Berita Bali

Sidang Dugaan Suap DID Tabanan, Rifa Surya Akui Terima Uang Adat Istiadat

Kasus Dugaan Suap DID Tabanan, Fee yang diminta oleh Rifa dan Yaya kepada terdakwa Wiratmaja sebesar 2,5 persen dari alokasi DID.

Penulis: Putu Candra | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
Tribun Bali/Putu Candra
Rifa Surya (pegang mic) saat memberikan keterangan terkait dugaan suap DID Tabanan di Pengadilan Tipikor Denpasar - Sidang Dugaan Suap DID Tabanan, Rifa Surya Akui Terima Uang Adat Istiadat 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Selain memeriksa keterangan Yaya Purnomo pada sidang dugaan suap Dana Insentif Daerah (DID) Tabanan.

Eks pejabat Kementerian Keuangan lainnya yang juga diperiksa sebagai saksi adalah Rifa Surya.

Dalam posisinya, Rifa pernah menduduki jabatan sebagai Kepala Seksi Dana Alokasi Khusus Dirjen Perimbangan Keuangan pada Kementerian keuangan.

Rifa diperiksa keterangannya di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis 21 Juli 2022 untuk terdakwa mantan bupati Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti.

Baca juga: Dugaan Suap Pengurusan DID Tabanan, Eks Wakil Ketua BPK RI Bantah Terima Rp 500 Juta

Juga untuk terdakwa I Dewa Nyoman Wiratmaja yang merupakan dosen Universitas Udayana sekaligus mantan staf Eka Wiryastuti.

Senada dengan keterangan Yaya sebelumnya, Rifa juga mengakui menerima uang fee untuk mengawal DID Tabanan dari terdakwa Wiratmaja.

Fee dengan istilah dana adat istiadat diserahkan dan diterima di Jakarta.

"Yaya bilang ke saya, ada orang perwakilan dari Tabanan mau ketemu. Mau minta bantuan," terang Rifa di muka persidangan.

Singkat cerita, Rifa, Yaya dan terdakwa Wiratmaja pun akhirnya bertemu di Jakarta membahas DID.

"Ketemu pertama kali dengan pak Dewa (Dewa Nyoman Wiratmaja) di Cikini. Pak Dewa minta bantuan apakah DID Tabanan bisa dimaksimalkan. Pak Dewa cerita kalau Tabanan lagi bermasalah, anggarannya defisit," tuturnya di hadapan majelis hakim pimpinan I Nyoman Wiguna.

Atas permintaan bantuan terdakwa Wiratmaja, Rifa menyanggupi.

"Saat pertemuan itu ada permintaan khusus dari saksi," tanya jaksa penuntut KPK.

"Kami minta pembagian fee," jawab Rifa.

Jaksa KPK kemudian mengkonfirmasi istilah dana adat istiadat untuk mengawal DID Tabanan.

Rifa menyatakan bahwa itu adalah istilah dari permintaan fee.

"Sejak kapan muncul istilah dana adat istiadat," kejar jaksa KPK.

"Sejak saat pertemuan itu," jawab Rifa.

"Maksudnya apa dana adat istiadat itu. Itu fee," tanya jaksa KPK kembali, dan Rifa pun mengiyakan.

Fee yang diminta oleh Rifa dan Yaya kepada terdakwa Wiratmaja sebesar 2,5 persen dari alokasi DID.

Dalam realosasinya, Tabanan mendapat kucuran DID dari pusat sebesar Rp 51 miliar.

"Terkait permintaan fee itu, pak Dewa akan mengomunikasikan dengan bupati Tabanan. Awalnya tanda jadi minta Rp 500, namun pak Dewa menyanggupi Rp 300 juta," ungkap Rifa.

Setelah terjadi kesepakatan fee, kemudian ditindaklanjuti dengan adanya beberapa kali pertemuan antara Rifa, Yaya dan terdakwa Wiratmaja di Jakarta.

Pertemuan tersebut untuk melakukan serah terima fee.

"Pertemuan di Jakarta, penyerahan uang Rp 300 juta oleh pak Dewa. Bulan November 2017 ada pertemuan lagi di Jakarta, penyerahan uang Rp 300 juta. Uangnya terbungkus tas kresek. Pertemuan ketiga saya tidak ikut, karena umroh. Tapi saya mengetahui ada penyerahan uang dalam bentuk dollar USD 55.300 dari pak Dewa ke Yaya. Saya diberitahu oleh Yaya, dia bilang sudah selesai," tutur Rifa.

Dari sejumlah uang yang diterima dari terdakwa Wiratmaja, kemudian dibagi dua dengan Yaya Purnomo.

"Semua uang itu kami bagi dua. Saya juga bagi sama tim di DID Rp 25 juta,"

Pengakuan dari Rifa, uang itu sebagian ditabung dan ada juga yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Namun ketika kasus ini terungkap oleh KPK, uang yang masih disimpan berupa rupiah dan dolar telah disita.(*).

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved