Berita Tabanan
Ini Asal Usul Nama Tabanan dan Singasana Yang Akan Jadi Nama Ibu Kota
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tabanan menyetujui nama ibu kota Tabanan, menjadi Singasana.
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Fenty Lilian Ariani
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tabanan menyetujui nama ibu kota Tabanan, menjadi Singasana.
Atas hal ini, kemudian rekomendasi dikeluarkan usai rapat internal yang dilakukan beberapa hari lalu.
Dari penelusuran ada asal usul yang melekat antara Tabanan dan Singasana itu sendiri.
Dari data yang dihimpun Tribun Bali, dalam surat pengantar untuk persetujuan Pemkab Tabanan pada DPRD Tabanan, setebal 49 halaman itu dijelaskan asal usul Kabupaten Tabanan.
Asal-Usul Nama Tabanan dan Singasana
Tabanan dan Singasana merupakan dua nama atau istilah, ibarat dua sisi mata uang, yang tidak dapat dipisahkan.
Tabanan dan Singasana dibahas secara berdampingan dan sekaligus bersamaaan sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh.
Dengan demikian, Tabanan akan mengindikasikan Singasana dan sebaliknya Singasana senantiasa mengindikasikan Tabanan.
Nama Tabanan diperkirakan berasal dari kata taban yang berarti balai-balai yang biasanya dibuat dari kayu atau bambu.
Dalam bentuk kata kerja aktif, naban dapat berarti rata, mendatar seperti balai-balai.
Ada kemungkinan kata taban yang berarti datar atau landai itulah mengalami perkembangan makna menjadi kata Tabanan yang semula berarti sebuah bangunan puri yang dibangun di atas tanah yang telah dilandaikan, didatarkan, diratakan terlebih dahulu.
Dalam dokumen itu, hal itu sejalan dengan peristiwa Arya Kenceng membangun istana di Pucangan (sekarang bernama Buahan), atas salah satu alasan, yakni kelandaian wilayah tersebut, di samping alasan kesuburan dan adanya sumber air yang mencukupi.
Arya Kenceng, merupakan putra Arya Damar, diangkat sebagai Anglurah Tabanan pada tahun 1352 bersamaan dengan dinobatkannya Dalem Sri Kresna Kapakisan sebagai raja Bali, setelah Bali berhasil ditaklukkan Majapahit.
Jika demikian halnya, maka nama Tabanan sudah ditemukan pada masa Bali Pertengahan (abad ke-14).
Nama Tabanan juga digunakan dalam gelar raja oleh Sri Magadanatha, putra kedua Arya Notor Waringin, Raja Pucangan, dengan gelar abhiseka Siràrya Ngurah Tabanan.
Kata singhàsana berarti singgasana, tempat duduk raja dalam tandu (pavilyun, kereta perang) (Zoetmulder dan S.O Robson, 1995: 1097).
Kata taban dalam bahasa Bali yang berarti balai-balai memiliki padanan arti dengan kata singhàsana dalam bahasa Jawa Kuno.
Sebagaimana diketahui bahwa bahasa Jawa Kuno yang di Bali lazim dikenal dengan sebutan bahasa Kawi, memiliki kekuatan mistik primordial dalam segala macam ritual dan praktik religius masyarakat Bali, termasuk masyarakat Tabanan.
Penggunaan bahasa Jawa Kuna/Kawi dalam sebuah ritual verbal adalah untuk mengukuhkan makna tradisional dan menjamin adanya kohesi kultural.
Maka dari itu, bahasa Jawa Kuno/Kawi banyak diserap ke dalam bahasa Bali.
Seiring dengan itu, kata singhàsana dalam bahasa Jawa Kuno diserap ke dalam bahasa Bali menjadi kata singasana yang juga berarti singgasana (Tim Penyusun Kamus Bali- Indonesia, 2017:663).
Sumber-sumber referensi tradisional yang masih eksis hingga saat ini, antara lain
Babad Tabanan, Pamancangah Tabanan, Prasasti Tabanan, Babad Arya Kenceng, Babad Ratu Tabanan, Babad Arya Tabanan menjelaskan bahwa Siràrya Ngurah Tabanan mendapat petunjuk gaib agar membangun puri di sebuah tempat yang ditandai dengan kepulan asap yang berasal dari sebuah sumur sakti.
Tempat itu berada di wilayah tempat tinggal (pasraman) seorang rohaniwan sakti bernama Ki Dukuh Sakti.
Namun, tempat tersebut dalam keadaan bertebing-tebing. Karena itu, tempat tersebut dilandaikan (dalam bahasa Bali: katabanang) terlebih dulu agar mudah dibangun puri.
Setelah tempat itu landai, rata, mendatar (dalam bahasa Bali: naban), maka di tempat itulah kemudian Siràrya Ngurah Tabanan membangun puri yang diberi nama Puri Agung Tabanan, dengan Ibu Kota Kerajaan bernama Singasana.
Atas jasa pembangunan puri tersebut, kemudian Siràrya Ngurah Tabanan dijuluki Bhatara Wangun Graha (Tim Penyusun Sejarah Tabanan, 2010:144).
Siràya Ngurah Tabanan mempunyai seorang putra dari permaisuri pertama bernama Siràrya Ngurah Langwang. Siràrya Ngurah Tabanan menyerahkan tahta pemerintahan di Puri Agung Tabanan kepada Siràrya Ngurah Langwang.
Setelah dinobatkan sebagai Raja Puri Agung Tabanan, Siràrya Ngurah Langwang bergelar Prabu Singasana.
Konon pada masa pemerintahan Prabu Singasana, keadaan kerajaan Tabanan sangat damai, tenteram, dan rakyat hidup dengan makmur.
Gelar dinasti singasana kemudian diteruskan oleh keturunan Siràrya Ngurah Tabanan, mulai dari putra Siràrya Ngurah Langwang Prabu Singasana, yakni Sang Natheng Singasana, yang juga dijuluki Prabu Winaluwan atau Bhatara Mur Makules; Da Gusti Nisweng Panida Prabu Singasana; Ki Gusti Alit Dauh alias Sri Magadasakti Ratu Singasana; Da Cokorda Tabanan, Ratu Singasana atau Bhatara Lepas Pamade; Da Cokorda Ngurah Sekar Ratu Singasana; Da Cokorda Ngurah Made Rai Ratu Singasana; Da Cokorda Panebel, Da Cokorda Rai Ratu Singasana; Bhatara Cokorda Sirarya Ngurah Agung Anglurah Tabanan, Raja Singasana alias Bhatara Ngluhur (Tim Penyusun Sejarah Tabanan, 2010:146).
Ketua Komisi I DPRD Tabanan, I Putu Eka Putra Nurcahyadi perubahan nama ibu kota Tabanan yang baru, Singasana, akan disahkan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP).
Itu memang sesuai dengan usulan atau rekomendasi yang diberikan pihaknya bersamaan dengan 100 komponen masyarakat lainnya.
Kemudian, rekomendasi DPRD Tabanan akan dijadikan sebagai bahan usulan ke Depdagri.
Untuk wilayah ibu kota Singasana meliputi tiga desa dinas di Kecamatan Tabanan saat ini.
Yakni Desa Dajan Peken, Dauh Peken, Delod Peken, dan perbatasannya Tukad Yeh Panahan.
“Nanti wilayahnya di Desa Dajan Peken, Dauh Peken, Delod Peken dan perbatasannya di Tukad Yeh Panahan,” ucapnya beberapa hari lalu.
Sebelumnya, Komisi I DPRD Tabanan dan Pemkab setempat kembali menggelar rapat kerja untuk membahas rekomendasi perubahan nama ibu kota Tabanan.
Perubahan nama ibu kota Tabanan yang baru, Singasana, diharapkan Eka Nurcahyadi, nantinya akan lebih diperkenalkan lagi ke masyarakat, khususnya dari sisi kesejarahan.
"Dalam setiap agenda-agenda pemda sehingga masyarakat memahami ini spiritnya perubahan nama ibu kota," bebernya. (*).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.