Berita Klungkung

Cerita Perajin Capil di Klungkung, Tetap Bertahan Walau Bahan Baku Kian Sulit dan Mahal

Cerita Perajin Capil di Klungkung, Tetap Bertahan Walau Bahan Baku Kian Sulit dan Mahal

Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Fenty Lilian Ariani
Tribun bali/ Eka Mita Suputra
Ni Wayan Remi tengah menganyam capil saat ditemui di kediamannya di Dusun Pemenang, Desa Nyalian, Banjarangkan, Klungkung, Kamis (20/10/2022). 

TRIBUN-BALI.COM,SEMARAPURA- Ni Wayan Remi (50) dan suaminya Nengah Suda (50) merupakan pasang suami istri yang masih bertahan membuat capil atau topi dari anyaman janur. Terlebih musim hujan seperti saat ini, membuat mereka kian kesulitan untuk mencari bahan baku.

Ni Wayan Remi sedang sibuk menganyam helai demi helai janur kering, untuk dijadikan topi saat ditemui di rumahnya yanh sederhana di Dusun Pemenang, Desa Nyalian, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, Kamis (20/10/2022). Tanganya tampak sangat terampil dalam menganyam topi yang biasa dikenakan para petani untuk ke sawah. 

Ia dan suaminya, Nengah Suda merupakan sedikit keluarga yang masih bertahan membuat capil atau topi anyaman di Dusun Pemenang, Desa Nyalian. Padahal beberapa tahun lalu, hampir setiap kepala keluarga di Dusun Pemenang merupakan perajin topi anyaman dari janur.

"Saya dan suami sudah sekitar 30 tahun buat capil (topi anyaman). Kalau dulu hampir setiap kk di sini (Dusun Pemenang) buat capil. Kalau sekarang hanya beberapa saja yang masih bertahan," ungkap Remi.

Tidak mudah bagi Remi dan suaminya untum bertahan membuat capil selama bertahun-tahun. Apalagi dalam situasi saat ini yang selalu diguyur hujan deras dalam beberapa hari terkahir, membuat mereka kesulitan untuk mencari bahan baku janur untuk membuat topi. 

"Hujan seperti ini sulit mencari bahan baku, mungkin saja karena hujan tidak bisa cari janur. Saya sampai beli bahan baku di Gianyar. Kebetulan juga sudah langganan,"ungkap Remi. 

Selain bahan baku yang sulit, ketika hujan seperti saat ini membuat cuaca agak lembab. Sehingga topi yang dibuat rentan berjamur.

"Cuaca lembab, topi yang kami anyam bisanya rentan bercak-bercak hitam," jelasnya.

Bahan baku topi yang ia gunakan merupakan janur yang sudah agak tua atau slepan, serta janur yang muda atau busung. Satu iket selepan, ia beli dengan harga sekitar Rp8000 per ikat. Sementara untuk busung harganya lebih mahal, lebih dari Rp10.000 per ikatnya. Satu ikatnya ia mampu jadikan 1 buah topi anyaman.

"Kalau satu topi biasanya saya jual Rp15 ribu (berbahan selepan) dan Rp25 ribu (berbahan busung). Biasanya ada pengepul yang ambil kesini. Bisanya satu kodi (20 topi) dapat untung sekitar Rp50 ribu. Untungnya tidak banyak, tapi bisa untuk beli beras," ungkapnya.

Produk topi anyaman yang dibuat Ni Wayan Remi dan Nengah Suda tidak hanya dipasarkan di Klungkung, namun juga dijual ke wilayah Tabanan. Walaupun hasilnya tidak banyak, namun pasangan suami istri tersebut tetap bersyukur bisa mengais rezeki dari menganyam topi.

Mereka pun berharap masih diberi kesehatan, agar terus bisa membuat topi anyaman yang sudah diwariskan secara turun menurun.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved