Polisi Tembak Polisi
Bharada E Dijanjikan Rp1 Miliar oleh Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Sebagai Uang Tutup Mulut
Sebelum kebohongannya terbongkar, Ferdy Sambo sempat menjanjikan uang Rp1 miliar kepada Bharada E.
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Bharada E Dijanjikan Rp1 Miliar oleh Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi Sebagai Uang Tutup Mulut
Fakta baru terkait pembunuhan Brigadir J mulai terungkap ke permukaan.
Baca juga: Setelah Ferdy Sambo dan Bharada E, Polisi Jebloskan 4 Perwira ke Tahanan Terkait Kasus Brigadir J
Baca juga: Setelah Ferdy Sambo dan Bharada E, Polisi Jebloskan 4 Perwira ke Tahanan Terkait Kasus Brigadir J
Salah satunya ialah pemberian uang Rp1 Miliar untuk Bharada E.
Uang Rp1 Miliar tersebut dijanjikan oleh Ferdy Sambo dan Putri Candrawthi sebagai uang tutup mulut.
Sebelum kebohongannya terbongkar, Ferdy Sambo sempat menjanjikan uang Rp1 miliar kepada Bharada E.
Uang itu sebagai imbalan agar Bharada E tutup mulut atas peristiwa eksekusi terhadap Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022 lalu.
Upaya pemberian uang itu diungkap mantan kuasa hukum Bharada E, Deolipa Yumara.
Dikatakan Deolipa Yumara, keterangan Bharada E soal upaya pemberian uang Rp1 miliar itu sudah dituangkan di Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Deolipa menyebut, saat Ferdy Sambo menjanjikan uang Rp1 miliar itu, Putri Chandrawathi turut menyaksikan.
"FS di hadapan Putri, ada di BAP. Tanya aja Boerhanuddin (eks kuasa hukum Bharada E)," ujar Deolipa di kediamannya kawasan Pancoran Mas, Kota Depok, Sabtu (13/8/2022), dikutip dari TribunJakarta.
Tak hanya kepada Bharada E, Ferdy Sambo juga menjanjikan uang senilar Rp 500 juta masing-masing kepada KM dan RR.
"Jadi ada duit Rp 1 miliar untuk Richard, Rp 500 juta untuk KM, dan Rp 500 juta kepada RR dalam bentuk dolar," bebernya.
"Sama kaya pas Sambo ngasih amplop ke LPSK, tapi untung LPSK pintar," bebernya.
Ahli Hukum Sebut Putri Chandrawathi Bisa Jadi Tersangka
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjarh berpendapat Putri Chandrawathi bisa berpeluang menjadi tersangka terkait laporan pelecehan seksual yang sempat dilaporkan Putri ke Polres Jakarta Selatan.
Dalam perkembangannya, laporan dugaan pelecehan seksual itu diambil alih Barekrim Polri.
Terbaru, Bareksrim Polri menyatakan menghentikan laporan dugaan pelecehan seksual karena dianggap pelecehan seksual itu hanya rekayasa.
Laporan itu disebut bagian dari upaya menghalangi penyidikan.
"Penghentian jika karena tidak ada peristiwanya, maka harus dianggap tidak ada penyidikan. Jadi bukan SP3. Laporannya dapat dikualifikasi sebagai laporan palsu yang juga dapat diproses secara pidana," ucap Abdul Fickar Hadjar kepada Kompas.com, Sabtu (13/8/2022).
Menurut Abdul Fickar Hadjar, Putri telah memberikan laporan palsu kepada Polres Jakarta Selatan terkait insiden pelecehan seksual tersebut.
Abdul menuturkan, pelapor bisa saja dijerat dengan Pasal 220 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 220 KUHP itu berbunyi, "Barangsiapa yang memberitahukan atau mengadukan bahwa ada terjadi sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, sedang ia tahu, bahwa perbuatan itu sebenarnya tidak ada, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan."
"Ya kalau kejadiannya tidak ada, artinya laporannya palsu, ya. Obstruction of justice. Pasal pidananya Pasal 220 KUHP," jelas Abdul.
Diberitakan, Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Andi Rian, menyatakan Bareskrim memutuskan menghentikan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan Putri.
"Berdasarkan hasil gelar perkara tadi kedua perkara ini kita hentikan penyidikannya karena tidak ditemukan peristiwa pidana," kata Brigjen Andi Rian di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (12/8/2022).
Sementara, Kabareskrim Komjen, Agus Andrianto, menyatakan berdasarkan pengakuan seluruh saksi yang diperiksa, seluruh saksi menyatakan Brigadir J berada di luar rumah, dan tidak masuk ke kamar Putri sebagaimana yang dituduhkan.
"Semua saksi kejadian menyatakan Brigadir Josua almarhum Joshua berada di dalam rumah, tapi di taman pekarangan depan rumah," ungkap Agus.
Agus menjelaskan bahwa Brigadir J baru masuk ke dalam rumah setelah Irjen Ferdy Sambo tiba di rumah dinas.
Lalu, Irjen Sambo yang memberikan perintah Brigadir J masuk ke dalam rumah yang kemudian dieksekusi.
"Almarhum J masuk saat dipanggil ke dalam oleh FS," jelasnya.
(*)
Sumber Tribunnews