Berita Buleleng

Buleleng Gunakan Metode Wolbacia Tangani DBD

Buleleng menjadi kabupaten penyumbang kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) tertinggi di Bali.

Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Fenty Lilian Ariani
Ratu Ayu Astri Desiani
Sosialisasi penanganan DBD dengan metode Wolbacia, Selasa (4/7) sore. Metode ini akan digunakan pemerintah untuk penanganan DBD di Buleleng dan Denpasar 

TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Buleleng menjadi kabupaten penyumbang kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) tertinggi di Bali.

Sejak Januari hingga Juni saja, tercatat sudah ada 616 orang yang terkena DBD. Pemerintah pun akan menggunakan metode baru dalam menekan kasus DBD ini, yakni dengan menggunakan metode Wolbacia.

Anggota Komisi IX DPR RI, I Ketut Kariyasa mengatakan, pengendalian DBD dengan metode Wolbacia ini dilakukan bekerjasama dengan World Mosquito Program (WMP).

Anggaran yang digunakan bukan berasal dari APBN maupun APBD. Melainkan disponsori oleh pemerintah Australia dan Gillespie Family Foundation. 

Metode Wolbacia kata Kariyasa pernah diterapkan di Kabupaten Bantul, dan berhasil menekan kasus DBD hingga 77 persen.

Untuk itu, di Bali metode ini akan dilakukan khusus untuk daerah Buleleng dan Denpasar.

Pasalnya, metode yang sebelumnya sering dilakukan yakni 3M (Menguras, Mengubur dan Menutup) Plus (menanam tanaman penghusir nyamuk) hingga fogging dinilai kurang efektif dalam menekan kasus DBD. 

"Kasus DBD di Bali selalu tinggi, khususnya di Buleleng. Bali ini daerah pariwisata, sangat tergantung dengan keamanan dan kesehatan. Jadi ini harus menjadi perhatian serius, kami akan coba kendalikan DBD dengan metode baru ini (Wolbacia,red)," terangnya. 

Wolbacia kata Kariyasa adalah bakteri alami yang terdapat di 50 persen serangga seperti lalat buah, lebah dan kupu-kupu.

Baca juga: Tak Puas dengan Penampilannya, Bek Anyar Persib Bandung Bertekad Habis-Habisan Hadapi Arema FC

Wolbacia kemudian dimasukan kedalam nyamuk aedes aegypti, sehingga wolbacia ini dapat menghambat perkembangan virus dengue di dalam tubuh nyamuk."Sangat ramah lingkungan, karena bakterinya diambil dari alam," terangnya.

Penanggulangan DBD dengan metode Wolbacia ini akan mulai dilakukan pada November mendatang. Ada sebanyak 10 juta nyamuk aedes aegypti yang mengandung wolbacia, yang akan diproduksi setiap minggunya di sebuah Laboratorium yang ada di Denpasar. 

"Nyamuk aedes aegypti yang mengandung wolbacia nanti akan disebarkan di seluruh kecamatan di Buleleng selama 10 hingga 20 minggu. Nyamuk ber-wolbacia akan kawin dengan nyamuk ades aegypti yang ada di wilayah setempat, sehingga nantinya bisa menghasilkan keturunan yang ber-wolbacia. Sementara apabila nyamuk ber-wolbacia menggigit orang yang terkena DBD, tidak akan mentransfer virus DBD ke orang lain," jelas Kariyasa. 

Kariyasa pun berharap, masyarakat dapat mendukung metode ini, agar kasus DBD bisa ditekan. Pihaknya akan bekerjasama dengan Universitas Udayana untuk mengukur tingkat keberhasilannya nanti. 

Sementara Kepala Dinas Kesehatan Buleleng, dr Sucipto mengatakan, kasus DBD di Buleleng masih tinggi. Sejak Januari hingga Juni kasusnya mencapai 616.

Ia pun berharap metode ini efektif dalam menekan kasus DBD di Buleleng.

"Kami sangat antusias dengan program ini, karena kasus DBD di Buleleng masih tinggi. Semoga metode ini berhasil dan menekan kasus DBD di Buleleng," tandasnya. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved