Rebo Wekasan

Jelang Perayaan Tradisi Rebo Wekasan, Inilah Ritual Adat yang Dilakukan di Berbagai Daerah

Inilah macam-macam ritual adat yang ada di berbagai daerah di Indonesia dalam menyambut tradisi Rebo Wekasan.

Editor: Muhammad Raka Bagus Wibisono Suherman
Kompas.com/Ira Rachmawati
Warga dan nelayan Pantai Waru Doyong, Kelurahan Bulusan, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (17/12/2014), menggelar selamatan pada tradisi Rabu Pungkasan(KOMPAS.COM/IRA RACHMAWATI) 

Ada juga di Kalimantan Selatan, tradisi Rebo Wekasan disebut Arba Mustamir, yang diadakan dengan berbagai cara, seperti shalat sunah dan disertai doa tolak bala.

Asal-usul Rebo Wekasan

Dikutip dari Kompas.com, tradisi Rebo Wekasan pertama kali diadakan pada masa Wali Songo.

Kala itu, banyak ulama yang menyebutkan bahwa pada bulan Safar, Allah SWT menurunkan lebih dari 500 macam penyakit.

Sebagai antisipasi datangnya penyakit dan agar terhindar dari musibah, para ulama pun melakukan tirakatan dengan banyak beribadah dan berdoa.

Kegiatan tersebut bertujuan agar Allah menjauhkan mereka dari segala penyakit dan malapetaka yang dipercaya turun pada Rabu terakhir di bulan Safar.

Hingga kini, tradisi tersebut masih dilestarikan oleh sebagian umat Islam di Indonesia dengan sebutan Rebo Wekasan atau Rabu Pungkasan.

Kendati demikian, ada pula pendapat lain yang menyatakan bahwa tradisi Rebo Wekasan baru muncul pada awal abad XVII di Aceh, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku.

Tersedia 3 Versi Sejarah Lahirnya Rebo Wakesan

Inilah sejarah lahirnya tradisi Rebo Wakesan yang telah tertanam di sebagian masyarakat Indonesia.

Versi Pertama

Rebo Wekasan disebut sudah ada sejak 1784. Saat itu, hidup tokoh bernama Mbah Faqih Usman atau yang dikenal sebagai Kiai Wonokromo Pertama atau Kiai Welit.

Masyarakat meyakini bahwa Kiai mampu mengobati penyakit dengan metode membacakan ayat Al Quran pada segelas air dan diminumkan kepada pasien.

Kemampuan Mbah Kiai Faqih semakin menyebar, hingga terdengar oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I (HB I).

Untuk membuktikan kemampuan tersebut, Sri Sultan HB I mengutus empat prajurit untuk membawa Mbah Kiai Faqih menghadap ke keraton.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved