Kasus SPI Unud
Prof Wiagustini Sebut Kajian SPI Unud Berdasarkan Website 3 PTN
kajian penyusunan besaran tarif Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) berdasarkan benchmarking website tiga Perguruan Tinggi Negeri (PTN)
Penulis: Putu Candra | Editor: Fenty Lilian Ariani
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Guru besar Universitas Udayana (Unud) Prof. Dr. Ni Luh Putu Wiagustini, S.E., M.Si menyebut, kajian penyusunan besaran tarif Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) berdasarkan benchmarking website tiga Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Yakni Brawijaya, Unair, dan Andalas. Bukan berdasarkan studi banding atau turun langsung ke lapangan.
Hal itu disampaikan Prof Wiagustini saat diperiksa keterangannya sebagai saksi di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Jumat, 3 November 2023.
Prof Wiagustini dihadirkan oleh Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi perkara dugaan korupsi dana SPI mahasiswa baru (maba) seleksi jalur mandiri Unud tahun 2018-2022.
Keterangannya diperiksa di persidangan untuk tiga pejabat Unud yang menjadi terdakwa dalam perkara ini. Yakni Dr. Nyoman Putra Sastra (berkas terpisah), I Ketut Budiartawan dan I Made Yusnantara.
"Kami hanya melakukan branchmarking melalui website di 3 PTN. Tim tidak langsung datang ke PTN. Tim tidak turun ke lapangan," ungkapnya.
Tahun 2018, Prof Wiagustini ditunjuk sebagai ketua tim kajian SPI, dan mendapat tugas menyusun tarif SPI. "Tugas kami berkoordinasi dengan tim pelaksanaan penetapan tarif SPI untuk mencari informasi SPI di beberapa PTN," jelasnya.
Ditanya oleh tim JPU terkait dasar regulasi SPI yang ada di tiga PTN tersebut, Prof Wiagustini mengaku lupa, apakah berdasarkan SK atau Peraturan Rektor. Alasannya, karena dirinya bersama tim hanya fokus soal tarif saja dan waktu kajian yang terbatas.
Hasil kajian itu kemudian dituangkan dalam sebuah buku naskah akademik sesuai permintaan pimpinan. "Kami lupa, hanya lihat tarif saja. Tidak melihat dari sisi regulasi. Kami diberikan waktu sangat terbatas untuk melakukan kajian. Hasilnya kami menyusun tarif yang kemudian dituangkan dalam naskah akademis," jawab Prof Wiagustini
Baca juga: 4 Hektare Lahan Hutan Di Desa Songan Kintamani Kebakaran
Setelah hasil kajian diserahkan ke pimpinan, Prof Wiagustini menyatakan sudah tidak lagi mengikuti proses SPI. "Sampai kajian akademis selesai, saya sudah tidak mengikuti lagi," ujarnya.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.