Berita Nasional
Harga BBM Non Subsidi Naik, Memungkinkan Migrasi dari Pertamax ke Pertalite, Waspada Kuota Jebol
Per 1 Oktober 2023, Pertamina mengumumkan kenaikan harga Pertamax menjadi Rp 14.000 per liter dari sebelumnya Rp 13.300 per liter.
TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyatakan harga BBM non-subsidi mengikuti fluktuasi harga minyak mentah dunia sehingga kemungkinan naik atau turun merupakan suatu yang tidak bisa dihindari.
Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman menyatakan, harga BBM non subsidi mengikuti formula yang dipengaruhi harga minyak dunia.
“Kami berharap harga minyak dunia stabil,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu 18 Oktober 2023.
Dengan semakin tingginya harga BBM non-subsidi, Saleh menilai, potensi migrasi ke Pertalite atau BBM subsidi masih tetap terbuka.
Baca juga: BBM Non Subsidi Naik Harga! Memungkinkan Migrasi dari Pertamax ke Pertalite
Sebab gap harga BBM menjadi semakin lebar.
Per 1 Oktober 2023, Pertamina mengumumkan kenaikan harga Pertamax menjadi Rp 14.000 per liter dari sebelumnya Rp 13.300 per liter.
Sedangkan harga Pertalite masih anteng bertengger di Rp 10.000 per liter.
Sehingga ada selisih Rp 4.000 per liter antara Pertamax dan Pertalite.
Namun, BPH Migas berharap konsumen yang selama ini sudah memilih Pertamax (RON 92) tetap bertahan karena kualitas BBM-nya lebih baik dibandingkan bensin dengan kadar oktan yang lebih rendah.
“Perihal kuota Pertalite, kami akan terus memonitor dan menjaga agar kuota cukup hingga akhir tahun,” ujarnya.
Sebelumnya, Dirjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji menjelaskan, selisih harga BBM saat ini memungkinkan migrasi pelanggan dari Pertamax ke Pertalite.
"Tetapi jumlahnya kan saya kira tidak banyak, tetapi kemungkinan sih pasti ada," jelasnya di Gedung Kementerian ESDM, Senin 2 Oktober 2023.
Tutuka menyatakan, kenaikan harga Pertamax sebagai BBM non-subsidi karena melambungnya harga minyak mentah dunia saat ini.
Sejatinya, untuk menahan migrasi pelanggan Pertamax ke Pertalite, Tutuka bilang pentingnya penyaluran tepat sasaran.
"Itu yang pernah kita sampaikan dulu bahwa BBM JBKP itu harus tepat sasaran di mana revisi peraturan (Perpres 191 Tahun 2014) dulu," terangnya.
Tanpa memerinci proses terkini, dia mengungkapkan, pihaknya akan terus berkomunikasi dengan kementerian terkait untuk merevisi kebijakan tersebut.
"Komunikasi (dengan kementerian terkait) sedang berjalan," jelasnya.
PT Pertamina memastikan kuota Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite masih mencukupi sampai akhir tahun.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, potensi migrasi konsumen dari BBM nonsubsidi ke Pertalite mungkin saja terjadi seiring melebarnya disparitas harga.
"Kondisi ini bukan hal yang baru, dan migrasi mungkin ada namun tidak signifikan karena pengguna Non Subsidi umumnya sudah paham mengenai kebutuhan BBM yang tepat bagi kendaraannya," kata Irto kepada Kontan, Kamis 19 Oktober 2023.
Irto menjelaskan, dengan kondisi ini maka kuota Pertalite tahun ini dinilai masih akan mencukupi.
Pemerintah menetapkan kuota Pertalite tahun 2023 sebesar 32,56 juta kiloliter (kl).
Irto menjelaskan, sampai dengan September 2023, penyaluran Pertalite mencapai 22,3 juta kl. Sementara itu, penyaluran gasoline mencapai 4 juta kl.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan, potensi migrasi tidak begitu besar karena adanya perbedaan karakteristik konsumen.
"Umumnya memang kalau subsidi kan lebih sensitif terhadap harga dan porsi (konsumen) cukup besar. Untuk nonsubsidi itu tidak terlalu besar (jumlah konsumen)," terang Komaidi, Rabu 18 Oktober 2023. (kontan)
Waspada Kuota Jebol
KENAIKAN harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi RON 92, Pertamax, dalam beberapa waktu terakhir kian menimbulkan disparitas harga dengan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite.
Pengamat ekonomi energi UGM Fahmy Radhi menilai disparitas harga BBM yang kian melebar berpotensi menimbulkan migrasi konsumen ke Pertalite.
"Tidak bisa dihindari jumlah yang migrasi dari Pertalite akan semakin membesar. Kalau tidak dibatasi maka sudah pasti akan menjebolkan kuota Pertalite dan ini akan memperbesar subsidi APBN," kata Fahmy kepada Kontan, Rabu 18 Oktober 2023.
Fahmy melanjutkan, sejumlah opsi dapat ditempuh Pemerintah dan Pertamina.
Antara lain dengan mengetatkan atau membatasi penjualan Pertalite hingga opsi terakhir yakni menyesuaikan harga Pertalite.
Meski demikian, opsi menaikan harga Pertalite dinilai tidak akan menjadi pilihan utama pemerintah.
Menurutnya, keputusan untuk mengerek harga jual BBM Subsidi jelang tahun politik tentu tidak akan diambil oleh pemerintah.
Di sisi lain, pemerintah masih mungkin untuk mendorong pengetatan penjualan Pertalite.
Salah satunya dengan membatasi jenis kendaraan yang dapat mengkonsumsi Pertalite.
"Pertalite hanya dijual untuk kendaraan roda dua, angkutan barang dan angkutan orang," imbuh Fahmy.
Dalam pantauan Kontan di dua SPBU Pertamina, animo masyarakat dalam membeli Pertalite masih cukup tinggi.
Pada pantauan Rabu 18 Oktober 2023 sore di SPBU 31.103.03 Pertamina Cikini, jumlah antrean pada pembelian produk Pertalite mendominasi baik untuk roda dua maupun roda empat.
Kondisi sedikit berbeda terjadi untuk produk Pertamax.
Tercatat, antrean roda dua mencapai 18-20 motor, sementara untuk roda empat mencapai 7-8 mobil.
Kondisi tak jauh berbeda terjadi di SPBU 3413104 Matraman dimana antrean kendaraan juga didominasi pengisian BBM jenis Pertalite.
Asal tahu saja, harga Pertamax per 1 Oktober 2023 mencapai Rp 14.000 per liter.
Artinya, terdapat selisih sebesar Rp 4.000 dengan Pertalite yang dibanderol sebesar Rp 10.000 per liter.
Pemerintah menetapkan kuota Pertalite tahun 2023 sebesar 32,56 juta kiloliter (kl).
Menurut hitungan Pertamina, hingga akhir tahun nanti konsumsi Pertalite diprediksi mencapai 30,83 juta kl.
Meski demikian, prognosa konsumsi pada tahun ini masih lebih tinggi ketimbang realisasi tahun 2022 yang sebesar 29,34 juta kl. (kontan)
Kumpulan Artikel Nasional
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.