Bisnis
HIPMI BALI : Jangan Paksa Kami Berlari, Harapkan Restrukturisasi Sampai 2025
Perekonomian Bali Belum baik-baik saja, Hipmi Bali meminta agar restrukturisasi tidak dicabut 2023. Namun bisa diperpanjang sampai 2025.
TRIBUN-BALI.COM - Perekonomian Bali belum baik-baik saja, itu selalu digaungkan Hipmi Bali.
Bahkan hal ini menjadi bahasan khusus, dalam rapat antara Gubernur Bali Wayan Koster bersama Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar.
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Angela Tanoesodibjo.
Serta Sekretaris Eksekutif Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC PEN), Raden Pardede.
Hadir juga Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati.
Kepala Kantor Wilayah Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho.
Kepala OJK Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara Giri Tribroto.
Baca juga: PROSPEK EKONOMI Indonesia Makin Optimistis, Ini Strategi Pemerintah Dukung Percepatan
Baca juga: BALI BELUM BAIK BAIK SAJA, Simak Penjelasan Dari Ketua HIPMI Bali

Dalam pertemuan yang berlangsung di Jayasabha, Denpasar, Kamis 11 Agustus 2022, seluruh pemangku kepentingan bersepakat, mendukung upaya akselerasi pemulihan ekonomi Pulau Dewata.
Ketua Umum Badan Pengurus Daerah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPD HIPMI) Bali, Agus Pande Widura, mengapresiasi komitmen Gubernur Bali Wayan Koster dan Ketua OJK Mahendra Siregar.
"Hipmi Bali mengapresiasi langkah Pak Gubernur, Bank Indonesia, dan OJK yang sangat luar biasa dalam memperhatikan percepatan pemulihan perekonomian Bali," ungkapnya dalam rilis Jumat, 12 Agustus 2022.
"Suatu hal yang luar biasa, Ketua OJK langsung ke Bali untuk bertemu pemerintah dan stakeholder terkait," lanjutnya.
Pengusaha yang akrab disapa APW itu, menekankan dua hal dari hasil pertemuan tersebut.
Dua hal itu meliputi batas akhir restrukturisasi dan implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 27 Tahun 2022.

PMK 27/2022 mengamanatkan tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 98 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi Melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk Dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Khusus restrukturisasi, APW menilai batas akhir di tahun 2023 sangat tidak berpihak bagi Bali.
"Nasional memang pertumbuhannya sudah positif.
Namun Bali ibaratnya masih sempoyongan, tetapi sudah dipaksa untuk berlari.
Dan jika restruktusasi dicabut tahun 2023 sangat berbahaya bagi perekonomian Bali," tegasnya.
Oleh karena itu, pemerintah bersama stakeholder terkait mengusulkan adanya perpanjangan masa restrukturisasi hingga tahun 2025.
"Tentu harapan kami dengan diperpanjangnya restrukturisasi, bisa juga diikuti dengan perpanjangan tenor pinjaman kami.
Sehingga para pengusaha ada nafas tambahan untuk beberapa tahun ke depan.
Karena memang data menunjukkan, Bali baru akan diposisi pra-pandemi Covid-19 itu sekitar tahun 2024 atau 2025," ucapnya.
Menyinggung PMK Nomor 27 Tahun 2022, APW mengaku regulasi itu belum bisa terealisasi di Bali.
Salah satunya dibuktikan dari belum adanya pengusaha yang berhasil mengajukan tambahan kredit bermodal PMK tersebut.
Perbankan dinilai sangat berhati-hati menyetujui tambahan modal kerja yang diajukan pengusaha di Bali.
"Ketua OJK berjanji akan mengawal PMK 27/2022 ini," pungkasnya. (*)