Bocah Dirantai
Ibu & Pacarnya Tak Ditahan, Menteri PPA Bintang Puspayoga Temui Anak yang Dirantai Ibunya di Tabanan
Kasus dua bocah dirantai sudah dalam penanganan Satreskrim Polres Tabanan, Menteri Perlindungan Perempuan dan Anak mengunjungi Mapolres Tabanan
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Menteri Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengunjungi Mapolres Tabanan, Bali, Selasa 25 Oktober 2022.
Bintang Puspayoga, begitu wanita itu akrab disapa, langsung bercengkrama dengan kedua bocah berusia enam dan tiga tahun, yang dirantai ibunya sendiri.
Bintang juga langsung berbincang dengan ibu yang menjadi tersangka dalam kasus ini.
Atas kejadian itu, keluarga besar Puri Satria Denpasar itu pun mengaku, kejadian merantai anak bukan kali pertama terjadi di Indonesia.
Baca juga: Menteri PPPA Bintang Puspayoga Terima Rekomendasi Teknis G20 Empower dan Woman20
Bintang Puspayoga mengatakan, dirinya bersama anggota Kementerian PPA sebelumnya berada di Sumba Barat Daya, NTT dan melakukan kunjungan atas persoalan PPA juga.
Pagi tadi kemudian, dirinya berbincang dengan Kapolres Tabanan, AKBP Ranefli Dian Candra dan mengkroscek atau memastikan kasus yang viral di media massa dan media sosial tersebut.
Saat dikonfirmasi, Kapolres Tabanan membenarkan adanya kasus perantaian tersebut.
“Dan apa yang viral kami kroscek lagi. Supaya tidak ada kesalahan. Berkaitan dengan kasus ini, mungkin saya melihat ada kasus di tempat lain. Tapi saya mengapresiasi untuk di Tabanan, baik polisi dan bupati bekerja cukup cepat,” ucapnya.
Bintang menyebut, apresiasi itu karena tindakan tegas dan perhatian Polres dan Pemkab Tabanan memberikan tindakan cepat dalam penanganan kasus ini.
Kepolisian tetap memproses kasus itu.
Dengan kata lain, proses tetap berjalan.
Nah, pihaknya hadir ke Tabanan adalah untuk memastikan bahwa pengasuhan yang terbaik untuk anak.
Itu ditunjukkan dengan sikap Pemda Tabanan yang memberikan pengasuhan anak di rumah singgah atau rumah aman di Tabanan.
“Kami juga menyampaikan pengasuhan terbaik kepada anak. Memang paling dekat dengan keluarga. Ibu bapak atau keluarga bapak dan ibu sendiri. Terakhir baru ketika tidak bisa, maka pengasuhan ada di panti asuhan dan rumah singgah. Kami ingin memastikan bahwa anak tumbuh dan berkembang dengan baik. Pemenuhan hak anak itu bukan tanggungjawab orangtua saja. Tapi juga negara,” tegasnya.
Disinggung perilaku anak itu sendiri, Bintang menegaskan, perilaku anak itu itu pihaknya belum dapat berkomentar lebih jauh.
Karena untuk persoalan psikologis anak saat ini sedang pendalaman oleh tim.
Dan usia anak, terutama yang berumur enam tahun itu, ketika anak nakal, menurutnya itu adalah proses alami.
Karena itu, pentingnya pengasuhan pendampingan dan edukasinya.
Misalnya pendampingan psikologi anak autis.
Maka itu dipastikan terapinya berjalan dengan baik.
“Apakah ada kelaianan atau tidak, nanti didalami pada pendalaman pendampingan saat ini. Tim kami juga sudah turun untuk kasus ini,” bebernya.
Kasus dua bocah dirantai ini sudah dalam penanganan Satreskrim Polres Tabanan.
Orangtua korban tidak ditahan. Begitu juga dengan pacarnya.
Di sisi lain, kedua korban sudah dalam pengawasan pihak berwajib beserta dinas sosial dan juga lembaga perlindungan anak. Mereka ditempatkan di rumah aman.
Kapolres Tabanan, AKBP Ranefli Dian Candra mengatakan, alasan tidak dilakukannya penahanan ada dua faktor.
Faktor subjektivitas dan objektivitas.
Faktor subjektivitas ialah melihat sudut pandang penyidik melihat anak sendiri masih membutuhkan peran ibu.
Ketika tidak ada ibu, kedua anak menangis mencari ibunya.
Sedangkan faktor objektivitas ialah sangkaan pasal 80 Undang-undang No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.
Di mana sangkaan pasal itu hukumannya di bawah lima tahun.
Sehingga tidak wajib dilakukan penahanan.
“Untuk proses tindak pidana itu bahasanya ialah dapat. Bukan wajib. Dan karena di bawah lima tahun, maka dapat tidak dilakukan penahanan,” ucapnya, Selasa.
Ranefli menuturkan, pihaknya kini menitipkan kedua anak itu kepada pihak yang memiliki kemampuan untuk merawat dan mengamankan selama proses kasus berlangsung.
Di mana itu melibatkan lembaga perlindungan anak, dinas sosial di rumah aman.
Dan itu di bawah pengawasan petugas di rumah aman.
“Ibu dan anak masih bersama, tapi dalam pengawasan. Karena itu juga kami akan melakukan tes psikologi terhadap yang bersangkutan (ibu),” ungkapnya.
Disinggung terkait ada kecurigaan warga, yang menyebut korban sudah dirantai sejak 9 Oktober 2022 lalu.
Ranefli mengaku, itu akan didalami.
Karena itu kecurigaan atau anggapan dan kebenaran tentu perlu didalami lagi.
Sejauh ini, keterangan tersangka atau ibu korban, puncaknya dirantai, itu karena anak yang sulung atau berumur enam tahun melakukan tindakan kenakalan.
Yakni, sebelumnya menusuk kasur dengan pisau. Kemudian, bahkan ditemukan merokok.
“Keterangan ibunya begitu. Kasur ditusuk dengan pisau dan membawa rokok. Jadi itu sebab dirantai. Tapi memang kakaknya saja yang melakukan itu. Adiknya tidak. Tapi kedua-duanya kemudian dirantai,” paparnya.
Ranefli menegaskan lagi, bahwa terkait dengan penahanan, untuk alasan objektif juga akan berbeda penanganan ketika anak sampai lumpuh.
Di kasus ini, kedua anak sudah dapat beraktivitas. Dan itu ancaman di bawah lima tahun.
Kemudian, ibu dan pacarnya juga tidak kabur dan menyerahkan barang bukti.
“Yang pacarnya itu berperan menyediakan rantai. Kalau si ibu yang merantai. Pacarnya itu turut serta,” jelasnya.
Kapolres mengatakan, untuk kondisi anak, secara kasat mata masih melakukan aktivitas sehari-hari.
Namun, untuk lebih detail terkait kejiwaan maka perlu untuk dilakukan penanganan dari pihak psikolog.
Kasus ini pun sudah menjadi perhatian Menteri PPA, Bintang Puspayoga.
Dan menanyakan penanganan kasusnya.
Pihaknya pun sudah memberikan keterangan sejauh mana penanganan ini dilakukan.
KPPAD: Perlu Konseling Psikologi
KOMISI Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali sudah mengunjungi dua anak yang dirantai ibunya di Tabanan.
Ketua Komisi KPPAD Bali, Ni Luh Gede Yastini mengatakan, kedua anak tersebut dalam kondisi yang sehat ketika ditemui di tempat tinggalnya sementara.
“Kita sudah komunikasikan dengan instansi terkait di sana yang terpenting upaya untuk anak itu konseling psikologi untuk kedua anak. Kemudian juga bagaimana upaya agar anak ini juga memiliki identitas diri karena anaknya tidak ada akta kelahiran. Sehingga lebih mudah untuk sekolah,” jelasnya, Selasa 25 Oktober 2022.
Dia mengatakan, pihaknya juga telah mengkomunikasikan ketika ibunya berproses hukum dalam perihal mengasuh anak-anaknya agar menghubungi keluarga terdekat terlebih dahulu untuk mengasuh anaknya.
Jika keluarga terdekat tidak ada yang bisa mengasuh, maka anak mungkin bisa dirujuk ke Lembaga Kesejahteraan Anak (LKSA), namun harus diupayakan dulu dengan keluarga terdekat.
“Sementara waktu ini ibunya wajib lapor sampai nanti pemberkasan sudah selesai di kepolisian. Dan nanti kalau sudah dikejaksaan diambil sama jaksa. Tapi statusnya sudah tersangka,” imbuhnya.
Pertimbangan polisi tidak menahan ibu kedua anak tersebut karena ancaman hukumannya yang menurut pasal yang disangkakan hanya 3,5 tahun.
Selain itu juga karena kondisi anak masih tantrum.
Lalu dari psikologi juga masih dikondisikan sehingga bagaimana upayanya agar ketika ibunya berproses hukum anaknya juga bisa pelan-pelan disiapkan kondisinya.
“Dia wajib lapor setiap hari dan setiap hari juga polisinya mengontrol ke tempat sementara mereka tinggal sambil menunggu proses pemberkasan dan penyelidikan selesai. Nanti dilimpahkan biasanya langsung ditahan,” sambungnya.
Pihak KPPAD Bali pun sempat berkomunikasi dengan ibu kedua bocah tersebut. Ibunya menyampaikan alasannya mengapa ia tega merantai kedua anaknya.
Awalnya ibunya emosi karena, menurut ibunya, anaknya tidak bisa diberi tahu dan diatur, sehingga ia mengikat dan merantai anaknya.
Selain itu juga ditemukan luka memar di pipi anak dan sang ibu mengakui bahwa luka memar itu akibat pukulan dengan benda yang dilakukan oleh ibunya.
“Dia (ibunya) berkali-kali mohon maaf menyesal. Namanya juga manusia, tetap ada salah, namun mau tidak mau proses hukum tetap berjalan dan ibunya harus siapkan diri,” tandasnya.
Ibunya sendiri juga tidak mengetahui di mana keberadaan ayah biologis anak-anaknya karena setelah pisah ia lost contact hingga saat ini.
Nantinya anak-anak itu harus dalam pengawasan alternatif yang kemungkinan besar di keluarga ibunya karena sudah pisah lama dengan ayah biologisnya sejak anak pertama tersebut umur 4 tahun.
Ibunya bekerja wirausaha online, seperti jasa titip online ke luar kota.
“Kalau menurut ibunya baru pertama dia melakukan merantainya. Kita berterimakasih karena masyarakat mulai peduli seperti kasus N yang masyarakat cepat melaporkan dan membawa N ke rumah sakit. Kita apresiasi tindakan masyarakat yang cepat peduli,” ujarnya.
Ia pun memohon kepada masyarakat agar berhenti membagikan video anak-anak tersebut karena anak-anak tersebut juga memiliki masa depan.
“Kalau terus di-share nanti akan dapat stigma atau dilabeli buruk anak itu. Jangan sampai nanti mereka menjadi korban kembali karena video ini tersebar,” katanya. (ang/sar).
Kumpulan Artikel Tabanan