Berita Bali
Petani Mesadu ke DPRD Badung, Sulit Beli Solar Subsidi juga Dialami Penggilingan Gabah di Bangli
Puluhan petani yang menggunakan mesin traktor untuk mengelola lahan persawahan mendatangi kantor DPRD Badung, Senin 26 September 2022.
Penulis: I Komang Agus Aryanta | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, BADUNG - Puluhan petani yang menggunakan mesin traktor untuk mengelola lahan persawahan mendatangi kantor DPRD Badung, Senin 26 September 2022.
Puluhan petani yang tergabung pada Komunitas Tani Badung itu mesadu (mengadu) karena sulitnya mendapat BBM solar.
Puluhan petani itu diterima Ketua DPRD Badung Putu Parwata yang didampingi Kabid Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung Gede Widiartha Negara.
Petani mengaku dipersulit membeli solar di SPBU. Padahal mereka sudah menunjukkan surat rekomendasi dari Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Badung.
Baca juga: Sulit Beli Solar, Puluhan Petani di Badung Mesadu ke Kantor DPRD Badung
Dengan adanya kondisi itu, mereka pun mendesak pemerintah dan DPRD Badung segera mencarikan solusi agar petani yang membeli solar untuk alat pertanian mereka bisa dipermudah.
Selain sulitnya mendapat BBM, kadang pegawai Pertamina juga tidak tahu akan BMM subsidi, hingga disarankan membeli menggunakan aplikasi.
Ketua komunitas Tani Badung, Wayan Romi Arta yang mewakili petani menyatakan, hampir semua petani kesulitan membeli solar subsidi.
Padahal aturan pemerintah pusat jelas, namun di lapangan dipersulit.
"Aturan dari pemerintah sudah jelas, sebagai petani kami sudah tunduk, sudah pegang surat rekomendasi dari Dinas (Dinas Pertanian, red), tapi fakta di lapangan kami tetap dipersulit beli solar di SPBU," ungkapnya.
Baca juga: Harga Kol Anjlok, di Tingkat Petani Per Kilo Cuma 300 Rupiah
Romi dan para petani yang menggunakan traktor ini sangat menyayangkan berbelit-belitnya aturan dalam pembelian solar bersubidi.
"Ke Pertaminan (SPBU, Red) bawa rekomendasi Dinas Pertanian, tapi ditolak. Katanya harus ada surat A, surat B dan seterusnya," jelasnya sembari mengatakan kalaupun bisa membeli, kami juga harus kena cuk.
Sebagai petani yang bekerja menggunakan mesin alat pertanian, solar merupakan kebutuhan utama.
Oleh karena itu, pihaknya berharap ada solusi tepat yang tidak memberatkan petani.
Terlebih belakangan di sejumlah SPBU, petani yang sudah mengantongi rekomendasi dari dinas kembali diminta menunjukkan aplikasi myPertamina saat datang ke SPBU.
"Kami minta solusi dipermudah. Karena kalau solar saja kami tidak dapat beli bagaimana kami kerja? Bahkan rekomendasi Dinas Pertanian kerap kali diacuhkan oleh pihak SPBU dengan berbagai alasan," tegasnya lagi.
Kabid Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian dan Pangan Badung, I Gede Widiartha Negara mengakui jika permasalahan tersebut kerap terjadi di lapangan.
Pihaknya di dinas juga mengaku kesulitan dalam membuat format rekomendasi pembelian solar bersubsidi karena masing-masing SPBU kebijakannya tidak seragam.
"Untuk rekomendasi kami di dinas tidak pernah menghambat. Paling lambat dua hari sudah keluar. Biar lebih mudah, kalau memang cukup rekomendasi dari desa, silakan, tinggal kontrolnya saja dari kami," ujarnya.
Pun demikian, Widiartha mengakui dari keluhan para petani, fakta di lapangan memang mereka sulit mendapat BBM. Padahal pihaknya juga sempat bersurat ke Pertamina regional Bali.
Ketua DPRD Badung Putu Parwata mengaku akan segera menindaklanjuti keluhan petani itu dengan bersurat ke PT Pertamina.
Hal itu dilakukan agar PT Pertamina mengeluarkan surat edaran ke seluruh SPBU di Bali, khususnya Badung untuk melayani pembelian solar bersubsidi memakai jeriken dari petani.
Petani juga tidak perlu menunjukkan barcode di aplikasi myPertamina.
"Dari keluhan petani ini sudah dapat kami simpulkan bahwa kami di DPRD Badung akan bersurat ke PT Pertamina wilayah Bali agar mereka mengeluarkan surat edaran agar melayani petani yang membeli solar dengan jeriken di seluruh SPBU di Badung. Tak perlu lagi dengan barcode, cukup dengan rekomendasi itu saja," kata Parwata.
Pihaknya juga meminta pihak pertamina membuat surat resmi, yang ditujukan pada semua SPBU, agar kebijakan tidak beda-beda. Sehingga masyarakat khususnya petani mudah memperoleh BBM.
Sementara itu, para pemilik usaha makin dibuat kelimpungan karena ketersediaan solar di Bangli kosong.
Celakanya, kondisi ini bertepatan dengan panen raya. Salah satu pemilik usaha penggilingan gabah, Dewa Gede Bayu mengatakan, kosongnya solar di Bangli terjadi lebih dari sepekan.
Ia menjelaskan, sebagai pelaku usaha, untuk mendapatkan solar pihaknya harus mendapatkan izin surat rekomendasi.
"Rekomendasinya dari Dinas Pertanian lalu tembusan ke Dinas Perizinan. Barulah nanti ditentukan di SPBU mana bisa beli. Di surat itu hanya satu SPBU yang tercantum, jadi cuma di sana saja boleh ngambil solarnya," ungkapnya, Senin.
Untuk menyiasati kekosongan solar, Dewa Bayu terpaksa sementara ini pindah ke BBM jenis dexlite. Sedangkan diketahui perbandingan harga antara solar dan dexlite jauh berbeda.
Untuk solar harga per liter Rp 6.800, sedangkan dexlite Rp 17.100 per liter.
Untuk kegiatan operasional penggilingan gabah, Dewa Bayu mengaku butuh 30-50 liter solar per hari. Tergantung dari jumlah gabah yang digiling. Dan untuk pembelian per bulan ia dijatah 400 liter.
"Terlebih saat ini musim panen raya, per hari bisa 1 ton lebih menggiling gabah. Maka tidak jarang kami kekurangan," ucapnya. (gus/mer)
Berita lainnya di Kesulitan Beli BBM