Berita Bali
Mahasiswa dan Aktivis Bali Tak Demo, Unjuk Rasa Tolak Kenaikan Harga BBM Se-Indonesia Hari Ini
Para buruh se-Indonesia akan menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran menolak kenaikan harga BBM, Selasa 6 September 2022.
Penulis: Ida Bagus Putu Mahendra | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
“Tiba-tiba BBM subsidi utamanya Pertalite naik. Jelas akan memberatkan pekerja di Bali,” kata Rai.
Karena kenaikan dari BBM ini akan berdampak terhadap kenaikan harga bahan pokok.
“Bagaimana mungkin sedang dalam masa sulit bagi masyarakat kemudian pemerintah mengambil kebijakan kenaikan harga BBM bersubsidi ini,” katanya.
Pihaknya berharap pemerintah meninjau kembali kenaikan harga BBM ini. Bahkan FSPM regional Bali secara tegas menolak kenaikan BBM bersubsidi ini.
“Kami bersikap bahwa kami FSPM menolak kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM ini. Ekonomi Bali dan juga nasional belum pulih,” katanya.
Ia mengatakan saat ini kebanyakan penghasilan dari pekerja khususnya pariwisata di Bali belum pulih. Rata-rata dari mereka baru mendapat penghasilan rata-rata 50 persen dari penghasilan sebelumnya.
“Mungkin daerah-daerah Badung yang kena imbas G20 sudah normal, tapi yang lain masih sekitar 50 persen kembali penghasilan mereka. Karena ada beberapa hotel belum menerapkan upah secara penuh,” katanya.
Terpisah, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) memberikan tanggapannya terkait naiknya harga BBM jenis Pertalite Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10 ribu per liter. Solar dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per dan Pertamax naik dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.
“Sementara sih belum kita lihat ya, yang jelas dampaknya pasti harga naik. Astungkara untuk konsumsi pariwisata masih rendah. Kalaupun naik, harganya mungkin tidak akan dirasakan karena hotel-hotel juga belum full. Jadi terhadap wisatawan mungkin sedikit dampaknya,” jelasnya, Senin.
Dia mengatakan kenaikan BBM ini akan lebih berdampak pada sektor penerbangan. Dari keluhan wisatawan mancanegara harga penerbangan ke Bali masih dirasa mahal, namun kebijakan tersebur dikatakan Cok Ace di luar Pemerintah Provinsi Bali.
Dalam hal ini, Cok Ace mengatakan Pemerintah sudah membuat kebijakan dalam bentuk BLT atau Kartu Subsidi dan subsidinya masih tetap ada untuk mereka terdampak dan saat ini sedang dilakukan penyaringan kelas yang tidak tepat sasaran.
“Kita lihat juga sekarang negara-negara asing masih dalam masa kesulitan juga. Saya rasakan memang berat. Sabar saja. Mari kita optimalkan apa yang kita miliki sekarang yang biasanya kita, mohon maaf yang ada di Bali, saya lihat kita sering jalan-jalan. Mungkin itu yang harus kita hemat. Kemudian fasilitas yang disediakan oleh pemerintah seperti publik transportasi mari itu yang kita manfaatkan,” imbuhnya.
Sementara itu, kenaikan harga BBM subsidi mulai terasa dampaknya dengan adanya kenaikan harga bahan kebutuhan pokok di Denpasar. Di Pasar Badung Denpasar, misalnya, harga bawang merah dan cabai rawit mulai merangkak naik.
Pada Senin (5/9) harga cabai rawit telah mencapai Rp 50.000 per kg. Padahal sebelum kenaikan BBM harga cabai rawit Rp45.000 per kg. Demikian juga bawang merah Rp 30.000 per kg. Hal tersebut diakui oleh pedagang di Pasar Badung, Ni Wayan Wandri.
"Sebelumnya harga bawang merah sempat Rp 27.000 per kg. Naik Rp 3.000 per kg. Kalau cabai rawit sudah Rp 50.000 per kg sekarang," kata Wandri.
Padahal menurutnya pasokan barang masih lancar. Harga komoditi lainnya, seperti bawang putih, kata Wandri, masih stabil yaitu Rp 22.000 per kg. Pedagang lain, Sinta Lestari, juga mengatakan hal yang sama.