bali.

Mereka bisa ditemui di pasar-pasar tradisional, seperti Pasar Badung, Kumbasari, Kreneng, Ketapean dan pasar besar lainnya.

Tukang suun biasanya menawarkan jasa untuk membawakan barang belanjaan ketika pembeli berbelanja di pasar.

Barang-barang belanjaan tersebut kemudian ditaruh dikeranjang yang mereka bawa di atas kepala sambil mengikuti kemanapun pembeli yang menyewanya berbelanja.

Baca juga: Kisah Para Kartini dari Bali, Bangga Jadi Juru Parkir dan Tukang Suun

Mereka juga akan mengikuti pelanggan sampai selesai berbelanja, mengelilingi pasar.

Tukang suun akan ikut mengantar barang belanjaan pelanggan sampai di area parkir pasar, kemudian tukang suun akan dibayar sekitar Rp 10-15 ribu.

Begitulah yang dilakukan oleh Ibu Wayan Sikiani.

Wanita berumur 50 tahun ini sudah berprofesi sebagai tukang suun sejak tahun 2000.

Ibu Sikiani mulai berprofesi sebagai tukang suun sejak ia masih gadis hingga saat ini sudah memiliki dua putra yang sudah dewasa, bahkan salah satu anaknya sudah menikah dan memiliki tiga orang anak.

"Saya sudah dari lama kerja begini. Dulu saya masih bajang pulang sekolah langsung kerja jadi tukang suun. Sampai akhirnya menikah, saya sudah punya anak dua. Satunya udah nikah, saya punya cucu tiga," tutur Bu Wayan Sikiani

Ibu Sikiani melakukan kegiatan suun dari pukul 09.00 Wita sampai pukul 17.00 Wita.

Ia mengaku sangat sering mengalami penolakan dari beberapa pengunjung pasar untuk menggunakan jasanya.

Hal ini tentu sangat berdampak pada pendapatan sehari-harinya.

"Dari jam 09.00 saya disini, sampai jam 17.00. Sepi, belum lagi sering ditolak oleh pengunjung pasar,"keluhnya

Ia mengaku sehari bisa mendapatkan Rp30 ribu sampai paling banyak bisa mengumpulkan uang sebesar Rp 50 ribu.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved