Sengketa Lahan Desa Kelecung

Warga Desa Adat Kelecung Kembali Datangi PN Tabanan, Buntut Kasus Sengketa Lahan Pura Dalem

Sengketa lahan tanah Pura Dalem Desa Adat Kelecung kembali disidangkan di Pengadilan Negeri Tabanan

Penulis: I Made Ardhiangga Ismayana | Editor: Ngurah Adi Kusuma
Tribun Bali/I Made Ardhiangga Ismaya
Demo krama desa adat Kelecung, di PN Tabanan Kamis 23 November 2023. Warga Desa Adat Kelecung Kembali Datangi PN Tabanan, Buntut Kasus Sengketa Lahan Pura Dalem 

TRIBUN-BALI.COM, TABANAN - Sengketa lahan tanah Pura Dalem Desa Adat Kelecung kembali disidangkan di Pengadilan Negeri Tabanan

Seratusan massa dari warga Desa Adat Kelecung datang lagi ke Pengadilan Negeri (PN) Tabanan, Kamis 23 November 2023. 

Kedatangan ini adalah untuk memberikan dukungan agenda sidang perdata dengan jadwal keterangan saksi dari penggugat.

Dari pantauan wartawan Tribun Bali, krama desa adat Kelecung mengenakan pakaian merah.

Baca juga: UMK Jembrana Hanya Naik Rp24 Ribu, Upah Pekerja Disepakati Gunakan UMP Bali 2024

Mereka berjalan kaki dari arah barat menuju ke timur, atau dari arah Mapolres Tabanan menuju ke PN Tabanan

Masyarakat mengenakan baju yang bertuliskan 'Nindihang Desa Adat Kelecung'. 

Sekitar pukul 09.40 Wita krama desa datang di PN Pengadilan dengan sebuah truk dengan pemeras suara.

Tim Kuasa Hukum Desa Adat Kelecung I Gusti Ngurah Putu Alit Putra menyatakan, bahwa agenda sidang adalah menghadirkan saksi dari para penggugat yakni Jero Marga. 

Agendanya adalah pembuktian saksi dari para saksi, dimana yang menjadi tergugat Pura Dalem Kelecung dalam persidangan. 

Pihaknya memiliki dasar untuk mempertahankan pura dengan sertifikat kepemilikan tanah Pura yang diterbitkan tahun 2017 dengan PTSL.

Baca juga: Familiarisasi Pembayaran Parkir Non Tunai Secara Mandiri Terus Dilakukan di Bandara Ngurah Rai

“Kami tetap berpatokan pada sertifikat kepemilikan tanah pura, yakni sertifikat yang terbit sejak tahun 2017,”

“Batasnya pun juga sudah jelas, mereka di sebelah utara dan tanah kami di sebelah selatan," ucapnya.

Menurut Alit, pihak penggugat, memiliki empat sertifikat atas tiga bidang tanah yang terdaftar di Iuran Pembangunan Daerah (Ipeda) sebagai bukti pembayaran pajak. 

Ipeda ini ada sejak tahun 1977 atau 17 tahun setelah Undang-Undang pokok agraria diterbitkan. 

Undang-undang pokok agraria terbit tahun 1960 dan diberlakukan pada 1961 menyatakan dengan tegas bahwa untuk hak milik adalah sertifikat sebagai tanda bukti kepemilikan.

“Setelah 17 tahun undang-undang agraria itu terbit, mereka (pihak penggugat) baru mendaftarkan Ipeda sebagai bukti pajak atau sekarang dikenal dengan nama Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)," bebernya.

Baca juga: Videonya Viral, Polda Bali Ungkap Penangkapan Aktivis Hukum Sudah Sesuai Prosedur

Untuk persidangan, dirinya menambahkan, bahwa pihaknya akan mengikuti proses persidangan sesuai dengan aturan yang berlaku. 

Setelah keterangan saksi dari penggugat, nantinya pihaknya akan ada kesempatan untuk mengajukan bukti baru. 

Meski begitu, ia belum tahu akan mengajukan saksi baru atau tidak. 

“Namun kami mengikuti aturan sesuai dengan agenda hukum acara yang berlaku," bebernya. (ang).

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved