Polisi Tembak Polisi

Pakar Hukum Pidana: Rekonstruksi Pembunuhan Brigaidr J Janggal, Tidak Sesuai Fakta Rasional

Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad mengatakan bahwa ada yang janggal dan tak logis dalam rekonstruksi tersebut.

Editor: Sabrina Tio Dora Hutajulu
Tangkap layar Polri TV
Video animasi rekonstruksi kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, menunjukkan Ferdy Sambo melepaskan satu tembakan ketika korban sudah tersungkur. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pakar Hukum Pidana: Rekonstruksi Pembunuhan Brigaidr J Janggal, Tidak Sesuai Fakta Rasional

Rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir J berlangsung pada Selasa (30/8) di rumah pribadi Ferdy Sambo dan rumah dinasnya yang berlokasi di Jakarta Selatan.

Dalam rekonstruksi tersebut, lima tersangka dihadirkan, yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Bripka RR dan Kuat Maruf.

Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar, Suparji Ahmad mengatakan bahwa ada yang janggal dan tak logis dalam rekonstruksi tersebut.

Dalam rekontruksi yang menggambarkan tiga lokasi itu (Magelang, Jl Saguling, dan rumah dinas di Kompleks Duren Tiga) tidak ada adegan pelecehan seksual yang katanya dilakukan oleh Brigadir J terhadap Putri Chandrawathi.

“Yang terjadi, kita saksikan bersama itu tidak sesuai dengan fakta yang logis dan tidak sesuai dengan fakta yang rasional. Katanya pelecehan seksual tapi tidak ada adegan-adegan apapun di situ,” ujarnya dilansir dari Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Selasa (30/8).

“Katanya pembunuhan berencana tapi tidak kelihatan bagaimana merencanakan, bagaimana memberikan senjatanya, bagaimana menggunakannya padahal kan ini yang ditunggu oleh jaksa bagaimana anatomi perkara ini menjadi jelas dan lengkap.”

Dalam amatan Suparji, dari rekonstruksi justru memunculkan narasi baru yang nantinya akan menjadi perbincangan di publik.

“Yang terjadi kita saksikan bersama itu tidak sesuai dengan fakta yang logis dan tidak sesuai dengan fakta yang rasional,” ujar Suparji Ahmad.

Sebab itu rekontruksi tersebut bisa dijadikan senjata oleh kuasa hukum para tersangka untuk membantah Pasal 340 KUHP pembunuhan berencana yang dikenakan kepada para tersangka.

Meskipun unsur pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sudah terpenuhi.

“Jaksa saya kira masih gamang, ketika bermaksud menuntut dengan pembunuhan berencana ya, meskipun saja unsur pembunuhan berencana sudah terpenuhi,” ucap Suparji Ahmad.

“Karena ada yang menyuruh, kemudian ada yang melakukan, turut serta, ada yang merencanakan ya, terus kemudian ada turut membantu ya ini bisa saja dianggap sebagai sebuah pembunuhan berencana,” kata Suparji Ahmad.

Jika mencermati dari rekonstruksi yang dilakukan bisa saja pengacara tersangka menyanggah ini sebagai pembunuhan berencana.

“Kan bisa saja pengacara tersangka membantah, ini adalah sebuah spontanitas, ini adalah sebuah reaksi, bahwa ini adalah sebuah emosi. Jadi tidak mudah memenuhi unsur 340 itu,” kata Suparji Ahmad.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved