Berita Bali
Anggota DPRD Gianyar Minta Bebaskan Tajen, Polda Bali akan Tetap Berantas Perjudian
Ngakan Ketut Putra akan memperjuangkan kebebasan tajen, Kapolri telah menginstruksikan Polda seluruh Indonesia memberantas praktik perjudian
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Ketua Fraksi Indonesia Raya DPRD Gianyar, Ngakan Ketut Putra akan memperjuangkan kebebasan tajen/tabuh rah di Bali, Gianyar pada khususnya.
Hal itu karena tajen dinilai memiliki perputaran ekonomi daerah.
Selain itu, ia juga tak sependapat jika pemain judi tajen disamakan dengan kriminal.
"Jangan samakan tajen dengan togel maupun judi online. Kalau togel atau judi online, saya sangat mendukung jika itu diberangus. Sebab peredaran ekonominya ke luar," ujar pentolan Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Gianyar itu saat ditemui di Sekretarit DPRD Gianyar, Kamis 22 September 2022.
Baca juga: Lakukan Penggerebekan di Paksebali, Kapolres Klungkung Akan Tindak Tegas Pihak yang Bekingi Tajen
Tokoh masyarakat Gianyar ini pun membeberkan pernilaiannya mengapa tajen harus dilegalkan di Bali.
Di antaranya, perputaran ekonomi di daerah.
Artinya, dalam satu arena tajen, ada banyak yang hidup di dalamnya, seperti, penggalian dana adat untuk pembangunan infrastruktur adat, perputaran ekonomi pedagang kuliner tradisional, seperti nasi lawar, babi guling dan sebagainya.
Bahkan, masyarakat kelas menengah ke bawah yang tak memiliki skill di bidang industri juga bisa hidup dari tajen.
Mereka bisa berjualan ayam aduan, menjadi tukang asah taji dan tukang pasang taji.
Selain itu, masyarakat juga bisa mengais rezeki sebagai tukang ojek.
Sebab biasanya, kawasan diadakannya tajen keterbatasan tempat parkir.
Pemain yang datang menggunakan mobil, biasanya parkir jauh dari arena.
"Di sinilah mereka bisa mencari rezeki, yang tidak punya skill di bidang industri juga bisa hidup. Perputaran ekonomi lokal sangat besar di sini," ujarnya.
Ngakan Putra pun menilai pandangan yang menyebut tajen dapat memiskinkan masyarakat dan melahirkan kriminal, adalah pandangan keliru.
"Tajen itu sudah ada dari dulu. Dulu tajen ada namanya terang (tajen berizin dari pemerintah), sepertinya masyarakat Bali masih ingat bagaimana dulu ada tajen pemedilan, tajen pengerebongan, dalem purwa, musen, dan lain-lain. Tidak ada yang miskin karena tajen," katanya.
"Tak ada kasus kriminal karena tajen. Buktinya dulu saat tajen masih merebak di Bali di bawah tahun 2000an, orang meninggalkan motor dalam kondisi kunci nyantol masih aman. Tidak seperti sekarang," ujarnya.
Selain perputaran ekonomi, Ngakan Putra juga melihat kegiatan ini bisa menjadi objek wisata.
Sebab ia kerap melihat turis mancanegara banyak yang menonton tajen.
"Tajen bukan hanya hiburan orang lokal, tapi turis pun banyak saya lihat datang, menonton tajen," ungkapnya.
Pihaknya pun akan menyuarakan pembebasan tajen ini ke sidang Pandangan Umum Fraksi DPRD Gianyar.
Pihaknya berharap, Gubernur Bali, Wayan Koster dan Bupati Gianyar, Made Mahayastra mempertimbangkan hal ini.
"Mudah-mudahan ini dijadikan perhatian oleh Pak Gubernur bersama Forkopimda Bali. Dan, saya yakin Pak Gubernur juga memahami kondisi ini. Baik Gubernur maupun Bupati Gianyar," tandasnya.
Ngakan Putra pun memberikan catatan, jika tajen bisa dibebaskan dari cap criminal, anak-anak tetap dilarang masuk ke arena tajen.
"Namun catatan saya, anak-anak tak boleh masuk ke tajen. Walaupun memang selama ini tak ada anak-anak metajen. Dan selama metajen wajib memakai pakaian adat madya. Saya sampaikan ini bukan untuk mencari panggung politik. Tapi riil apa yang saya temui di lapangan," ujar Ngakan Putra.
Terpisah, Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bali, Ir I Gusti Putu Budiarta mengatakan tajen tetap dapat berlangsung di Bali, asalkan digunakan sebagai atraksi budaya.
“Kalau menurut saya sepanjang tajen dipakai sebagai atraksi budaya, tidak ada persoalan. Persoalan yang terjadi sekarang di masyarakat adalah tajen itu identik dengan judi. Kalau judi jelas bertentangan dengan UU di atasnya,” katanya, Kamis.
Dia mengatakan, jika tajen diarahkan ke atraksi budaya dalam rangka kegiatan upacara adat atau agama dapat dimaknai dengan nama ‘tabuh rah’.
Nantinya jika tabuh rah yang ada pada upacara keagamaan dan tidak ditemukan unsur perjudian, ia mengatakan Bali akan tetap memperjuangkan hal tersebut agar dapat diberlakukan sepanjang kaitannya dengan upacara agama.
“Yang sering terjadi di masyarakat tajen itu kan identik dengan taruhan dan ini yang masih bertentangan dengan UU 303 KUHP. Dan yang kedua diarahkan untuk menjadi sebuah atraksi budaya yang dinikmati oleh wistawan internasional dan domestik. Saya yakin tidak akan menjadi persoalan,” tambahnya.
Intinya sepanjang tidak ada transaksi uang didalamnya, tajen ini diyakini Budiarta tidak akan menjadi persoalan.
Namun yang terjadi selama ini di lapangan berbeda dan tajen sudah telanjur diidentikkan terdapat taruhan di dalamnya.
“Tapi kalau menurut saya kita harus membuat Perda khusus untuk memaknai tajen sebagai tabuh rah dan atraksi budaya khusus Tajen saja,” imbuhnya.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto mengatakan, Kapolda Bali beserta jajaran senantiasa mengikuti instruksi Kapolri, Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
Kapolri telah menginstruksikan Polda seluruh Indonesia memberantas praktik perjudian, baik darat maupun online.
“Ya pada satu sisi kita (Polda Bali) melaksanakan instruksi dari pimpinan atas. Bapak Kapolri sudah menyampaikan itu, dan Bapak Kapolda (Bali) juga sudah melaksanakan instruksi Bapak Kapolri,” ucap Kabid Humas.
Menurutnya, jika ada unsur masyarakat yang keberatan dan berusaha memperjuangkannya kembali, Polda Bali akan melakukan edukasi dan mediasi.
“Terkait adanya masyarakat yang ingin memperjuangkan itu, nanti dibicarakan. Pada satu sisi, polisi melaksanakan perintah pimpinan. Kita tegas tetap melakukan itu (pemberantasan judi),” tegas Kabid Humas, Kamis.(weg/sar/mah).
Kumpulan Artikel Bali