Berita Nasional

Nikah Beda Agama Tak Tercatat di Dukcapil, Imbas Keluarnya SE Mahkamah Agung, MUI Apresiasi

MUI mendukung langkah Mahkamah Agung (MA) yang menerbitkan aturan tentang larangan pencatatan pernikahan beda agama.

Pixabay
Ilustrasi -Majelis Ulama Indonesia atau MUI mendukung langkah Mahkamah Agung (MA) yang menerbitkan aturan tentang larangan pencatatan pernikahan beda agama. Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengapresiasi hal itu. Menurut dia, penerbitan Surat Edaran MA (SEMA) ini sangat tepat untuk memberikan kepastian hukum dalam perkawinan dan upaya menutup celah bagi pelaku perkawinan antar agama yang selama ini bermain-main dan berusaha mengakali hukum. 

TRIBUN-BALI.COM  - Majelis Ulama Indonesia atau MUI mendukung langkah Mahkamah Agung (MA) yang menerbitkan aturan tentang larangan pencatatan pernikahan beda agama.

Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengapresiasi hal itu.

Menurut dia, penerbitan Surat Edaran MA (SEMA) ini sangat tepat untuk memberikan kepastian hukum dalam perkawinan dan upaya menutup celah bagi pelaku perkawinan antar agama yang selama ini bermain-main dan berusaha mengakali hukum.

"Aturan ini wajib ditaati semua pihak, terutama bagi hakim yang selama ini tidak paham atau pura-pura tidak paham terhadap hukum perkawinan," ujar Niam di Jakarta yang dikutip Rabu (19/7).

Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini menjelaskan, UU Perkawinan sangat jelas menggambarkan bahwa perkawinan itu sah jika dilaksanakan sesuai dengan ajaran agama.

"Dengan demikian, peristiwa pernikahan itu pada hakekatnya adalah peristiwa keagamaan," ujar dia.

Ia menuturkan, pencatatan perkawinan itu merupakan wilayah administratif sebagai bukti keabsahan pernikahan. "Kalau dalam Islam menyatakan perkawinan beda agama tidak sah, maka tidak mungkin bisa dicatatkan," tegas profesor bidang fikih ini.

Ilustrasi -
Ilustrasi pernikahan beda agama (freepik)

Niam memaparkan, selama ini ada saja orang yang mengakali hukum dengan mengajukan penetapan putusan pengadilan, dengan dalih UU Administrasi Kependudukan memberi ruang. Sementara pada Pasal 2 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974 secara jelas mengatur "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu".

Selanjutnya, Pasal 8 huruf f UU Perkawinan mengatur larangan perkawinan antara dua orang yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang nikah. Dan dalam Islam, perkawinan beda agama itu terlarang.

"Jadi tidak ada celah untuk praktik pernikahan beda agama. Islam mengharamkan, dan UU melarang. SE ini menegaskan larangan tersebut untuk dijadikan panduan hakim. Karenanya pelaku, fasilitator, dan penganjur nikah beda agama adalah melanggar hukum," tegas Niam.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Sobandi saat dikonfirmasi mengenai SEMA tersebut membenarkan. Kata Sobandi SEMA yang ditandatangani Ketua MA Muhammad Syarifuddin tersebut bertujuan memberikan kepastian dan kesatuan penerapan hukum antar-umat berbeda agama.

Melalui SEMA, para hakim diminta untuk berpedoman pada ketentuan yang berlaku. Pertama, pernikahan yang sah adalah yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Oleh karena itu, pengadilan diminta untuk tidak mengabulkan permohonan pencatatan pernikahan antarumat yang berbeda agama dan kepercayaan. SEMA No 2 Tahun 2023 turut ditembuskan kepada Wakil Ketua MA Bidang Yudisial, Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial, para Ketua Kamar MA, serta pejabat eselon 1 di lingkungan MA.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri) Teguh Setyabudi pun buka suara terkait larangan MA mengabulkan permohonan nikah beda agama tersebut. Menurut dia, Pasal 35 huruf a UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menjelaskan, pencatatan pernikahan berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan pengadilan.

Sementara itu, perkawinan yang ditetapkan pengadilan adalah pernikahan yang dilakukan antarumat berbeda agama dan keyakinan. "Artinya, perkawinan beda agama tidak dapat dicatatkan, kecuali ada penetapan pengadilan," kata Teguh.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved