Pujawali Pura Dalem Kahyangan Kedaton
Ngerebeg di Pujawali Pura Dalem Kahyangan Kedaton Bali, Usai Puja-puji, Dilanjutkan Pamedek Niskala
Pujawali Pura Dalem Kahyangan Kedaton, digelar pukul 13.00 Wita hingga pukul 19.00 Wita.
Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Pujawali Pura Dalem Kahyangan Kedaton jatuh pada Anggara Kasih Medangsia, Selasa Kliwon (22 Agustus 2023).
Ribuan pamedek datang merayakan Pujawali itu tepat di areal DTW Alas Kedaton, dengan diiringi parade gebogan.
Yang menarik dari Pujawali ini ialah tradisi ngerebek, yang akan digelar menjelang penutupan Pujawali.
Bendesa Adat Kukuh, I Gusti Ngurah Artha Wijaya mengatakan, Pujawali ini digelar pukul 13.00 Wita hingga pukul 19.00 Wita.
Baca juga: Ada Makhluk Gaib Dipercaya Ikut Dalam Pujawali Pura Dalem Kahyangan Kedaton Tabanan, Simak Beritanya
Tidak dilakukan pada saat malam karena sesuai kepercayaan dari masyarakat, bahwa seusai puja-puji yang dilakukan oleh pamedek 12 banjar adat di Desa Adat Kukuh, maka akan ada pamedek niskala, atau gaib yang juga menyelenggarakan Pujawali.
“Kita tidak sampai larut malam. Karena memang ada kepercayaan bahwa akan ada upacara yang digelar oleh pamedek secara niskalanya,” ucapnya.
Gusti Ngurah mengaku, keunikan inilah yang memang ada di Pura Dalem Kahyangan Kedaton ini. Selain juga tradisi ngerebek.
Konsep keunikan pujawali, itu biasa disebut sandi kala atau harus selesai di saat pergantian siang ke malam.
Atau biasa disebut penangkilan alam gaib. Dan yang menjadi keunikan lain ialah tradisi ngerebek. Atau bisa diartikan gereget.
“Ngerebek itu ngiter (memutari) pura sebanyak tiga kali. Ngerebek dari kanan ke kiri. Ngerebek, biasanya dilakukan banjar penanggap. Dari 12 banjar itu digilir untuk melaksanakan tradisi ini. Dan itu diikuti semua krama dari muda hingga tua,” jelasnya.
Untuk Kahyangan Kedaton, sambungnya, yang berstana ialah Siwa.
Dan keunikan lainnya ialah Konsep Pura Tri Mandala.
Di mana biasanya utama mandala lebih tinggi dari pada madya.
Namun di Pura Dalem Kedaton sebaliknya.
Karena di Pura ini identik lingga yoni yang sangat erat dengan Dewa Siwa.
“Dan di pura ini memang tidak diperbolehkan untuk menggunakan hal yang panas. Seperti pasepan dan dupa. Ini juga yang diyakini dan memang karena dekat dengan alas (hutan) maka itu tidak diperbolehkan. Dan hanya menggunakan don biu tunjung emas,” ungkapnya.
Dalam pujawali, sambungnya, juga menggunakan tradisi gebogan.
Di mana tidak terlalu tinggi penggunaan gebogan karena memang ada dua banjar yakni Tegal dan Batangwangi yang letaknya cukup jauh.
Jadi perkiraan hanya 10 centimeter penggunaan gebogannya.
“Jadi tradisi ngerebek itu dilakukan atau dimaksudkan sebagai tradisi greget dengan suka cita yang mendalam memperingati pujawali di Pura Dalem Kedaton ini,” bebernya.

Untuk rangkaian upacara Pujawali sendiri, dimulai dengan Mepekeling dengan sarana Upakara Pejati.
Kemudian, persiapan perlengkapan upacaranya.
Dilanjutkan Ngebijiang, Negteg, Ngaturang Pujawali, Mapeed dari 12 banjar adat, Ngerebeg, Pependetan dan Kincang Kincung, Ngelebar dan Puput.
Manager DTW Alas Kedaton, Wayan Sudarma mengaku, selain Pujawali untuk DTW Alas Kedaton akan dilakukan pembenahan.
Rencana ada perbaikan menambah patung dan kekinian menyediakan spot foto dan sarana prasarana lain sebagainya.
Dan yang masih menjadi PR ialah sisi pendanaan yang belum ada.
“Kami juga akan mencoba untuk bekerjasama dengan pihak ketiga. Tapi rencananya memang harus ada pembenahan,” jelasnya.
Sementara terkait kunjungan. Setiap hari rata-rata kunjungan ialah sekitar 100 hingga 150 orang ke DTW Alas Kedaton. (i made ardhiangga ismayana)
Kumpulan Artikel Tabanan
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.