Berita Bali

Komunitas Masyarakat Sipil Bali Khawatir Pasal RKUHP Ini Bisa Lumpuhkan Kunjungan Wisatawan

Komunitas Masyarakat Sipil Bali khawatir Pasal RKUHP ini bisa lumpuhkan kunjungan wisatawan.

Istimewa
Komunitas Masyarakat Sipil Bali melakukan pembahasan dan pernyataan sikap bersama menyikapi RKUHP. Komunitas Masyarakat Sipil Bali khawatir Pasal RKUHP ini bisa lumpuhkan kunjungan wisatawan. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Komunitas Masyarakat Sipil Bali menyuarakan respons atas Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dinilai terlalu menjurus ke ranah pribadi.

Sedikitnya ada sebanyak 17 komunitas, yayasan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang terang-terangan menyatakan sikap perlunya perubahan sebelum pengesahan RKUHP oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Komunitas Masyarakat Sipil Bali menilai bahwa RKUHP berpotensi membuka peluang pelanggaran masalah pribadi dan menghambat upaya penanggulangan HIV AIDS.

Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) segera dibahas di DPR RI setelah draftnya disiapkan oleh pemerintah dan sempat tertunda karena perpanjangan sosialisasinya kepada masyarakat.

Namun demikian, peluang untuk dilakukannya perubahan mestinya harus tetap dibuka sehingga masyarakat yang belum terakomodasi aspirasinya masih memiliki harapan akan RKUHP yang lebih baik.

Terkait hal tersebut, Komunitas masyarakat sipil di Bali yang antara lain terdri dari kalangan pariwisata, pekerja sosial serta aktivis penanggulangan HIV-AIDS memberikan catatan dan penekanan.

Dalam pernyataan bersama mereka menyerukan, pertama, RKUHP mestinya menekankan perhatian pada masalah-masalah publik dimana terdapat potensi tindak pidana yang merugikan kepentingan publik.

RKUHP tak selayaknya mengatur hubungan-hubungan antar pribadi yang berpotensi menimbulkan kriminalisasi.

Hal ini khususnya terkait pada pasal 413 tentang perzinaan dan pasal 414 tentang Kohabitasi (Hidup Bersama).

Baca juga: Tanggapan Sejumlah Hotel di Bali Mengenai RKUHP Terkait Check In Harus Pasangan Sah

Meskipun kemudian dinyatakan bahwa penerapan pasal pidana hanya bila ada pengaduan, namun dikhawatirkan kemudian terjadi aturan-aturan turunan dengan alasan untuk pencegahan perzinaan atau kohabitasi.

Dalam konteks pariwisata, pasal tersebut berpotensi merugikan dunia pariwisata karena mengesankan Indonesia pada umumnya dan khususnya Bali sebagai daerah yang terlalu banyak mencampuri urusan pribadi.

Selain itu, terdapat pula potensi pelanggaran kode etik pariwisata yang menjadi standar pariwisata secara global.

Karena itu, Komunitas Masyarakat Sipil Bali pada dasarnya menolak pasal tersebut.

Jika pun tetap akan ditetapkan, Komunitas Masyarakat Sipil Bali meminta penegasan, tidak boleh ada aturan turunan atau yang terkait/dikaitkan yang dibuat dengan alasan pencegahan perzinaan sehingga semakin memasuki wilayah pribadi, termasuk wilayah pribadi wisatawan.

Misalnya, aturan bahwa orang menginap di satu hotel harus menunjukkan surat nikah.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved