PMI Telantar di Turki
BREAKING NEWS - PMI Asal Bali Telantar di Turki, Kondisi Sakit dan Uang Habis untuk Berobat
I Gusti Ayu Vira Wijayantari seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Bali telantar di Turki, ia kini dalam kondisi sakit
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sungguh malang nasib, I Gusti Ayu Vira Wijayantari seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Bali yang mengadu nasib di Turki.
Niat hati ingin membantu perekonomian keluarga, Vira justru ingin segera kembali pulang ke Bali karena sedang sakit. Bahkan ia mengirimkan surat ke Presiden RI Joko Widodo untuk meminta bantuan pemulangannya ke Indonesia.
Vira merupakan seorang PMI yang berangkat kerja ke Turki secara mandiri dan pekerjaan yang diembannya adalah selaku Terapis SPA.
Keberangkatannya pun dibantu oleh Anak Agung Raka Murtini selaku pemilik Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Bali Widya Padmi Internasional SPA School pada Bulan Maret 2021 lalu.
Baca juga: 481 PMI Bertolak ke Korea Selatan Dilepas Krisdayanti, Kepala BP2MI Terharu
"Pada saat itu bulan Mei 2020, bapak saya jatuh sakit diakibatkan karena kanker tulang, kebetulan waktu itu adik saya pacaran dengan anaknya ibu Anak Agung Raka Murtini atau yang dikenal dengan sapaan Bu Gung, dari situ saya awal mengenal Bu gung, dan Bu Gung mengajak saya untuk ikut pelatihan SPA," jelasnya dalam surat yang ia kirim ke Pemerintah Indonesia.
Nantinya setelah mengikuti pelatihan, Vira rencananya akan diberangkatkan ke Turki dengan diiming-imingi akan mendapatkan pendapatan yang besar agar bisa membayar utang dan biaya pengobatan ayahnya.
Setelah 5 bulan ia mengikuti pelatihan SPA di Bali, pada Bulan Oktober ayahnya meninggal dunia dan pada saat itu ia tidak bisa melanjutkan pelatihan SPA selama sebulan dan berniat untuk membatalkan keberangkatannya ke Turki.
"Karena saya merasa depresi dan frustasi, akan keadaan tetapi pada saat itu Bu Gung tidak memberikan saya untuk membatalkannya dengan alasan agar tetap berangkat nanti yang membiayai ibu dan adik saya siapa dan untuk membayar hutang siapa yang pada akhirnya saya melanjutkan untuk melakukan pelatihan," imbuhnya.
Setelah menunggu sangat lama dan membuatnya patah semangat akhirnya pada bulan Maret 2021 ia dikabarkan akan berangkat ke Turki pada bulan April di akhir bulan.
Lalu ia mengurus resign dari pekerjaannya pada awal bulan April. Ia juga mengurus surat-surat dan menandatangani kontrak.
Baca juga: Menko Airlangga Dukung Tahun 2022 Sebagai Tahun Penempatan PMI, Hartarto: Berjuanglah
Di mana pada saat itu di jelaskan oleh Agung dirinya akan mendapatkan gaji sekitar Rp8-12 juta.
Ia juga menekankan kalau nantinya sudah pasti akan mendapatkan gaji Rp12 dan pada saat itu di kontrak tertulis nantinya ia akan mendapatkan gaji sebanyak Rp12 Juta dengan jam kerja hanya 8 jam dan untuk kamar tidur 1-4 orang saja.
Dengan tawaran-tawaran tersebut, akhirnya membuat Vira tergiur dan menandatangani kontrak dan pada saat itu ia berangkat dengan sistem potong gaji.
"Lalu saya mengurus Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) pertengahan bulan April yang mana saat mengurus KTKLN saya tidak diizinkan untuk berkata kalau saya berangkat melalui PT/agent bu gung ini dan saya tidak diizinkan untuk mengatakan alamat PT. dari Bu Gung ini jika ditanya oleh petugas yang sampai akhirnya pada hari itu kami gagal untuk mengurus KTKLN dan besoknya Bu Gung datang membantu saya untuk mengurus KTKLN tapi dia mengatakan kalau saya adalah keponakannya yang ingin berangkat dan melakukan keberangkatan mandiri, terjadi percakapan saat itu sayang tidak saya mengerti sampai akhirnya saya harus membayar Rp1 juta untuk dilancarkan KTKLNnya dan saya membayarnya," imbuhnya.
Namun sesampainya di Turki, ia bekerja dengan bosnya yang bernama Abdulrahman, dimana jam berangkat bekerjanya pukul 06.00-21.00.
Ia juga mengatakantidak ada waktu untuk istirahat selama jam kerja tersebut. Waktu makan hanya 15 menit.
Terkadang ia hanya dapat makan sehari sekali dengan alasan karena ramai tamu, kadang ia juga curi- curi waktu untuk menaruh nasi dan lauk di kertas tisu, dan dimasukan ke kantong.
Biasanya nasi itu ia makan pada saat sedang mengambil tamu karena jika tidak demikian maka ia tidak bisa makan seharian. Dan tentunya tidak ada energi untuk bekerja, ia juga mengatakan libur hanya sekali dalam sebulan, itupun sangat sangat sulit untuk mendapatkan libur.
"Sebelum keberangkatan dari Bali menuju Turki, saya dan kakak saya mengurus surat surat dan menandatangani kontrak yang mana dikontrak tersebut tertuliskan bahwa gaji 7,155 lira yang pada saat itu harga liranya 1 lira = Rp1,700 total gaji sekitar Rp12 juta tapi kenyataanya saya digaji 300 dollar atau Rp4,2 juta dan bulan berikutnya 500 dollar atau Rp7,1 Juta dan gajinya pun sering terlambat," ungkapnya.
Karena gaji dan jam kerja yang tidak sesuai dengan kontrak ia pun kabur dari tempat bekerja pertamanya dan mencoba peruntungan bekerja SPA di tempat yang baru.
Namun bukan mengubah nasibnya, ternyata semakin membuatnya tertekan hingga ia mengalami muntah darah dan sakit pada bagian perutnya.
Di tempat terakhir ia bekerja ini, untungnya majikannya masih bersedia memberikan tempat untuknya tinggal sambil berobat dan kini ia tidak dapat bekerja kembali karena sakitnya.
Uangnya sudah habis untuk berobat, makan pun ia dapat dari teman-temannya yang kebetulan berasal dari Bali yang juga bekerja di Turki.
Besar harapan Vira kembali lagi ke Bali untuk berobat dan kini ia sudah berkoordinasi dengan KBRI setempat untuk pemulangannya. (*)