Seni Budaya
SLF 2025 Kembali Hadir, Angkat ‘Buda Kecapi’ sebagai Napas Sastra Kontemporer
Menginjak tahun ketiga pelaksanaannya, SLF 2025 hadir membawa semangat baru dengan tema 'Buda Kecapi'.
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Singaraja Literary Festival (SLF) kembali digelar pada 25-27 Juli 2025 di Gedong Kirtya, Singaraja. Menginjak tahun ketiga pelaksanaannya, SLF 2025 hadir membawa semangat baru dengan tema 'Buda Kecapi'.
Festival ini menjadi momen penting dalam lanskap kesusastraan regional, nasional, bahkan internasional, karena menjembatani pengetahuan lama, pengetahuan kini dan masa depan, dengan praktik kesenian kontemporer.
Direktur SLF sekaligus pendiri festival ini, Kadek Sonia Piscayanti menjelaksan, tema Buda Kecapi dipilih karena relevansinya dengan kondisi sosial hari ini. Ada luka, ada krisis identitas, ada kehilangan akar. Serta sastra yang bersumber dari warisan lokal seperti lontar.
Baca juga: LUDES Rumah Suardika & Widia Ludes Terbakar, Gara-gara TV Meledak, Akibat Korsleting Listrik
Baca juga: IKE Mengaku Menyesal, Pria Karangasem Tusuk Anak di Bawah Umur
Sonia menjelaskan, Buda Kecapi adalah salah satu naskah kuno yang tersimpan di Gedong Kirtya. Dalam teks itu tersimpan gagasan tentang kehidupan yang seimbang, relasi harmonis antara manusia dan semesta, serta nilai-nilai penyembuhan melalui seni dan kebijaksanaan lokal.
Inilah yang menjadi pijakan utama SLF 2025 untuk menggali naskah, menafsir ulang, dan mengalihwahanakan dalam bentuk baru.
"Kami merancang festival ini sebagai proses alih wahana dari teks lontar menjadi pertunjukan, karya sastra modern, bahkan film. Jadi kami tidak sekadar mengarsipkan masa lalu, tapi menghidupkannya dalam bentuk yang relevan dan bisa diterima generasi hari ini," terangnya, Selasa (22/7/2025).
Selama tiga hari, lebih dari 60 program akan digelar, mulai dari workshop prasi (lukis lontar), pelatihan menulis, diskusi, pertunjukan teater, pameran, hingga pemutaran film. SLF tahun ini juga menghadirkan ratusan penampil dan pembicara dari Indonesia dan mancanegara.
Beberapa nama besar yang turut meramaikan di antaranya, Ratih Kumala penulis novel Gadis Kretek, Dee Lestari penulis novel Aroma Karsa dan Supernova, Henry Manampiring penulis buku Filosofi Teras, Oka Rusmini penyair Bali, Sanne Breimer jurnalis budaya asal Belanda, hingga Sudeep Sen penyair peraih Wise Owl Literary Award 2025.
Lebih dari sekadar festival, SLF adalah bentuk dokumentasi, pemaknaan ulang, dan perlawanan sunyi terhadap pelupaan.
Made Adnyana Ole salah satu pendiri SLF menambahkan, kegiatan ini menjadi semacam panggung untuk suara-suara yang selama ini tidak terdengar atau sengaja dilupakan.
"Generasi muda harus tahu bahwa lontar bukan sekadar warisan, tapi cermin. Dan lewat cermin itu, kita bisa mengetahui tentang diri sendiri hari ini," ucapnya.
SLF 2025 juga didukung penuh oleh Direktorat Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan Kebudayaan, Kementerian Kebudayaan RI. Beberapa program dihadirkan, seperti Program Penguatan Festival Sastra yang bertujuan dan Manajemen Talenta Nasional (MTN) Seni Budaya.
Di SLF, MTN hadir dengan program pelatihan MTN Asah Bakat dan MTN Ikon Inspirasi bidang sastra. Tujuannya untuk menjaring, mengembangkan, dan mempromosikan talenta seni budaya Indonesia secara terstruktur dan berkelanjutan. (mer)
TARI Sakral Sanghyang Dedari Hanya Boleh Gadis Belum Mens yang Menari, Wujud Hadirnya Berkah Dewa |
![]() |
---|
JAGA Warisan Atraksi Agar Tetap Lestari, Peserta Makepung Bupati Cup 2025 Nambah, Ribuan Penonton! |
![]() |
---|
SAKRAL Tari Sanghyang Dedari dari Banjar Behu Nusa Penida, Kini Diperjuangkan Jadi Warisan Dunia! |
![]() |
---|
Karya Mamungkah Ngenteg Linggih Lan Mapadudusan Agung Merajan Tengah Griya Cucukan Klungkung Bali |
![]() |
---|
JEJAK Sang Maestro Legong & Kebyar Peliatan, Anak Agung Oka Dalem Kisahkan Perjuangan Sang Ayahanda |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.