Berita Bali

Pedagang Nasi Goreng dan Nasi Jinggo Naikkan Harga, Dampak Harga Beras Terus Naik di Bali

Dampak dari naiknya harga beras, membuat para pedagang makanan menaikkan harga jual dagangan mereka.

Istimewa
Ilustrasi beras - Pedagang Nasi Goreng dan Nasi Jinggo Naikkan Harga, Dampak Harga Beras Terus Naik di Bali 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dampak dari naiknya harga beras, membuat para pedagang makanan menaikkan harga jual dagangan mereka.

Salah satunya pada pedagang nasi goreng yang berlokasi di Jalan Nangka Utara, Denpasar.

Ketut Sudangin selaku salah satu pedagang nasi goreng kaki lima mengatakan terakhir ia membeli beras dengan harga Rp16 ribu per kilogram.

Baca juga: Produksi Beras di Gianyar Surplus 30 Ribu Ton tapi Harga Melonjak, Ini Kata Pemkab

“Kalau sekarang 5 kg Rp75 ribu dari sebelumnya yang kadang-kadang hanya Rp70 ribu atau paling mahal Rp72 ribu,” kata Sudangin, Senin (29/1/2024).

Kenaikan harga beras ini, kata Sudangin, terjadi sejak sebulan lalu, namun naiknya bertahap tidak langsung Rp5 ribu per kg, namun Rp1 ribu per hari.

Hal ini membuat ia terpaksa menaikkan harga jual nasi goreng yang semula Rp 10 ribu menjadi Rp 12 ribu per porsi.

Baca juga: Distan Bali Bantah Kenaikan Harga Beras Karena Tahun Politik 2024

Karena naiknya harga nasi goreng yang ia jual, kadang nasi gorengnya tak habis terjual. Sering juga ia menjual nasi goreng yang dulunya paling malam hanya sampai pukul 24.00, sekarang sampai pukul 03.00 dini hari.

“Ekonomi agak sulit, agak lesu. Kita jualan saja kadang sampai jam 03.00. Kalau naikkan (harga) lagi kan bisa kehilangan pembeli karena dibilang terlalu mahal nanti. Yang lain aja ayam geprek misalnya Rp 10 ribu. Kalau nasi goreng udah Rp 12 ribu plus teler,” bebernya.

Ia pun mengakui jumlah pembeli kini berkurang yang dulunya dalam sehari bisa menjual 100 porsi lebih kini kurang lebih 90 porsi kadang tak sampai 90 porsi.

“Harapan kami sebagai pedagang bisa mengerti lah pemerintah, biar turun harga beras, biar yang jualan agak tenang. Tidak hanya beras, minyak juga naik,” katanya.

Kenaikan harga beras memberikan dampak kepada pedagang makanan, salah satunya nasi jinggo. Saat ditemui Tribun Bali, Senin (29/1/2024), Ketut Sariani mengatakan harga naji jinggo dibanderol Rp 10 ribu per bungkus.

“Ya apa-apa naik sekarang, nggak hanya beras, tapi lauk pauk juga. Jadi dulu dijual Rp 5 ribu per bungkus sekarang jadi Rp 10 ribu,” ujarnya.

Naiknya harga nasi jinggonya ini, dikatakan, sudah hampir satu bulan yang lalu. Ia menambahkan harga beras eceran naik Rp 1.000 per hari.

“Jadi selama 1 minggu pertama itu naik 1-2 ribu, sampai-sampai sejarang naik 5 ribu per kiloa,” tambah Sariani.

Sementara itu, di tengah lonjakan harga beras di Kabupaten Gianyar, rupanya produksi beras di daerah surplus, bahkan angkanya mencapai 30 ribu ton lebih.

Adapun penyebab kenaikan harga beras di Gianyar, tak terlepas dari pengaruh pengepul asal luar Bali. Mereka berani membeli gabah di atas harga eceran tertinggi (HET) nasional.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan Gianyar, Dewi Hariyani, Senin (29/1) mengatakan, kenaikan harga beras tidak berdampak pada ketahanan pangan di Kabupaten Gianyar. Sebab Gianyar justru surplus beras di tahun 2023.

"Beras kita surplus, untuk berapa surplusnya, itu datanya di Dinas Pertanian," ujarnya.

Seperti diketahui, harga jual beras di Gianyar terus menerus naik. Saat ini sudah menyentuh Rp 15 ribu untuk beras lokal dan Rp 16 ribu untuk beras premium. Sementara HET hanya Rp 13.900. "Beras itu kan pasar bebas. Mungkin ini karena pengaruh di tempat lain," ujarnya.

Jafung Produksi Pertanian Dinas Pertanian Gianyar, Gusti Ayu Sugitarina Oka membenarkan bahwa produksi beras di Kabupaten Gianyar pada 2023 surplus 30 ribu ton.

Terkait lonjakan harga beras di tengah kelebihan beras ini, ia mengatakan hal tersebut karena pengaruh pengepul luar Bali.

Kata dia, pengepul asal luar Bali ini berani membeli gabah petani Gianyar dengan harga tinggi. Dimana HET nasional gabah Rp 6.300 per Kg, mereka berani membeli seharga Rp 7.400 per Kg. "Di Jawa mereka sudah kehabisan stok gabah, sehingga mencari ke sini dan membeli dengan harga tinggi. Hal inilah yang menjadi penyebab tingginya harga beras," ujarnya. 

 

Bukan karena Tahun Politik

DINAS Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali membantah kenaikan harga beras karena tahun politik 2024. Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, I Wayan Sunada saat ditemui di Kantor Gubernur Bali, Senin (29/1).

“Tidak ada. Memang itu pasar murah juga kan harus agar tidak terjadi inflasi kita seimbangkan. Beras itu stabilisasi harga. Harus dilakukan jangan sampai harganya melonjak jauh, makanya kita buat gerakan pasar murah. Bukan untuk menekan beras produksi Bali, tidak agar stabil harga yang diproduksi Bali stabil tidak terlalu jauh,” kata Sunada.

Sementara pada pemilu sebelumnya, kata Sunada, harga beras masih stabil. Untuk saat ini jumlah kelompok penyosohan (alat mengubah gabah menjadi beras) di Bali ada 160 kelompok yang aktif.

Dan di masing-masing penyosohan dipastikan masih tersedia stok beras. Menurut Sunada, harga beras saat ini masih stabil tidak terlalu jauh naiknya.

“Kalau mau beli beras murah beli medium. Masing-masing ada kualitasnya. Sekarang Rp 25 ribu sekilo itu beras merah cendana beras spesifik. Itu Rp 25 ribu lho. Beras sehat beras spesifik kadar gulanya turun."

"Beras putih kadar gulanya tinggi. Sekarang kami gemakan diversifikasi pangan. Kita kenyang tidak cukup beras saja. Makan apa saja boleh, beragam berimbang seimbang dan aman,” bebernya.

Sementara terkait Pasangan Calon Presiden yang mengadakan pasar murah dan menjual beras dengan harga miring, Sunada mengatakan, Distan sama sekali tidak memfasilitasi salah satu Paslon untuk mengadakan Pasar Murah. Pasar Murah yang ia maksud adalah Program Pusat yang sudah berjalan sebelum pemilu.

Dikutip dari Sistem Informasi Harga Komoditas Strategis (Sigapura) pada Senin (29/1) harga beras Rp 15.380 ribu per kg.

Kendati naik, Sunada mengatakan, harga tersebut masih stabil. “Kalau harga beras sampai saat ini masih stabil karena kita masih punya stok. Kenapa masih punya, karena tiap bulan kita ada panen sekitar 700 hektare di seluruh Bali. Beras kita ada kok cuma harganya aja yang naik, naik sedikit,” kata Sunada di Kantor Gubernur Bali, Senin.

Dia mengatakan, input dari petani juga naik yakni seperti harga pupuk yang mahal dan harga pestisida yang juga mahal. Selain itu ongkos tenaga kerja dan distribusi juga mahal.

Jika harga beras murah, dikhawatirkan petani akan merugi dan tidak bisa meningkatkan nilai tukar petani (NTP). Sementara untuk meningkatkan kesejahteraan petani tolak ukurnya adalah pada NTP.

“Sekarang kan nilai tukar petaninya di atas 100 (NTP > 100). Mereka sudah bisa menikmati hasilnya. Kalau di bawah 100, petani itu tidak mendapatkan apa-apa,” imbuhnya.

Sementara itu untuk harga gabah saat ini mulai dari Rp 6.500-7.200 naik sejak harga pupuk meningkat. Sunada mengatakan, ketika semua harga input untuk petani naik, tidak mungkin harga beras masih menggunakan harga semula.

Sekarang harga beras cukup bervariasi tergantung dari jenisnya yakni seperti beras medium mulai dari Rp 10.900, dan harga tertinggi beras medium 1 per Minggu (28.1) mulai dari Rp 13.500 ribu.

“Kita pertahankan (NTP > 100). Di situ kasihan petani. Kita pertahankan NTP-nya di atas 100. Kalau sudah di atas 100 petani kita mendapatkan keuntungan sedikit, sudah bisa menikmati hasil kerjanya. Kalau di bawah 100 merugi. 100 pun tidak dapat untung dia. Kekhawatiran saya adalah kalau harganya terus seperti ini murah, petani kita akan lari. Siapa yang akan menjadi petani kalau berasnya terus menurun. Kalau naik sedikit yang penting bisa dijangkau,” paparnya. (sar)

 

(Sidebar 2)

DPRD Gianyar: Kegagalan Pemerintah Pusat

KETUA Komisi 3 DPRD Gianyar, I Putu Gede Pebriantara prihatin terhadap harga beras yang terus naik sejak tahun 2023 hingga awal 2024 ini. Sebab kondisi tersebut berdampak pada melemahnya daya beli masyarakat. Hal itu karena kenaikan harga beras ini berimbas pada harga komoditi lainnya, sementara penghasilan mereka tetap atau tidak bertambah.

Bahkan jauh dari itu, politikus PDIP asal Sukawati tersebut melihat, lonjakan harga komoditas ini telah berpengaruh atas melemahkan mata uang rupiah. Dimana per 29 Januari 2024 pukul 12.02 Wita, 1 USD setara dengan Rp 15.832,15 atau mendekati Rp 16 ribu.

"Kenaikan harga ini berimbas pada nilai rupiah. Sepanjang sejarah nilai rupiah tidak pernah sampai Rp 16 ribu per USD. Jadi saya melihat ada kesalahan kebijakan (pemerintah pusat) terkait persoalan ini," ujar Pebri, Senin (29/1).

Karena itu, pihaknya meminta pemerintah pusat segera mengambil kebijakan dalam menekan harga beras yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Salah satu hal yang harus dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo ini adalah melakukan intervensi pasar.

"Harus ada intervensi pasar yang dilakukan pemerintah pusat. Apalagi dekat-dekat Pemilu seperti ini. Dengan kenaikan harga ini, saya melihat ini sebuah kegagalan pemerintah pusat dalam mengeluarkan kebijakan yang menyebabkan harga beras tinggi tajam seperti sekarang," ujar Pebri.

"Pada saat pandemi Covid-19 lalu, harga beras di sekitaran Rp 10 ribu per kilogram, dan sekadang terus naik hingga kisaran harga Rp 15-16 ribu. Ini mencerminkan kegagalan pemerintah pusat," tandasnya.

Pebri kembali menegaskan, persoalan melonjaknya harga beras ini murni kegagalan pemerintah pusat. Sebab, pemerintah daerah dalam hal ini hanya bisa melakukan pengawasan pada pasar, supaya tidak ada permainan di tengkulak.

"Kami berharap agar pemerintah pusat segera mengambil sikap. Karena apa, karena ini bukan barang baru lagi. Kenaikan ini sudah sejak satu tahun sudah menjadi kekhawatiran masyarakat. Karena harga beras begitu tinggi, otomatis mempengaruhi daya beli atau kesejahteraan masyarakat. Sebab pendapatan mereka tetap seperti dulu, namun harga kebutuhan pokok masyarakat begitu melambung," tandasnya. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved