Berita Tabanan
Larangan Pendakian Gunung, Bendesa Adat Wongaya Gede: Kami Tak Sependapat dengan Larangan Tersebut
Larangan Pendakian Gunung, Bendesa Adat Wongaya Gede: Kami Tak Sependapat dengan Larangan Tersebut
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Fenty Lilian Ariani
Misalnya, ketika seorang pendaki akan melakukan pendakian ke puncak Batukaru, maka ada regulasi yang jelas.
“Kalau di Batukaru kami ada beberapa poin. Lima poin kalau tidak salah,” tegasnya.
Sucipto mengaku, bahwa dirinya tidak pernah melakukan pelarangan.
Tapi regulasi jelas sudah diterbitkan.
Regulasi contoh, ketika tamu masuk, asal usul dari mana identitas maka akan dipegang.
Kemudian, mereka wisman atau Wisdom wajib menggunakan pemandu. Hal ini dilakukan, bukan untuk semata-mata mendapat keuntungan.
Namun, pemandu yang akan bertanggungjawab atas setiap tindakan dari wisatawan.
“Nah setelah itu kita juga mengecek, barang bawaan mereka. Apa yang mereka bawa. Contoh, kalau naik dengan ketinggian sepeti itu (2000 mdpl lebih) membawa 10 botol air plastik mineral. Maka pulang harus dengan 10 botol itu. Kalau tidak mempergunakan pemandu maka kami tidak akan berikan (pendakian),” paparnya.
Tidak memberikan ijin pendakian tanpa pemandu itu, sambungnya, adalah untuk antisipasi tanggungjawab penjagaan wilayah suci dan juga keselamatan pendaki.
Sejatinya, dirinya setuju menjaga kawasan suci.
Namun, regulasi harus diterbitkan.
Bukan melarang. Karena sudah dua tahun pihaknya meminta regulasi itu kepada pemerintah Provinsi hingga kabupaten.
Karena sejak kebakaran pura batukaru oleh ulah umat, pihaknya sudah mengkaji dan mempelajari apa sesungguhnya yang harus dilakukan.
“Tidak bisa loh membuat peraturan yang semata-mata. Karena yang menindak itu siapa? Kalau menjaga sesuatu Gunung sebesar itu, tanpa mengeluarkan biaya itu nonsense (omong kosong,red),” bebernya. (*).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.