Berita Bali
Update Kasus DID Tabanan, Kepala Balitbang Bersaksi, Jaksa KPK Dalami Peran Terdakwa Wiratmaja
Tim jaksa penuntut umum KPK menghadirkan tiga orang saksi untuk kasus dugaan suap pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan
Penulis: Putu Candra | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Setelah pada sidang Kamis lalu memeriksa tujuh orang saksi.
Tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menghadirkan tiga orang saksi pada persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Bali, Kamis 30 Juni 2022.
Ketiga saksi diperiksa keterangannya guna mendalami peran terdakwa I Dewa Nyoman Wiratmaja dalam perkara dugaan suap pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan.
Terdakwa Wiratmaja merupakan dosen Universitas Udayana sekaligus mantan staf ahli mantan Bupati Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti yang juga menjadi terdakwa dalam perkara ini.
Baca juga: UPDATE Sidang Dugaan Suap DID Tabanan, Tim Jaksa KPK Minta Hakim Tolak Keberatan Eka Wiryastuti
Ketiga saksi yang hadirkan jaksa penuntut KPK untuk diperiksa keterangannya di persidangan adalah Ida Bagus Wiratmaja yang menjabat sebagai Kepala Bappeda Litbang Tabanan, Made Dedy Darma selaku Sekretaris Bappeda Litbang dan anggota dewan DPRD Tabanan, I Putu Eka Putra Nurcahyadi.
Di muka sidang, ketiga saksi mengaku kenal dengan terdakwa Wiratmaja sebagai staf ahli setelah dikenalkan oleh Eka Wiryastuti yang kala itu menjabat sebagai Bupati Tabanan.
Saksi Ida Bagus Wiratmaja menyatakan, mendapat arahan dari Eka Wiryastuti agar berkoordinasi dengan terdakwa.
"Dalam penyusunan anggaran dan keuangan daerah, bupati meminta kami berkoordinasi dengan pak Dewa. Beliau (terdakwa) staf ahli dari bupati," ungkapnya di depan majelis hakim pimpinan I Nyoman Wiguna.
Dibeberkan saksi Wiratmaja, setiap tahunnya Kabupaten Tabanan selalu mengalami defisit anggaran.
Defisit itu biasanya ditutupi dana Silpa, pengurangan belanja atau penundaan pekerjaan.
Jaksa KPK pun menanyakan penyebab defisit anggaran.
"Defisit terjadi karena kemampuan keuangan terbatas, sedangkan struktur organisasi gemuk dan belanja makin kebanyakan," jelasnya.
Mengenai anggaran, saksi Wiratmaja mengaku beberapa kali berdiskusi dan minta pertimbangan terhadap terdakwa.
Ini dilakukan saksi, lantaran mengikuti arahan dari Eka Wiryastuti untuk berkoordinasi dengan terdakwa selaku staf ahli.
"Staf ahli ini bertanggungjawab langsung ke bupati. Kami hanya ditugaskan dan diberikan arahan oleh bupati untuk berkoordinasi dengan staf ahli," ucap saksi Wiratmaja.
"Apakah pak Dewa (terdakwa) ini punya kedekatan dengan bupati. Sehingga diberi kewenangan yang begitu besar," tanya jaksa penuntut KPK.
"Saya tidak tahu," jawab saksi Wiratmaja.
"Ini kan jadi tanda tanya besar, ada keistimewaan pak Dewa (terdakwa) yang diberikan oleh bupati. Sekda dan semua OPD harus berkoordinasi dengan terdakwa atas arahan bupati," lanjut jaksa penuntut KPK.
Kembali saksi Wiratmaja mengatakan, bahwa dirinya hanya menjalankan perintah bupati agar berkoordinasi dengan terdakwa dalam hal penyusunan anggaran.
Lebih lanjut, di tahun 2017 saksi Wiratmaja menyatakan, diminta oleh terdakwa untuk membuat proposal permohonan DID tahun anggaran 2018 oleh terdakwa.
Saat itu, kata saksi Wiratmaja, terdakwa bercerita sudah bertemu dengan beberapa pejabat keuangan.
Terdakwa menyebutkan nama Yaya Purnomo yang akan membantu mengawal DID untuk Tabanan.
Terdakwa minta agar saksi membuat proposal bantuan DID sebesar Rp 65 miliar.
Menurut saksi Wiratmaja, proposal itu sejatinya tidak diperlukan karena secara normatif tidak diperlukan permohonan untuk mendapatkan bantuan DID dari pemerintah pusat.
DID diberikan setiap tahun secara otomatis berdasar kriteria yang sudah ditentukan, salah satunya penilaian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Untuk DID sifatnya pemda itu pasif, tidak perlu proposal atau usulan," jelas saksi Wiratmaja.
Saksi Wiratmaja lantas menugaskan Dedy untuk membuat proposal yang diminta terdakwa.
Dalam tiga hari proposal sudah jadi. Proposal lantas diserahkan sekretaris pribadi bupati Eka Wiryastuti.
Guna menggali lebih dalam, jaksa penuntut KPK memutar rekaman percakapan antara saksi Wiratmaja dan terdakwa.
Jaksa KPK menanyakan percakapan antara terdakwa dengan saksi Wiratmaja yang menyebut dibutuhkan biaya khusus untuk mengawal usulan DID.
Terdakwa juga sempat membahas rencana pertemuan dengan rekanan di rumah keluarga besar bupati Eka di Banjar Tegeh, Baturiti, Tabanan, Bali.
Saksi Wiratmaja membenarkan percakapan itu.
Namun, dirinya mengaku tidak tahu persis apa yang dimaksud dana untuk mengawal DID.
Menariknya terdakwa sudah berani memastikan Tabanan bakal mendapat DID besar dari pusat pada tahun anggaran 2018.
"Katanya Pak Dewa sudah bertemu kata Pak Yaya lewat jalur Pak Baharulah Akbar (Wakil Ketua BPK RI). Katanya Tabanan akan dapat lebih besar dari tahun sebelumnya," ungkap saksi Wiratmaja.
Dan terbukti, pada Oktober 2017 diumumkan Tabanan mendapat alokasi DID sebesar Rp 51 miliar untuk tahun anggaran 2018.
Jumlah tersebut melesat jauh dibandingkan tahun sebelumnya hanya mendapat Rp 7,5 miliar.
Sementara itu, saksi Dedy mengakui dirinya yang membuat proposal.
"Saya diminta menyusun proposal DID. Tertera nama bupati untuk penandatangan proposal. Setelah itu saya serahkan ke meja sekpri bupati. Saya tidak tahu ditandatangani atau tidak," ucapnya.
Saksi Eka Nurcahyadi dalam keterangannya menyatakan, kenal terdakwa sebagai staf khusus melalui kegiatan-kegiatan pemerintah daerah.
Saksi yang menjabat sebagai Ketua Komisi I tahu kalau terdakwa banyak memberikan masukan terhadap penyusunan APBD.
"Yang kami tahu terdakwa punya akses langsung ke bupati," terang Eka Nurcahyadi.
Bahkan, di kalangan dewan, sudah menjadi rahasia umum jika ada kepentingan dengan bupati yang berkaitan dengan anggaran agar disampaikan melalui terdakwa secara informal.(*).
Kumpulan Artikel Bali