Virus PMK di Bali
Bali Lockdown Hewan Ternak Pasca PMK, Sebanyak 12-15 Ribu Ekor Babi Terancam Gagal Dikirim
Bali Lockdown Hewan Ternak Pasca PMK, Sebanyak 12-15 Ribu Ekor Babi Terancam Gagal Dikirim
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Harun Ar Rasyid
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pasca kasus PMK ditemukan di Bali, Pemerintah telah melakukan pemberhentian pengiriman hewan ternak keluar Bali.
Istilah ini disebut Lockdown oleh, Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunada.
Sebanyak 63 ekor sapi terjangkit PMK yang tersebar di Kabupaten Gianyar, Karangasem dan Buleleng.

Tentunya ini memunculkan kekhawatiran pada para peternak.
Selain sapi, seluruh hewan ternak berkuku ganda atau belah, seperti kambing, kerbau, dan babi juga harus lockdown.
Akibat lockdown ini dikhawatirkan dapat memberi dampak penurunan kegiatan ekonomi dipeternakan lantaran tidak berjalannya transaksi jual-beli hewan ternak.
Ketika dikonfirmasi, Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI), Bali, Ketut Hary Suyasa mengatakan memang saat ini babi di Bali dilaporkan belum terjangkit PMK.
Baca juga: Update PMK : Ketua Komisi II DPRD Bali Sarankan Peternak Harus Dapat Bantuan Obat-obatan
“Yang perlu dipikirkan sampai kapan ini akan terjadi? Bagaimana dengan dampak ekonomis masyarakat Bali, pasca Covid-19 yang menggantungkan hidupnya pada peternakan, khususnya peternak babi,” kata dia pada, Minggu 3 Juli 2022.
Lebih lanjutnya ia mengatakan, pihaknya belum mendapat informasi sampai kapan lockdown ini akan berlangsung.
Sementata itu para peternak juga masih menunggu hasil dari pembicaraan pemerintah terkait PMK.
Ia khawatir, ini akan berimbas bahkan sampai ke event G20 jika terus meluas di Bali.
Disamping itu, dikhawatirkan akan ada sekitar 12-15 ribu ekor babi yang terancam batal kirim jika lockdown berlaku hingga sebulan lamanya.
“Kiriman kita yang ada saat ini dalam posisi normal sekitar 3 ribu ekor per minggu, jadi sekitar 12 ribu ekor sampai 15 ribu ekor per bulan. Kalau sampai dilockdown sebulan, artinya ada 15 ribu ekor babi yang tidak terserap, dan di belakangnya lagi. Daya beli juga belum pulih,” tambahnya.
Dirinya pun menuturkan, sejak Jawa Timur terdampak wabah PMK, pihaknya bersama GUPBI telah mengingatkan pemerintah.
Selain itu, upaya antisipasi juga sudah dilakukan dengan pemasangan bilik disinfektan di Jembrana.
Namun kemudian, kata dia, bilik disinfektan tersebut tidak termanfaatkan dengan alasan tidak ada listrik.
"Jujur saja, saya kecewa dengan pemerintah. Stakeholder, pemangku kepentingan, pemangku kebijakan, itu sepertinya semangatnya tidak sejalan (dengan para peternak),” tandasnya.
Menurutnya, jika Bali berada di zona hijau dari wabah PMK, transaksi ekonomi akan sangat baik. Sebaliknya, jika merah, akan menjadi pukulan bagi Bali dalam upaya pemulihan ekonomi.
Untuk itu, ia menyarankan, pemerintah harus mulai memperhatikan pintu-pintu keluar-masuk Bali, atau pintu masuk tikus.
Ia menyebutkan, ada pelabuhan-pelabuhan gelap yang harus diperhatikan serius karena menimbulkan dampak yang tidak baik secara ekonomis dan sosial.
“Pelaku usahanya yang juga kita harapkan melakukan sterilitas terhadap kendaraannya yang masuk ke Bali juga kurang. Hanya ada satu, dua, yang mau, tidak lebih,” katanya.
“Yang sering kita sesalkan, bila virus masuk seperti saat ini, baru semua kelabakan. Bisa dibayangkan, dua bulan setelah wabah, gerakan serius kita tidak lihat. Gerakan antisipasi secara serius yang dilakukan oleh pemerintah daerah kita terhadap Bali, di dalam melindungi rakyat atau melindungi Bali terhadap PMK, saya kira lemah. Ini cukup menyedihkan,” ucapnya.
Begitu pula pada pelaku usaha, yang dinilainya kurang memikirkan masalah veteriner. Yang pada akhirnya, akan berdampak terhadap ekonomi mereka.
“Mereka selalu berpikir masalah profit-oriented. Ini yang juga saya sesalkan,” katanya.
Ia pun menegaskan, agar hewan ternak di Bali segera menerima vaksin dan sebanyak-banyaknya.
Kemudian, pemerintah perlu memberikan edukasi, terkait pembuatan jarak antara pemelihara sapi dan hewan lainnya.
Pemerintah juga disarankan untuk mulai mempertimbangkan bagaimana kedepannya jika wabah PMK ini menjadi panjang. (*)