Sponsored Content
STAHN Mpu Kuturan Tampilkan Ladrak di PKB Kolaborasikan Wayang Kulit, Dramatari dan Bondres
STAHN Mpu Kuturan Tampilkan Ladrak di PKB Kolaborasikan Wayang Kulit, Dramatari dan Bondres
Penulis: Ratu Ayu Astri Desiani | Editor: Fenty Lilian Ariani
TRIBUN-BALI.COM - STAHN Mpu Kuturan Singaraja tampil perdana di Pesta Kesenian Bali XLV pada Senin (10/7) siang. Pada pementasan kali ini, tim kesenian STAHN Mpu Kuturan menampilkan Lawak Drama Kreatif atau Ladrak dengan kolaborasi antara seni Wayang Kulit, Bondres, Drama Tari yang berjudul Kapu-Kapu.Pementasan dilakukan pukul 14.00 Wita di kalangan Angsoka, Kawasan Art Centre, Denpasar. Pementasan ini melibatkan puluhan seniman yang merupakan gabungan dari mahasiswa dan dosen.
Pementasandiawali dengan Tari Baris Tri Murti, Tari Rejang Saluang, dan Tari Pendet Pemendak. Kemudian dilanjutkan dengan pementasan kesenian Ladrak yakni Wayang Kulit, Bondres dan Drama Tari.
Garapan yang dikoordinatori oleh Nyoman Suardika, S.Ag, M.Fil.H ini mengisahkan perjalanan Mpu Kuturan yang berasal dari Jawa menyeberang ke tanah Bali menggunakan daun “kapu-kapu” dengan layar daun “teep” hingga tiba di Desa Padang. Masyarakat Desa Padang (Padangbai sekarang) yang tidak mengenal Mpu Kuturan sempat menolak kehadiran beliau.
Mpu Kuturan menyampaikan tujuannya datang ke Bali yaitu ingin mendirikan Pasraman sebagai tempat masyarakat mempelajari pengetahuan mengenai sastra agama Hindu. Tujuan tersebut kemudian disambut baik oleh masyarakat.
Ajaran-ajaran Mpu Kuturan dalam bentuk Usada, Asta Kosala, Subak, dan yang lainnya menjadi tuntunan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat Hindu Bali. Suatu hari, masyarakat Desa Padang yang bermata pencaharian sebagai nelayan berlayar ke laut menangkap ikan.
Namun, tiba-tiba ombak besar menyapu para nelayan. Banyak nelayan yang tenggelam dan menderita sakit. Kemudian masyarakat meminta petunjuk kepada Mpu Kuturan terkait bencana tersebut.
Masyarakat nelayan Desa Padang diminta menggelar upacara pakelem yang ditujukan kepada Dewa Waruna sebagai wujud rasa terima kasih atas hasil laut yang melimpah serta tidak lupa menjaga kebersihan dan kelestarian biota laut.
Mpu Kuturan pun menyampaikan pentingnya pengetahuan wariga untuk menentukan hari baik di dalam melakukan pekerjaan khususnya sebagai nelayan. Tujuannya untuk menjaga keharmonisan. Terlebih, laut adalah sebagai sumber kehidupan.
Setelah peristiwa itulah masyarakat mulai sadar, bahwa jika laut tidak hanya sebagai sumber kehidupan. Tetapi juga harus harmoni, sehingga solusinya adalah melaksanakan upacara yadnya sebagai simbol penghormatan.
Baca juga: Buka FGD Bidang Pendidikan, Asisten Administrasi Cok Raka Darmawan Sebut Badung Pelu Punya RIPP
Dikatakan Suardika kesenian Ladrak ini pertamakalinya pentas sebagai hasil Garapan di PKB. “Kalau di Jawa ada kesenian Ludruk, maka di Buleleng ada kesenian Ladrak. Ini sifatnya kolaboratif. Dan sesuai dengan tema PKB tahun 2023 yakni Segara Kerthi,” kata Suardika.
Ia menyebut, yang membedakan garapan Ladrak ini adalah kolaborasi antara Wayang, Seni Tari dan Dramanya. “Wayang langsung ada dalangnya, ada seni tarinya. Sekarang pemainnya langsung bisa berdialog dan berkolaborasi,” ungkapnya
Sementara itu, Prof. Dr. Putu Gede Parmajaya, M.Pd selaku penata tabuh bersama Kadek Anggara Rismandika menjelaskan pementasan Ladrak ini menjadi tantangan tersendiri. Pasalnya, pementasan ini memadukan seni tari, wayang dan drama serta bebondresan.
Tari yang dipentaskan juga sebgai ikon STAHN Mpu Kuturan. Yakni Tarian Pendet Pemendak, Rejang Saluang dan Baris Tri Murti. Potensi ini digembleng di UKM, baik tari, tabuh, teater yang dijadikan satu paket pementasan.
“Persiapan memang cukup singkat, kami sebagai penggarap mendapatkan waktu sekitar 3 minggu. Penabuh yang dilibatkan juga tidak selengkap seperti pementasan biasa. Mungkin Sebagian dari penabuh yang kita punya. Total penabuh yang dilibatkan sebanyak 25 orang,” jelasnya.
Selain itu STAH Mpu Kuturan juga menampilkan wayang kulit dengan tokoh Kopang Kopeng sebagai tokoh bali mula. Pementasan wayang kulit yang dimainkan oleh Jro Dalang Putu Ardiyasa.
Dalam pementasan itu erat kaitannya dengan tema Segara Kerthi, yang mengambarkan bahwa tokoh Kopang Kopeng sebagai tokoh Bali Mula pegunungan yang digambarkan tidak paham cara menangkap ikan, tetapi ingin hidup di pesisir. Dari pementasan itu, ada pesan dan kritik yang disampaikan dikaitkan dengan Segara Kerti. Bahwa apa yang dilakukan saat ini tidak hanya sebuah ritus, bagaimana ekosistem segara bisa saling menghidupi. (*)