Sponsored Content
Revitalisasi Bahasa Daerah, Balai Bahasa Gandeng Pemerintah dan Pakar di Bali
Balai Bahasa Provinsi Bali menggelar rapat koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan pakar dalam rangka revitalisasi bahasa daerah tahun 2023.
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Putu Kartika Viktriani
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Balai Bahasa Provinsi Bali menggelar rapat koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan pakar dalam rangka revitalisasi bahasa daerah tahun 2023, di Seres Hotel & Resort Ubud dari 16 sampai 18 Maret 2023.
Ini merupakan salah satu program Balai Bahasa Provinsi Bali dalam melestarikan dan menghidupkan kembali bahasa daerah yang kian terdegrasi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Rapat yang berlangsung berhari-hari itu, menghadirkan tokoh pakar dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Bali yang memiliki tupoksi dalam bidang budaya dan bahasa. Salah satunya adalah Dinas Pendidikan.
Dimana dalam hal ini, Disdik diminta agar memasukan bahasa daerah dalam berbagai aktivitas pendidikan.
Sebab revitalisasi bahasa daerah akan lebih tepat jika ditujukan pada usia sekolah.
Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Drs Imam Budi Utomo, M.Hum dalam bincang dengan awak media, Sabtu 18 Maret 2023 mengungkapkan, per tahun 2019 pihaknya mendata di Indonesia ada sebanyak 718 bahasa daerah.
Dengan demikian, Indonesia barada di peringkat nomer 2 sebagai negara yang memiliki ragam bahasa setelah Papua Nugini.
Namun menurut UNESCO, kata Imam, kondisi bahasa daerah di dunia cukup memperihatinkan.
Baca juga: Lontar Aksara Bali Akan Didaftarkan ke Unesco
Sebab dalam kurun waktu 30 tahun, sedikitnya ada 200 bahasa yang telah punah. Hal ini juga terjadi di tanah air.
"Dalam 30 tahun terakhir, tidak kurang dari 200 bahasa yang sudah punah. Tak digunakannya bahasa ibu itu karena globalisasi. Ini juga terjadi di Indonesia. Di Bali masih bagus, masih digunakan. Tapi di luar, sudah tak baik-baik saja. Namun bahasa bali pun, kualitasnya menurun," ujarnya.
Menurut Imam, penyebab terdegradasinya bahasa daerah di Indonesia disebabkan empat hal, yaitu;
1. Sikap bahasa
2. Perpindahan penduduk
3. Personal (kawin silang misalnya)
4. Globalisasi
"Tantangan 2,3, 4 tak bisa dicegah. Tapi yang bisa kita intervensi adalah nomer 1. Caranya, anak-anak diajak belajar bahasa daerah dengan tujuan bahasa daerah adalah sesuatu yang wao. Bukan sesuatu yang udik, kuno. Karena itu, kita harus mengubah pola pikir anak-anak," ujarnya.
Kepala Balai Bahasa Provinsi Bali, Valentina Lovina Tanate, M.Hum mengatakan, rapat koorinasi dengan Pemprov Bali ini dilakukan agar pelestarian bahasa daerah Bali bisa sukses.
"Kami undang Dinas Pendidikan juga, karena revitalisasi bahasa daerah di Bali akan menyasar anak-anak sekolah. Sebab pelindungan bahasa ini harus dilakukan sejak usia dini," ujarnya.
Pihaknya pun akan gencar melakukan gerakan untuk menghilangkan stigma bahasa daerah itu udik atau kampungan.
"Soal bahasa daerah itu dibilang udik, kami saat ini melibatkan duta bahasa dalam membuat konten terkait bahasa daerah, konten yang menarik minat anak-anak belajar bahasa daerah. Kita maksimalkan media sosial," tandasnya.
(*)