Berita Bali
Peternak di Bali Embargo Pengiriman Sampai Jakarta Kehabisan Stok Babi
Kami tidak akan mengirim sampai Jakarta benar-benar kehabisan stok babi. Karena kami berharap harga stabil dan pantas untuk dijual ke pasar.
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: I Putu Darmendra
TRIBUN-BALI.COM - Harga babi Bali anjlok di pasar Jakarta. Dugaan mafia sampai permainan harga yang melibatkan perusahaan besar mencuat.
Dengan ini, peternak babi di Bali akan embargo regional atau menyetop pengiriman babi ke Jakarta.
Ketua Koordinator Perkumpulan Peternak Hewan Munugastrik Indonesia (PHMI) Kabupaten Tabanan, Bali, I Made Sukariyono menegaskan, atas kejadian ini, pihaknya dan seluruh peternak tidak akan mengirim babi.
Hal ini karena ketidakstabilan harga di Jakarta untuk pengiriman babi Bali.
Kata dia, pengepul dan pengirim babi dari Bali akan mogok mengirim babi ke Jakarta mulai Senin pekan depan hingga dua pekan.
“Kami tidak akan mengirim sampai Jakarta benar-benar kehabisan stok babi. Karena kami berharap harga stabil dan pantas untuk dijual ke pasar,” ujar pria yang akrab disapa Deyon ini, Rabu 15 Juni 2022.
Baca juga: Harga Babi Anjlok, Peternak di Bali Tuding Ulah Mafia, Perusahaan Besar Juga Bermain
Hal yang ironis baginya, masalah terjadi saat pengiriman babi dari Bali ke luar Bali sudah dibuka lagi.
Babi yang biasanya bisa dijual Rp 45 ribu (harga lokal Bali), saat ini hanya bisa terjual Rp 41 ribu bahkan bisa sampai dijual Rp 38 ribu.
Untuk harga babi dijual Jakarta seharusnya sekitar Rp 55 ribu, namun saat ini hanya Rp 51 ribu.
Kondisi ini membuat peternak bingung karena tidak sesuai dengan pengeluaran biaya operasional dan pakan peternak.
“Kami melihat di sini ada oknum pembeli yang bermain dan juga perusahaan besar yang bermain. Kemudian dijual dengan harga yang sangat murah.
Ini membuat rugi. Kami berharap ada tindakan dari aparat hukum dan pemerintah,” ucap dia.
Deyon menegaskan, organisasi PHMI memiliki motto “Peternak Hebat Menolak Punah”, yang menjaga harga babi tidak jatuh.
Pihaknya memperjuangkan harga babi di Bali seluruh kabupaten stabil di angka yang tidak membuat peternak rugi.
Sejatinya sejak kasus virus babi (ASF), beberapa tahun lalu, populasi babi di Bali tinggal 50 sampai 60 persen.
Saat ini, babi Bali masih belum pulih. Kemudian ditambah kasus PMK yang dimana pembatasan hingga disetop lalu lintas menyeberang di Gilimanuk.
Ditambah lagi untuk pasokan babi, terutama di Jakarta 80 hingga 90 persen ialah pasokan dari Bali.
“Seharusnya saat ini kita dapat memberikan harga cukup bagus. Bukan lagi Rp 45 ribu, tapi Rp 50 ribu per kg hidup. Karena apa? Semua pasokan babi, terutama di Jakarta hanya dari Bali. Tidak ada dari tempat lain (daerah lain gagal panen),” tegasnya.
Menurut Deyon, hal inilah yang kemudian membuat pihaknya menuding ada permainan oknum atau mafia yang membeli dan menjual harga jauh dari standar sehingga harga turun.
Padahal populasi belum pulih, seharusnya dengan kondisi saat ini harga naik. Tapi yang terjadi sebaliknya.
“Permainan ini ada oknum pembeli. Kami minta ini ditindak tegas,” demikian ia mengungkapkan..
Terkait pemeliharaan babi masih berisiko tinggi. Pertama babi merupakan ternak yang rentan dengan kematian.
Karena dari biaya pakan yang saat ini naik dan bio security babi seharusnya dihargai dengan cukup baik. Sehingga peternak paling tidak mendapatkan keuntungan, bukan malah merugi.
Saat ini ia yang meruapakan pemilik DBC Farm Sanggulan, di Perumnas Sanggulan, Kecamatan Kediri Tabanan memiliki ternak indukan sekitar 20 ekor dan penggemukan 75 ekor.
“Semua yang saya sampaikan ini karena sangat merugikan untuk peternak mandiri karena harga turun. Sedangkan peternak membutuhkan untuk biaya bio security dan pakan,” ungkapnya.
Sementara itu, hewan ternak yang sebelumnya sempat tertahan di Pelabuhan Gilimanuk, akhirnya dapat didistribusikan kembali ke berbagai wilayah yang ada di Indonesia.
Hewan-hewan ternak tersebut tertahan karena adanya SK No 403/KPTS/PK.300/M/05/2022, dari Menteri Pertanian (Mentan) RI tentang Penetapan Daerah Wabah Penyakit Mulut dan Kuku Pada Beberapa Kabupaten di Provinsi Jawa Timur.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunada meyakini hewan ternak di Bali masih aman dari wabah pemyakit mulut dan kuku (PMK).
Namun setelah bersurat dan berkoordinasi ke pemerintah pusat, kini hewan ternak yang ada di Bali akhirnya dapat dipasarkan kembali keluar Bali.
"Itu sudah lama teratasi dan hewan ternak sudah dapat diantarpulaukan lewat darat. Bahkan ini sudah bisa sebelum Hari Raya Galungan.
Bukan hanya bersurat saja, namun kita juga sudah berkoordinasi. Jadi hewan ternak yang sudah dapat diantarpulaukan itu seperti babi dan sapi. Sudah bisa dijual melalui darat," jelasnya, Rabu.
Ia mengatakan, hingga kini status Bali masih hijau atau belum ditemukan kasus PMK pada hewan ternak.
Sebelumnya, PMK telah menjangkiti beberapa hewan ternak di Jawa Timur. Tentunya ini mendatangkan keresahan bagi peternak di Bali, salah satunya peternak babi terhadap pengiriman ternaknya.
Pasalnya, ada 3.000 ekor babi yang dikirim ke Jakarta setiap minggu. Sementara Pemerintah Provinsi Jatim mengeluarkan aturan penutupan masuk-keluarnya hewan sapi dan babi.
Menurut Ketua Gabungan Usaha Peternak Babi Indonesia (GUPBI) Bali, I Ketut Hari Suyasa, 90 persen pasar Pulau Jawa ada di Jakarta didominasi dari Bali.
Ia mengungkapkan, ada 3.000 ekor babi yang dikirimkan ke wilayah tersebut setiap minggu dan harus melintasi Jatim.
Pengiriman hewan ternak babi dan sapi ke luar Bali via Pelabuhan Gilimanuk sudah dibuka sejak akhir Mei 2022.
Namun, pengirimannya harus sesuai prosedur atau mengikuti aturan yang telah disepakati. Salah satunya adalah mengantongi surat rekomendasi dan surat bebas PMK dari dinas terkait.
"Sudah sejak akhir bulan lalu. Kebijakan itu sebelumnya hasil koordinasi Pemprov ke pemerintah pusat," kata Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana, I Wayan Sutama.
Menurutnya, pengiriman sapi dan babi ke luar Bali dilakukan karena kemungkinan stok di luar sudah mulai kosong. Selain itu, Bali hingga saat ini masih menjadi zona hijau PMK.
Untuk pengirimannya juga dilakukan langsung ke sebuah RTH di Jakarta tanpa mampir. Jika pun mampir, petugas atau si pembawa hewan ternak ini melakukan desinfeksi atau disemprot.
"Apalagi kita di Bali masih zona hijau. Sementara pengirimannya lancar. Semoga saja terus lancar (pengiriman)," harapnya.
Hingga saat ini, kata dia, sejauh ada permohonan dan ada surat rekomendasi dari dinas terkait serta memenuhi syarat, pengiriman akan lancar.
Apalagi pengiriman ke luar Bali via Pelabuhan Gilimanuk juga dilakukan karantina 14 hari. Karantina dilakukan wajib karena diperketat untuk mengantisipasi
"Intinya disertai persyaratan saja seperti karantina, surat rekomendasi, surat bebas PMK itu dari dinas terkait. Itu sudah berlangsung sejak akhir bulan lalu," tegasnya.
Dia mengungkapkan, jika pengiriman hewan ternak ke luar Bali terus disetop tentunya akan berdampak pada peternak dan pengepul ternak. Terlebih lagi yang bergerak di bidang jasa pengiriman.
"Tapi yang harus kita antisipasi atau dijaga adalah yang masuk ke Bali. Yang masuk itu harus benar-benar kita antisipasi.
Mobil yang datang setelah mengantar hewan ternak harus didesinfeksi atau harus benar-benar steril," jelasnya. (*)