Berita Nasional
Polemik Minyak Goreng, Ekonom INDEF Minta DPR Tegas Terhadap Pemerintah
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Dzulfian Syafrian, menyoroti polemik kenaikan harga minyak goreng
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Dzulfian Syafrian, menyoroti polemik kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri membuat masyarakat resah.
Ia meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menjalankan fungsi pengawasan kepada pemerintah terkait hal ini.
Dalam beberapa bulan terakhir, harga minyak goreng naik dan terus naik.
Pemerintah telah mengambil beberapa kebijakan, namun belum memenuhi keadilan di masyarakat.
Baca juga: Pengamat Ekonomi Minta DPR Perkuat Pengawasan Tata Niaga Minyak Goreng, Harga di Bali Masih Tinggi
“Anggota DPR kita pilih untuk mengawasi, dan dalam beberapa tahun terakhir ini kebijakan yang paling merugikan masyarakat luas, semestinya DPR entah partai apapun harus mengontrol betul,” kata Dzulfian dalam keterangannya yang diterima Tribun Bali, Senin 25 April 2022.
Dzulfian menyambut baik inisiasi Ketua DPR-RI, Puan Maharani, yang hendak memanggil Kementerian Perdagangan pekan depan.
Sebelumnya, kelangkaan minyak goreng terjadi di masyarakat dan harga melambung tinggi setelah pemerintah mencabut Harga Eceran Tertinggi (HET).
Kemudian pemerintah mengeluarkan BLT kepada masyarakat miskin.
“Yang sudah bagus kita mensubsidi orangnya, jangan barangnya” sebut Zulfian.
Namun menurut dia, apapun kebijakan yang diambil pemerintah tidak akan efektif jika kebutuhan dalam negeri terpenuhi.
Tantangannya, harga minyak di luar begitu tinggi, sehingga produsen lebih suka menjual keluar.
“Maka yang harus dilakukan memenuhi kebutuhan di dalam itu tetapi bukan dengan cara dilarang ekspornya, malah itu bikin black market, smuggling, pasal gelap, nanti malah kita rugi dua kali,” jelas Zulfian.
Indonesia bersama Malaysia merupakan dua negara penyuplai CPO mayoritas di dunia.
Maka sangat disesalkan jika stok minyak di negeri sendiri terbatas.
Maka orang dibalik kelangkaan ini mesti dikejar.
“Kayaknya nggak mungkin kebijakan strategis itu hanya level Dirjen, kami menduga ada mastermind di belakang," ucapnya.
Dzulfian Syafrian menambahkan, meski keran ekspor ditutup, belum tentu harga minyak goreng di dalam negeri akan turun.
Berdasarkan pengamatan di minimarket sekitar, harga minyak goreng dua liter mulai dari Rp 48.000 sampai dengan Rp 54.000.
Pemerintah pun mengumumkan untuk melarang ekspor CPO.
Menanggapi hal ini, Zulfian mengatakan, kebijakan ini ‘tambal sulam’.
Kata dia, kebijakan ini tidak menyentuh persoalan dasarnya yaitu memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri.
“Pelarangan ekspor itu keliru, malah bisa menimbulkan black market tadi, penyeludupan karena disparitas harga tadi," kata Dzulfian.
Harga CPO di luar negeri memang sangat tinggi, makanya produsen lebih senang mengekspor ketimbang berjualan di dalam negeri.
Indonesia dan Malaysia merupakan pengekspor sawit dengan total 90 persen di pasaran.
Lucu jika harga minyak di Indonesia masih tinggi.
Baca juga: KEJAGUNG Dalami Adanya Tindakan Pencucian Uang di Kasus Mafia Minyak Goreng, Ada Tersangka Baru?
Sementara itu, dia mengapresiasi kebijakan BLT minyak goreng bagi masyarakat miskin.
Dan dia juga mendorong keterlibatan DPR untuk mengawasi pemerintah dalam polemik minyak goreng ini.
“DPR harus keras dalam hal ini, karena jelas-jelas sudah menyusahkan masyarakat,” tandas Zulfan. (*)
Kumpulan Artikel Nasional