Berita Badung
Konsep Tri Hita Karana Diusung Junglegold, Bantu Petani hingga Hasilkan Cokelat Ekspor
Tri Hita Karana menjadi concern dari pengembangan Junglegold. Bisnis cokelat asal Carangsari, Badung, Bali, yang kini sudah malang melintang
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Tri Hita Karana adalah salah satu konsep Hindu Bali, dalam menjaga keseimbangan hubungan alam semesta dengan segala isinya.
Salah satunya adalah menjaga hubungan baik, antara manusia dengan alam semesta.
Hal inilah yang menjadi concern dari pengembangan Junglegold. Bisnis cokelat asal Carangsari, Badung, Bali, yang kini sudah malang melintang di pasar lokal hingga internasional.
Baca juga: Ketua DPRD Tabanan Dukungan Generasi Muda Jadi Petani, Dirga: Dukung Sektor Pertanian
Tobias Garritt, Co-Founder & CEO Junglegold, yang menjelaskan hal itu.
Ia mengatakan, konsep Tri Hita Karana itu pada Junglegold dimaknai bahwa cokelat itu adalah emas dari dalam hutan.
Jadi cokelat diambil tanpa merusak alam, malah harusnya memperbaiki alam. Apalagi Junglegold adalah hasil petani lokal yang diambil langsung.
Potensi kakao di Bali sangat bagus, kata dia, karena ada banyak kebun baru dan petani baru.
Baca juga: Top 3 Pertamuda 2023: Iotanic Ciptakan Alat Pengukur Unsur Hara Tanah, Bikin Petani Makin Produktif
“Mungkin petani melihat bahwa kakao menguntungkan,” sebutnya dalam rilis yang diterima Tribun Bali, 18 Desember 2023.
Ia menjelaskan, para petani dan pebisnis kakao harus kerja sama dengan instansi untuk membantu dampak perubahan iklim.
“Sebab kakao sangat bergantung dengan perubahan iklim,” imbuhnya.
Sehingga harapannya, petani tambah semangat dan masyarakat Indonesia tambah yakin dengan produk Indonesia.
“Bahkan kami bisa menang lomba dunia. Jadi jangan merasa produk dari luar lebih bagus dari produk dalam negeri, karena uang bisa dihasilkan,” imbuhnya.
Baca juga: Alih Fungsi Lahan Terjadi Di Badung Diduga Karena Pendapatan Petani Belum Maksimal
Lanjutnya, pameran cokelat terbesar di dunia ini dihadiri banyak pihak, ada dari Madagaskar, New York, dan negara lainnya.
“Kami ikut dari perwakilan Indonesia, dan ternyata menang 4 katagori,” sebutnya.
Target ke depan untuk bikin nama cokelat Bali, dan Indonesia terkenal di seluruh dunia. Caranya bermitra dengan petani dan meningkatkan hasil mutu, harga serta produksi.
“Per tahun kami menghasilkan 100 ton, dan masih kekurangan bahan baku. Khususnya biji kakao. Selama ini bahan baku dari Jembrana, Bali. Ada dari ambil Provinsi Kalimantan, Papua, Sumatera. Paling besar masih Bali. Cuaca panas di Bali produksi menurun. Pantangan utama cokelat adalah perubahan iklim,” sebutnya.
Masalahnya masih ada kekurangan bahan baku, harus diperluasan daerah kakao biar ada penanaman baru dan meningkatkan hasil panen melalui management kebun yang efektif.
Ciri-ciri kakao yang bagus, kata dia, dihasilkan dari petani yang semangat dan rajin mengelola kebunnya.
Melakukan pembersihan, pemberian pupuk, sehingga hasil kakao bisa enak.
“Kami ada 20 ada varian, dan akan mencoba terus hal baru. Varian yang paling disukai adalah caramel crunch kalau dark cholotate dan sea salt untuk cokelat tanpa rasa manis,” sebutnya.
Ekspansi sudah ada rencana, sudah menambah dua mesin dari Eropa dan masih ditunggu kedatanganya.
“Kami bangun gudang yang lebih besar, dan harapannya bisa full biji kakao di Bali untuk ekspor. Karena kekurangan biji kakao,” katanya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.