Seni Budaya

Tak Sekadar Pelukis, Made Wianta Gaungkan Gerakan Budaya, Sang Istri Ceritakan Kisah Karya Kaligrafi

Sudakara ArtSpace berkolaborasi dengan keluarga mendiang Made Wianta, menghadirkan pameran lukisan kolaborasi 'Whispering Calligraphy

Istimewa
Intan Kirana Wianta (kanan) dan Buratwangi Wianta (kiri) berdiri di lukisan kaligrafi Made Wianta di Sudakara ArtSpace, Sudamala, Sanur, Denpasar. 

TRIBUN-BALI.COM - Sudakara ArtSpace berkolaborasi dengan keluarga mendiang Made Wianta, menghadirkan pameran lukisan kolaborasi 'Whispering Calligraphy', yang berlangsung dari tanggal 28 Agustus hingga 30 September 2023, di Sudakara ArtSpace, Sudamala Resort, Sanur.

Made Wianta merupakan salah satu pelukis kebanggaan Bali dan Indonesia. Karya kaligrafi Made Wianta dengan teknik brush struck, dan cipratan warna-warna yang menakjubkan terlihat sangat kompromi ketika membangun ruang dalam medium dua dimensi.

Huruf-huruf kanji Jepang, katagana hiragana, adalah mula inspirasi yang tidak bisa dipisahkan.

Sebagai spirit asia, Made Wianta seolah merasa terpanggil untuk mengolah keindahan kaligrafi Jepang dalam sebentuk karya seni rupa.

Baca juga: Stok Beras 1,6 Juta Ton! Bulog: Jangan Ada Isu Persediaan Kurang!

Baca juga: Hangit Tercium Saat Desak Khusuk Muspa! 3 Kamar Ludes Terbakar, Kerugian Rp 700 Juta di Dusun Pakel

Sudakara ArtSpace berkolaborasi dengan keluarga mendiang Made Wianta, menghadirkan pameran lukisan kolaborasi 'Whispering Calligraphy', yang berlangsung dari tanggal 28 Agustus hingga 30 September 2023, di Sudakara ArtSpace, Sudamala Resort, Sanur.
Sudakara ArtSpace berkolaborasi dengan keluarga mendiang Made Wianta, menghadirkan pameran lukisan kolaborasi 'Whispering Calligraphy', yang berlangsung dari tanggal 28 Agustus hingga 30 September 2023, di Sudakara ArtSpace, Sudamala Resort, Sanur. (Istimewa)

Inspirasi terbuatnya karya 'Whispering Calligraphy' terjadi pada tahun 1985, Made Wianta berkunjung ke Fukuoka- Jepang, mendampingi Gubernur Bali, Ida Bagus Mantra dalam lawatan budaya.

Di sana Made Wianta, terkesima melihat istana Edo dengan lukisan lukisan kaligrafi Jepang.

Pada saat berkunjung ke Zen Caligrapher dan mencoba mengekspresikan kaligrafi dengan kuas, tinta dan kertas, hasilnya mendapat pujian dari Master Zen Calligrapher.

Bahkan sang master mengira Made Wianta memiliki darah Jepang. Sejak saat itu, Made Wianta melatih tangan dan konsentrasinya agar tercipta kaligrafi yang tidak hanya tulisan, tetapi lukisan.

Wianta merasa bahwa setiap huruf-huruf yang indah, bisa mengeluarkan bunyi seperti tanda-tanda dalam nada lagu.

Sehingga sebelum dia mencoretkan kuas di atas kanvas, Made Wianta selalu bermeditasi pada adukan kuas dalam tinta seperti yang diajarkan Master Zen Calligrapher.

Di saat hening itu Made Wianta mendengar bisikan kaligrafi (whispering calligraphy) seperti bisikan angin, udara, air yang kemudian menjadi ritme indah yang tertuang di kanvas dari bisikan kaligrafi.

Sudakara ArtSpace berkolaborasi dengan keluarga mendiang Made Wianta, menghadirkan pameran lukisan kolaborasi 'Whispering Calligraphy
Sudakara ArtSpace berkolaborasi dengan keluarga mendiang Made Wianta, menghadirkan pameran lukisan kolaborasi 'Whispering Calligraphy (Istimewa)

 

Pameran lukisan yang menampilkan 18 karya, dari seniman berbakat mendiang Made Wianta ini merupakan contoh nyata, di mana ketidakpahaman atas arti bahasa tidak membuat peristiwa penikmatan keindahan tulisan menjadi tidak mungkin.

Made Wianta lahir pada 20 Desember 1949, menempuh pendidikan di Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) Denpasar, berlanjut ke Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI) ‘ASRI’ yang saat ini merupakan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

Selain belajar gaya klasik wayang pada lukisan Bali di Kamasan, Klungkung, Made Wianta juga memperdalam kemampuan melukisnya di Brussels, Belgia pada sekitar tahun 1970-an.

“Sudakara merasa terhormat dapat memamerkan karya seni dari mendiang Made Wianta, karya-karya beliau diakui di dunia Internasional. Gaya lukis beliau selalu berkembang, dan bisa diterima oleh berbagai kalangan usia.

Beliau adalah sebuah inspirasi yang bisa melintas generasi, kalau dalam istilah lokal, mungkin bisa disebut ‘moksha’. Karya-karyanya masih terasa relevan hingga hari ini," kata Ricky Putra, COO of Sudamala Resort dalam siaran persnya. 

Sementara itu, Putu Suasta, Direktur Sudamala Resort, menjelaskan bahwa Made Wianta tidak hanya seorang pelukis. Budayawan ini mengatakan, bahwa mendiang adalah seseorang pahlawan gerakan kebudayaan. 

"Saya sudah kenal Made Wianta sejak lama, ia pernah menyumbangkan hasil lukisannya untuk menanggulangi HIV/AIDS di Indonesia sekitar 1993," sebutnya. Untuk itu, nilai dari sang seniman inilah yang ingin ditampilkan dalam karya-karya kaligrafi yang dipamerkan di Sudakara ArtSpace

Hal ini diakui sang istri, Intan Kirana Wianta, yang mengingat masa saat ia masih bersama mendiang berkeliling Indonesia bahkan hingga ke Amerika dan Eropa. "Bagi suami saya, kaligrafi bisa mengekspresikan emosi melalui tulisan yang indah dalam bentuk lukisan," katanya didampingi sang anak bernama Buratwangi. 

Mengenai perjuangan, ia menjelaskan bahwa Made Wianta juga pernah menggelar aksi damai dalam sebuah seni. "Beliau pernah menulis kata-kata perdamaian dalam kain sepanjang 2 meter yang diberikan nama Art and Peace, dan kemudian didukung banyak orang, seniman, budayawan, ini menjadi kenangan tersendiri bagi saya," sebutnya. (*) 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved