Berita Bali

Sampah di Denpasar Rusak Wajah Kota, Siswa Lomba Melukis Tong Sampah di Jimbaran

Sampah kini menjadi masalah serius di Kota Denpasar akibat dampak kebakaran TPA Suwung.

ANTARA/Ni Putu Putri Muliantari
LOMBA LUKIS - Siswa sekolah dasar saat mengikuti lomba melukis tong sampah di Jimbafest 2023 dalam rangka Hari Sumpah Pemuda, di Jimbaran Hub, Badung, Sabtu (28/10).    

TRIBUN-BALI.COM - Sampah kini menjadi masalah serius di Kota Denpasar akibat dampak kebakaran TPA Suwung.

Tumpukan sampah memenuhi sudut-sudut Kota Denpasar yang merusak wajah kota. Berbagai langkah pun dilakukan untuk bisa menangani tumpukan sampah tersebut.

Terkait hal itu, Wakil Wali Kota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa mengaku Pemkot Denpasar melakukan berbagai upaya untuk bisa menangani sampah. Saat ini, dilakukan penyempurnaan akses di TPA Mandung Tabanan agar bisa lebih mudah membuang sampah.

"Hari ini sesuai informasi yang kami dapat, TPA Mandung dilakukan perbaikan dengan menyempurnakan akses masuk," kata Arya Wibawa, Sabtu (28/10).

Arya Wibawa mengatakan, pada siang atau sore kemarin, pembuangan sampah ke TPA Mandung bisa dilakukan. Selain itu, informasi dari tim DLHK Provinsi Bali, ada beberapa bagian TPA Suwung yang dimungkinkan bisa untuk membuang sampah sementara.

Hal ini sambil menunggu penanganan kebakaran bisa dilakukan 100 persen. "Pak Sekda akan cek, terkait dimungkinkannya sebagian TPA dimanfaatkan untuk membuang sampah," katanya.

Jika memungkinkan, maka Denpasar bisa membuang hingga 50 truk ke TPA Suwung untuk sementara waktu. "Kalau sudah bisa, pelan-pelan kami urai tumpukan sampah dengan membawa ke TPA Suwung," katanya.

Baca juga: Pesona Gaun Sang Hyang Dedari Dari Olahan Sampah Bekas di SMA Dharma Praja 

Baca juga: Penerbangan Bandara Ngurah Rai Kini Terhubung dengan Bandara Kertajati Majalengka

Penanganan kebakaran di TPA Suwung
Penanganan kebakaran di TPA Suwung (Tribun Bali/Putu Supartika)

Selain itu, mulai kemarin pihaknya juga melakukan penanganan sampah di desa atau lurah dengan memfasilitasi truk. Sampah di wilayah desa dan kelurahan itu akan diangkut ke Kelating dan TPA Mandung. "Info terakhir, ada 30 truk yang diterjunkan ke desa-desa untuk mengangkut sampah tersebut," katanya.

Kondisi Kota Denpasar dengan tumpukan sampah yang mengotori wajah kota sangat disayangkan oleh aktivis lingkungan dari Komunitas Malu Dong. Pendiri Komunitas Malu Dong, Komang Sudiarta atau Komang Bemo mengatakan, masalah ini terjadi karena selama ini kita masih bergantung pada TPA Suwung untuk membuang sampah.

Padahal, menurutnya, TPA bukanlah Tempat Pembuangan Akhir melainkan Tempat Pemrosesan Akhir. Artinya hanya residu sampah yang diproses di TPA. Karena jika semua sampah dibawa ke TPA akan banyak menimbulkan permasalahan, mulai dari bau, kesehatan, hingga kebakaran seperti yang terjadi saat ini akibat gas metana yang dihasilkan sampah.

Menurutnya, dalam pengolahan sampah hanya ada hulu dan hilir. Namun saat ini pengelolaan sampah berbasis sumber tak berjalan maksimal. Maka dari hululah mulai dilakukan penyelesaian dengan jalan pengelolaan sampah berbasis sumber.

"Program pengelolaan sampah berbasis sumber harus digencarkan ke masyarakat. Saya lihat di lapangan tidak betul-betul disosialisasikan pemerintah," katanya saat dihubungi, Sabtu (28/10).

Dengan masifnya sosialisasi dan pemahaman ke masyarakat, ketergantungan kepada TPA tidak akan terjadi. Komang Bemo juga sangat menyayangkan, sampah yang keluar dari rumah tangga adalah sampah yang tercampur tanpa dipilah. Bahkan menurutnya dengan tanpa pemilahan, TPS3R pun tak berarti.

"Saya lihat fungsi TPS3R itu sama dengan TPS malahan. Seharusnya tidak ada istilah TPS3R, 3R itu dilakukan di tingkat sumber sampah. Kalau dibawa ke TPS3R, mereka tidak akan mampu memilah dan mengolah semua. Misal dari 8 moci, mereka hanya mampu olah 3 moci, maka sisanya akan menumpuk dan jadilah seperti TPS pada umumnya," katanya.

Dirinya pun melihat masalah sampah di Denpasar adalah masalah serius, karena tak hanya di pinggir jalan, bahkan di gang juga banyak sampah bertumpuk. Dan ironisnya, saat pengangkutan sampah tersendat, ia mendapati masyarakat yang membuang sampah ke sungai dan telajakan orang saat malam.

"Agar tidak terulang, sudah saatnya pemerintah menggencarkan lagi sosialisasi pemilahan sampah berbasis sumber. Agar sampah yang keluar sudah terpilah," katanya.

Ia menambahkan, pemerintah harus lebih ekstra keras melakukan sosialisasi karena, ia menilai, tingkat kesadaran masyarakat masih rendah. "Mereka cenderung menitikberatkan ke  pemerintah. Karena merasa bayar, maka mereka tidak akan peduli. Maka harus diberikan pemahaman lebih, termasuk juga dari sekolah-sekolah dan instansi pendidikan lain," katanya. (sup)

Pemadaman api di TPA Suwung Denpasar masih berlanjut hingga Minggu, 15 Oktober 2023.
Pemadaman api di TPA Suwung Denpasar masih berlanjut hingga Minggu, 15 Oktober 2023. (Tribun Bali/Putu Supartika)

 

DPRD: Latihan Sebelum Tutup Permanen

KEBAKARAN yang terjadi di TPA Suwung membuat Kota Denpasar kelabakan mengatasi sampah. Di beberapa sudut kota pun terlihat onggokan sampah yang tak terangkut. Namun di sisi lain, kebakaran TPA Suwung ini bisa jadi semacam latihan bagi Pemkot Denpasar sebelum TPA ditutup permanen. Hal itu diungkapkan anggota DPRD Kota Denpasar, Agus Wirajaya, Sabtu (28/10).

"Kebakaran TPA Suwung menurut saya justru menjadi langkah penting Pemkot Denpasar mendapatkan jalan keluar yang efektif. Jadi saat nanti betulan ditutup permanen tidak kelabakan. Kalau misalnya kondisi sementara ini tidak bisa diatasi, apalagi nanti kalau memang benar-benar mau ditutup total?" papar kader Partai Solidaritas Indonesia atau PSI ini.

Menurutnya, saat ini waktunya bagi Pemkot Denpasar untuk berpikir keras dalam merancang cetak biru penanganan sampah yang sistematis. Termasuk juga menyelesaikan di sumbernya, kemudian membuat aturan hukum yang lebih rinci dalam pelaksanaannya. Dengan langkah yang dilakukan saat ini, seperti pemilahan berbasis sumber, masih belum dilaksanakan dengan konsisten sehingga hasil yang diharapkan belum signifikan.

"Saya paham kalau kadang-kadang pemerintah tidak tega dan kasihan dengan warga, tapi, mau tidak mau aturan harus dibuat ketat. Kemudian, pelaksanaannya harus dengan konsisten dan tegas karena kalau tidak begitu masalah ini tidak selesai," imbuhnya.

Di sisi lain, ia mengatakan, masalah sampah bukanlah tanggungjawab pemerintah semata.

Namun seluruh warga Denpasar punya andil dalam penyelesaian masalah sampah dengan mengurangi volume sampah di tingkat rumah tangga.

Ada banyak cara yang dapat dilakukan, misalnya menjadikannya sebagai kompos, lalu menjadikan eco enzim, hingga memilah plastik, botol, dan kertas untuk dapat dijual kembali sebagai barang bekas.

Ia mengatakan, kreativitas semacam itu harus dibiasakan warga dalam kehidupan sehari-hari. "Karena sehebat apa pun teknologi penanganan sampah yang ada, tanpa dibarengi niat baik dan  kesadaran semua pihak, masalah sampah tidak akan selesai," katanya. (sup)

 

 

Isu Sampah di Peringatan Sumpah Pemuda

WARGA Jimbaran, Kabupaten Badung, berkumpul dalam festival tahunan Jimbafest untuk merayakan Hari Sumpah Pemuda di Jimbaran Hub, Sabtu (28/10), dengan melaksanakan kegiatan dengan fokus pada isu sampah dan lingkungan.

Pelopor Jimbafest, Putu Agung Prianta mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk membangkitkan semangat anak muda, sembari mengumpulkan seluruh elemen masyarakat melalui lomba-lomba, festival kuliner khas desa wisata, pameran daur ulang, hingga konser musik.

“Kami merajut elemen-elemen di seluruh Jimbaran, Kuta Selatan, supaya berkumpul karena dekat mau pemilu supaya tidak gampang panas. Kita di sini peduli terhadap lingkungan, seni, budaya, pendidikan, sambil mengangkat UMKM dan isu sampah daur ulang, seperti pagi ini bersih-bersih sepanjang Jalan Wanagiri,” kata dia.

Sebelum puncak Hari Sumpah Pemuda, sebulan penuh tim dari Jimbaran Hijau membagikan ilmu mengenai ekonomi sirkular ke 30 desa wisata di Bali. Kerja sama itu berlanjut dengan datangnya enam desa wisata perwakilan kabupaten/kota untuk mengenalkan makanan khasnya.

Agung Prianta menyebut kolaborasi ini bisa membawa dampak positif bagi desa wisata, di mana selain mempromosikan kulinernya mulai dari babi guling, jajan Bali, arak, dan lawar, juga bisa menjadi tempat menyerap ide untuk menggelar festival di tiap-tiap desa, tentunya dengan tetap memperhatikan lingkungan sesuai ilmu yang mereka bagikan.

Di samping lapak kuliner yang mengusung konsep kultur dan seni ada juga pengolahan limbah, di mana Jimbafest 2023 berkolaborasi dengan program 2nd Life dan FabLab Bali untuk mendaur ulang dengan dibantu fasilitas bagi para pegiat. Dalam upaya menggaungkan pentingnya menangani masalah sampah, organisasi tersebut menggelar lomba melukis bertema lingkungan dengan media tong sampah.

CEO Jimbaran Hijau itu menyampaikan antusias peserta begitu besar, bahkan tak hanya dari Jimbaran, Kuta Selatan, peserta lomba sampai ke pelajar di Denpasar, dengan total hampir 200 peserta, baik lomba mewarnai maupun melukis tong sampah.

Siswa SD 7 Jimbaran, I Kadek Andika Juniarta sebagai salah satu peserta mengaku senang karena ini pertama kalinya siswa kelas 6 tersebut melukis dengan media tong sampah. Andika mengaku ingin kegiatan ini rutin dilaksanakan, terutama di Hari Sumpah Pemuda, lantaran biasanya ia hanya merayakan lomba serupa saat HUT RI 17 Agustus.

“Semoga kegiatan ini bisa dilanjutkan tiap tahun, supaya teman-teman yang lain bisa ikut, bisa rajin buang sampah di tong sampah yang sudah dilukis,” kata dia.

Untuk memantik partisipasi kaum muda, selain lomba, juga diadakan konser musik gratis dengan mengundang musisi-musisi tanah air yang juga vokal pada isu lingkungan, pun juga melibatkan kelompok disabilitas dari Komunitas Sunar Sanggita yang membacakan teks sumpah pemuda, ujarnya

Atas kegiatan kolaborasi ini, Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata (Forkom Dewi) Bali I Made Mendra Astawa mengucapkan apresiasinya. Pihaknya merasa terbantu dalam menyalurkan ilmu-ilmu baru bagi desa wisata yang kini jumlahnya sudah 238 desa.

“Kami bersama-sama pintu ke pintu memberi pemahaman tentang pengolahan sampah plastik mudah-mudahan tidak hari ini saja tapi berkepanjangan untuk menjaga Bali,” ujarnya.

“Ada 238 desa wisata, ketika ini mampu dikelola baik, harapan saya jadi tujuan baru. Ada 460 atraksi ditambah desa wisata. Artinya orang akan datang tidak sekali, tapi berkali-kali karena desa wisata dekat dengan masyarakat dan alam dan ini tren pariwisata sekarang,” kata Mendra. (ian/ant)


 
 

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved