Rebo Wekasan

Dianggap Hari Tersial Sepanjang Tahun, Inilah Sejarah Rebo Wekasan, Tersedia 3 Versi Cerita

Simaklah berikut ini sejarah dari tradisi Rebo Wekasan yang konon katanya disebut-sebut sebagai hari tersial sepanjang tahun.

Editor: Muhammad Raka Bagus Wibisono Suherman
Pixabay
Ilustrasi umat islam berdoa. Simaklah berikut ini sejarah dari tradisi Rebo Wekasan yang konon katanya disebut-sebut sebagai hari tersial sepanjang tahun. 

TRIBUN-BALI.COM -  Simak berikut ini sejarah dari tradisi Rebo Wekasan yang disebut-sebut sebagai hari tersial sepanjang tahun.

Tidak lama lagi, khususnya masyarakat Muslim yang tinggal di Jawa, tak lama lagi mereka akan kedatangan tradisi Rebo Wekasan.

Sebagai informasi, Rebo Wekasan atau yang sering juga disebut dengan Rebo Pungkasan, adalah hari Rabu terakhir di bulan Safar pada kalender Jawa.

Jika mengacu pada tanggalan Islam, tahun ini, Rebo Wekasan akan jatuh pada tanggal, 27 Safar 1445 Hijriah.

Safar sendiri merupakan bulan kedua dalam kalender Islam, setelah Muharram.

Baca juga: Rebo Wekasan Segera Tiba! Inilah Mitosnya, Dilarang Keluar Rumah Jika Tak Ingin Alami Kesialan

Apabila melihat pada kalender masehi, maka Rebo Wekasan akan jatuh tepat hari esok, Rabu, 13 September 2023.

Dilansir dari KompasTV, tradisi Rebo Wekasan sendiri kerap kali dijumpai pada kalangan masyarakat Jawa, Sunda, dan Madura.

Kegiatan yang dilakukan pada tradisi Rebo Wekasan ini, meliputi tahlilan atau zikir berjemaah, shalat sunah, dan berbagai makanan dalam bentuk selamatan.

Hal itu dilakukan untuk menolak bala atau kesialan. Maka dari itu, diadakanlah sebuah ritua-ritual adat.

Lantas, bagaimana sih sejarah dari tradisi Rebo Wekasan ini?

Dilansir dari Kompas.com, sejarah dari Rebo Wekasan memiliki tiga versi yang berbeda, tapi tempat lahirnya sama yakni di Yogyakarta, tepatnya di Wonokromo, Bantul.

Versi Pertama

Rebo Wekasan disebut sudah ada sejak 1784. Saat itu, hidup tokoh bernama Mbah Faqih Usman atau yang dikenal sebagai Kiai Wonokromo Pertama atau Kiai Welit.

Masyarakat meyakini bahwa Kiai mampu mengobati penyakit dengan metode membacakan ayat Al Quran pada segelas air dan diminumkan kepada pasien.

Kemampuan Mbah Kiai Faqih semakin menyebar, hingga terdengar oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I (HB I).

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved