Serba serbi

Anggara Kasih Medangsia Bertepatan dengan Tilem Sada, Apa yang Harus Dilakukan? Berikut Ulasannya

Delapan hari setelah Kuningan, ada hari raya Anggara Kasih Medangsia. Anggara (Selasa) Kasih Medangsia dirayakan pada Selasa Kliwon wuku Medangsia.

Dok. Tribun Bali
Ilustrasi sembahyang - Anggara Kasih Medangsia Bertepatan dengan Tilem Sada, Apa yang Harus Dilakukan? Berikut Ulasannya 

Karena dalam keadaan yang demikian, Sang Hyang Rudra melakukan yoga, yang bertujuan memusnahkan kecemaran dunia. 

Adapun sarana upakara yang dipersembahkan yaitu wangi-wangi, dupa astangi, dan dilanjutkan dengan matirtha pembersihan. 

Sementara Tilem Sada merupakan perayaan bulan gelap pada bulan keduabelas.

Saat Tilem Sadha, lakukan pemujaan saat malam hari.

Pemujaan dilakukan tengah malam dengan melakukan yoga, atau hening.

Pahalanya adalah segala noda dan dosa yang ada dalam diri teruwat. 

Menurut Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, Putu Eka Guna Yasa, pemujaan kepada gelap atau Tilem itu jelas sekali ditujukan kepada Siwa.

Menurutnya, dalam Jnyana Sidantha disebutkan di dalam matahari ada suci, di dalam suci ada siwa, di dalam siwa ada gelap yang paling gelap.

Hal itulah yang menyebabkan tilem mendapatkan pemuliaan.

Guna mengatakan di daerah Bangli ada Pura Penileman, dimana setiap Tilem dilakukan pemujaan di sana.

"Di Pura Penileman dilakukan pemujaan kepada Siwa, karena ada warga masyarakat yang nunas (meminta) pengidep pati atau sarining taksu jelas sudah Siwa. Bukti arkeologis ada arca Dewa Gana yang merupakan putra Siwa,” katanya.

Sehingga dalam konteks kebudayaan di Bali yang dimuliakan bukan bulan terang saja atau Purnama, tapi gelap yang paling gelap juga dimuliakan.

Sementara itu, dalam buku Sekarura karya IBM Dharma Palguna halaman 9 dikatakan, kepada kita para Guru Kehidupan (dan Guru Kematian) mengajarkan agar menghormati gelap, tidak kurang dari hormat pada terang.

Hormat pada gelapnya bulan mati (Tilem) tidak kurang dari hormat kita pada terang bulan purnama.

Disebutkan lebih lanjut dalam buku itu pada halaman 10, pembelaan Mpu Tan Akung kepada gelap yaitu gelap tidak harus dihindari atau diusir dengan mengadakan terang buatan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved