Berita Denpasar
Kerta Masa, Garapan Kolaborasi Penggak Men Mersi Tampilkan Kesenian Rakyat Agraris
Kerta masa adalah sebuah kondisi di mana masyarakat hidup teratur, makmur dengan pangan yang berlimpah, dan bahagia
Penulis: Putu Supartika | Editor: Ida Ayu Suryantini Putri
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Konsep kerta masa diambil dari sebuah istilah dalam kehidupan sosial masyarakat Bali agraris.
Kerta masa adalah sebuah kondisi di mana masyarakat hidup teratur, makmur dengan pangan yang berlimpah, dan bahagia dalam balutan seni dan keindahan.
Baca juga: Diikuti 50 Skater, Skatepark Bangli Jadi Lokasi Ajang Event Skateboard Se-Asia Tenggara
Hal itulah yang digarap Yayasan Penggak Men Mersi berkolaborasi dengan kelompok seni, sanggar komunitas di Bali yang menampilkan garapan, bernuansa kesenian rakyat agraris.
Garapan seni ini menampilkan berbagai jenis kesenian rakyat agraris seperti Jegog, Rindik, Okokan, dan Gong Suling, dikemas sedemikian rupa untuk menerjemahkan gagasan Kerta Masa.
Baca juga: Dua Event Internasional Akan Tersaji Di Yogyakarta, Berikut Nama Atlet Bulu Tangkis Indonesia
Garapan ini disuguhkan dalam ajang Festival Pertanian, di Lapangan Timur Renon, Denpasar.
Garapan yang melibatkan kurang lebih 75 orang, berdurasi 90 menit, menghadirkan Sanggar Gumiart, Sekaa Gong Suling Gita Semara, Sekaa Okokan Sanggar Seni Kebo Iwa, Haridwipa Gamelan dan Sekaa Jegog dan Rindik Gora Yowana Jembrana.
Kadek Wahyudita selaku koordinator pertunjukan mengungkapkan, garapan seni yang mengimplentasikan pertanian, dimana sector agraris inilah yang menjadi sumber pangan yang menghidupi masyarakat Bali.
"Pertanian adalah ibu dari kebudayaan masyarakat Bali. Pertanian melahirkan tata cara yang menjadi lelaku masyarakat Bali untuk senantiasa hidup harmonis bersama," kata Kadek Wahyu Senin 7 November 2022 pagi.
Ia menlanjutkan, berkah kesuburan alam dan hasil panen yang berlimpah melahirkan wujud syukur yang diekspresikan dengan puspa ragam keindahan dalam bentuk seni musik dan tari.
"Inilah Kerta Masa, sebuah nilai adi luhung yang hingga kini eksis dalam kehidupan sosial masyarakat Bali. Kerta ikang Jagad, Rahayu ikang Rat," katanya.
Kadek Wahyu menekankan, garapan ini, merupakan aktualisasi agraris mengantarkan pada sentuhan pertanian menjadi esensi bermakna ganda.
Realita pertanian nyata berbentur modernisasi dan interpretasi manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam serta manusia dengan manusia menjadi sisi, gelap dan terang.
“Kenyataan kesejahtaraan menuju pangan jasmani rohani seimbang di era globalisasi menjadi pesan musik teatrikal pelestarian pertanian ini,” tandasnya.
Malam itu, penampilan garapan tari energik, inovatif menghibur oleh Sanggar Gumiart diiringi gamelan Gong Suling Ngapat.
Ngapat merupakan sebuah karya yang terinspirasi dari sasih kapat (musim semi) dimana bunga-bunga sedang bermekaran.
Pada musim inilah para seniman dan pujangga mendekatkan diri pada alam untuk melahirkan karya seni yang bermutu.