Berita Nasional

Harga Rp 7.650 Jadi Rp 10 Ribu per Liter Pekan Depan, Fedy Keberatan Pertalite Naik

Harga BBM jenis Pertalite naik, Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan wacana kenaikan harga BBM subsidi tidak terelakkan

ist/Kompas.com
Ilustrasi BBM Pertalite - Harga Rp 7.650 Jadi Rp 10 Ribu per Liter Pekan Depan, Fedy Keberatan Pertalite Naik 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dikabarkan akan naik mulai pekan depan.

Kabarnya, harga Pertalite akan naik dari harga Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10 ribu per liter.

Kabar itu mengundang berbagai reaksi dari masyarakat di Bali.

Fedy yang merupakan pegawai kebun di vila di Bali mengaku keberatan dengan keputusan pemerintah yang akan menaikkan harga Pertalite. Ketika dimintai komentarnya, Sabtu 20 Agustus 2022 dia mengaku, dengan income atau penghasilan yang ia terima sebagai pegawai kebun harus membeli Pertalite yang harganya naik dirasa memberatkan.

Baca juga: BBM Pertalite Akan Naik Jadi Rp 10 Ribu Per liter, Begini Tanggapan Sejumlah Masyarakat Bali

Menurut Fedy, biasanya dia membeli Rp 15 ribu sudah mendapatkan 2 liter lebih Pertalite untuk sepeda motornya, namun berbeda halnya nanti jika memang Pertalite akan naik harga.

Jumlah liter yang dia terima dengan kenaikan harga tersebut akan berkurang drastis.

Tanggapan berbeda disampaikan Diah Anggi. Salah satu pegawai bank BUMN di Denpasar ini mengatakan, adanya kenaikan harga Pertalite tidak dirasa berat bagi dirinya, karena kenaikan harga itu juga dinilainya membantu kepentingan pemerintah.

"Toh ya harga bahan mentah dari sananya belum turun, masak pemerintah tetap mau menyamakan harga BBM dari sebelumnya. Nanti yang ada utang negara makin banyak. Jadi kita sebagai masyarakat, ya harus saling tahu kondisi dan membantu keputusan pemerintah dengan cara apa? Ya kita terima saja, masih Rp 10 ribu per liter ya masih wajar lah naik sekitar Rp 2.500 ya," kata Diah kepada Tribun Bali.

Seperti diketahui, rencana kenaikan harga Pertalite menjadi topik hangat di kalangan masyarakat.

Rencana kenaikan harga tersebut semakin diperkuat dengan pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif dimana akan ada penyesuaian harga Pertalite yang saat ini sedang dalam kajian.

Dikutip dari laman Tribun-Bali.com, Menteri ESDM mengatakan penyesuaian harga Pertalite juga termasuk dalam kajian yang sedang dilakukan, dimana nanti akan dilihat dan dievaluasi sama-sama, harga minyak mentah tidak turun-turun.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan wacana kenaikan harga BBM subsidi tidak terelakkan lagi.

Menurutnya, pemerintah menyiapkan beberapa opsi agar BBM subsidi tetap ada, tetapi peruntukannya hanya bagi masyarakat berdaya beli menengah ke bawah.

"Saat ini masih dikaji banyak opsi secara keseluruhan nanti kita akan pilih yang terbaik, karena kompensasi BBM subsidi sudah berat sekali sedangkan harga minyak cukup tinggi," ujar Arifin saat dikonfirmasi, Sabtu 20 Agustus 2022.

Menteri ESDM menjelaskan BBM subsidi menggunakan dana APBN sehingga jumlahnya terbatas sesuai dengan kuota.

Dia meminta kepada masyarakat yang mampu untuk tidak membeli BBM subsidi sebagaimana peruntukannya hanya bagi masyarakat berdaya beli menengah ke bawah.

Menteri Arifin menegaskan sejauh ini hanya ada dua jenis BBM subsidi yakni Pertalite dan Biosolar, selain kedua jenis tersebut tidak disubsidi oleh APBN.

"Pemerintah terus berupaya agar masyarakat tidak kekurangan bahan bakar, nah jangan sampai masyarakat yang sudah cukup mampu, tetapi membeli BBM Pertalite," tuturnya.

Pemerintah, terang Arifin, ingin biaya subsidi BBM benar-benar tepat sasaran dan berkeadilan.

Perlunya kesadaran dari setiap masyarakat menggunakan BBM yang disubsidi pemerintah sesuai dengan haknya.

Pada APBN 2022, ditetapkan kuota BBM bersubsidi hingga akhir tahun untuk jenis Pertalite 23,5 juta kiloliter (KL).

Namun hingga akhir Juli hanya tersisa 6,2 juta KL padahal konsumsi Pertalite rata-rata sebulan sekitar 2,4 juta KL.

Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerap mengungkapkan beban negara untuk membiayai subsidi energi sudah lebih dari Rp 500 triliun.

Beberapa menteri Kabinet Indonesia Maju juga telah memberikan sinyal bahwa pemerintah akan menaikkan harga BBM subsidi dalam waktu dekat.

Teranyar, Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan kenaikan BBM subsidi kemungkinan akan dilakukan minggu depan.

Presiden Jokowi buka suara perihal rencana pemerintah melakukan pembatasan pembelian BBM jenis subsidi seperti RON 90 atau Pertalite dan Solar subsidi.

Jokowi mengatakan persoalan penyaluran subsidi masih berkaitan dengan data. Untuk itu, PT Pertamina (Persero) mewajibkan pemilik kendaraan roda empat atau mobil mendaftar kendaraannya di MyPertamina.

Masyarakat yang mendaftar melalui aplikasi MyPertamina, lalu akan diklasifikasikan kendaraannya yang berhak menggunakan Pertalite dan solar subsidi berdasarkan aturan yang berlaku yakni melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) No 191 tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM).

Pertamina selaku penyalur bahan bakar minyak masih mencermati soal kemungkinan kenaikan harga Pertalite dan Solar.

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting menegaskan saat ini Perseroan masih menunggu arahan dari pemerintah sebagai regulator.

Pihaknya menegaskan sampai sekarang BBM bersubsidi Pertalite masih tetap dijual ke masyarakat Rp 7.650 per liter.

Kata Irto, Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) siap siaga jika diberi penugasan untuk mengimplementasikan kenaikan harga. (avc/Tribun Network/Reynas Abdila)

Bhima Yudhistira Director Center of Economic and Law Studies (Celios), Atur Dulu Kebocoran Solar Subsidi

RENCANA kenaikan harga BBM jenis subsidi, terutama Pertalite tolong benar-benar dicermati baik-baik oleh pemerintah.

Apa kondisi masyarakat miskin saat ini siap menghadapi kenaikan harga BBM, setelah inflasi bahan pangan (volatile food) hampir sentuh 11 persen secara tahunan per Juli 2022.

Nantinya masyarakat kelas menengah rentan juga akan terdampak.

Mungkin sebelumnya mereka bisa membeli Pertamax, namun saat ini mereka banyak yang migrasi ke Pertalite.

Dan jika harga Pertalite juga ikut naik maka kelas menengah akan korbankan belanja lain.

Yang tadinya bisa belanja baju, mau beli rumah lewat KPR, hingga sisihkan uang untuk memulai usaha baru akhirnya tergerus untuk beli bensin. Imbasnya apa?

Permintaan industri manufaktur bisa terpukul, serapan tenaga kerja bisa terganggu.

Dan target-target pemulihan ekonomi pemerintah bisa buyar.

Nantinya jika inflasi menembus angka yang terlalu tinggi dan serapan tenaga kerja terganggu, Indonesia bisa menyusul negara lain yang masuk fase Stagflasi.

Imbasnya bisa 3-5 tahun recovery terganggu akibat daya beli turun tajam.

Sepanjang Januari ke Juli 2022, serapan subsidi energi baru sentuh Rp 88,7 triliun berdasarkan data APBN.

Sementara APBN sedang surplus Rp 106,1 triliun atau 0,57 persen dari PDB diperiode Juli.

Artinya, pemerintah juga menikmati kenaikan harga minyak mentah untuk dorong penerimaan negara.

Mengapa surplus tadi tidak diprioritaskan untuk tambal subsidi energi?

Jangan ada indikasi, pemerintah tidak mau memangkas secara signifikan anggaran yang tidak urgen dan korbankan subsidi energi.

Solusi untuk pemerintah, agar melakukan revisi aturan untuk hentikan kebocoran solar subsidi yang dinikmati oleh industri skala besar, pertambangan dan perkebunan besar.

Dengan tutup kebocoran solar, bisa hemat pengeluaran subsidi karena 93 persen konsumsi solar adalah jenis subsidi.

Atur dulu kebocoran solar subsidi di truk yang angkut hasil tambang dan sawit, daripada melakukan kenaikan harga dan pembatasan untuk jenis pertalite.

Selain itu, sebaiknya pemerintah memangkas belanja infrastruktur, belanja pengadaan barang jasa di Pemerintah Daerah (Pemda) dan pemerintah pusat. (sar)

Menyulut Laju Inflasi

PENGAMAT energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai opsi menaikkan BBM subsidi tidak tepat untuk saat ini.

Ia menyangsikan dengan proporsi konsumen BBM subsidi di atas 70 persen dipastikan akan menyulut laju inflasi.

"Kalau kenaikkan Pertalite hingga mencapai Rp 10.000 per liter, kontribusi terhadap inflasi diperkirakan mencapai 0.97 persen," kata Fahmy, Sabtu 20 Agustus 2022.

Menurutnya, apabila dihitung inflasi tahun berjalan bisa mencapai 6,2 persen yoy (Year on Year).

Angka inflasi sebesar itu dapat menurunkan daya beli konsumsi masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang sudah mencapai 5,4 persen.

Fahmy menilai pemerintah sebaiknya fokus pada pembatasan BBM bersubsidi yang sekitar 60 persen tidak tepat sasaran.

"Pembatasan BBM subsidi paling efektif pada saat ini hanya untuk sepeda motor dan angkutan umum," urainya.

Selain efektif, pembatasan itu menurutnya lebih mudah diterapkan di semua SPBU daripada penggunaan aplikasi MyPertamina.

Dia menyarankan kriteria sepeda motor dan kendaraan umum yang berhak menggunakan BBM subsidi agar dimasukan ke dalam Perpres No 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak sebagai dasar hukum.

"Akan lebih baik mengambil keputusan daripada melontarkan wacana kenaikkan harga BBM subsidi yang malah menimbulkan masalah baru," katanya. (Tribun Network/Reynas Abdila)

Kumpulan Artikel Nasional

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved