Hari Raya Nyepi

Pawai Ogoh-ogoh di Denpasar Dibatasi Maksimal Pukul 24.00 Wita, MDA Imbau Hal Ini

Anak Agung Ketut Sudiana, Kamis 7 Maret 2024 mengatakan, MDA sudah menerbitkan keputusan bersama dengan Saba Upadesa.

Tribun Bali/Putu Supartika
Ilustrasi ogoh-ogoh terbaik Denpasar tahun 2024 yakni ST Santi Graha Banjar Tengah Sesetan Denpasar berjudul Semaya Baya- Pawai Ogoh-ogoh di Denpasar Dibatasi Maksimal Pukul 24.00 Wita, MDA Imbau Hal Ini 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pawai atau arak-arakan ogoh-ogoh di Kota Denpasar, Bali tetap digelar pada malam Pangerupukan Nyepi saka 1946.

Salah satu titik tempat pawai tersebut adalah Kawasan Catur Muka Denpasar dan selalu ramai oleh masyarakat.

Pada pawai ogoh-ogoh kali ini, tiga desa adat diperbolehkan pawai di Catur Muka.

Pertama adalah desa adat yang mewilayahi yakni Desa Adat Denpasar, kemudian Desa Adat Sumerta dan Desa Adat Yang Batu.

Baca juga: 120 Pura di Desa Adat Peguyangan Denpasar Melasti ke Pantai Padanggalak, Libatkan 8 Ribu Krama

Ketua MDA Kota Denpasar, Anak Agung Ketut Sudiana, Kamis 7 Maret 2024 mengatakan, MDA sudah menerbitkan keputusan bersama dengan Saba Upadesa.

Di mana, selain Desa Adat Denpasar, dua Desa Adat yang biasa melakukan arak-arakan ogoh-ogoh melewati kawasan Catur Muka, Denpasar juga sudah diizinkan.

Namun, dengan ketentuan mereka harus berkoordinasi dengan prajuru Desa Adat Denpasar.

“Dua Desa Adat yang memang biasa mengarak ogoh-ogoh ke kawasan Catur Muka yakni Desa Adat Sumerta dan Desa Adat Yang Batu, selain memang Desa Adat Denpasar,” katanya.

Di mana dua Desa Adat tersebut kembali bisa mengarak ogoh-ogoh ke Catur Muka usai pandemi Covid-19.

Di mana sebelumnya saat pandemi kedua Desa Adat itu tidak diperbolehkan ke Catur Muka.

Sementara itu, untuk Desa Adat lainnya yang jauh dari kawasan Catur Muka diimbau agar melakukan arak-arakan ogoh-ogoh di wewidangan atau wilayah Desa Adat mereka masing-masing.

Bahkan MDA juga mengimbau agar tidak menempatkan ogoh-ogoh di pinggir jalan sebelum pangerupukan agar tidak mengganggu arus lalulintas.

Agung Sudiana menambahkan, syarat-syarat saat pelaksanaan Ngerupuk sudah tertuang dalam surat keputusan bersama.

Di mana, mereka yang mengarak ogoh-ogoh tidak diperbolehkan meminum-minuman keras saat mengarak ogoh-ogoh.

Tidak boleh membunyikan mercon, serta tidak boleh membawa atribut partai politik (Parpol).

Masyarakat yang tidak memiliki gamelan boleh menggunakan sound system asalkan membunyikan gamelan dan berkaitan dengan budaya Bali.

“Dilarang membunyikan musik modern kalau menggunakan sound system. Seperti lagu rock, dangdut maupun koplo. Yang diperbolehkan itu gamelan Bali dan sejenisnya,” jelasnya.

Pihaknya menambahkan, jika ada yang menggunakan sound dengan musik yang tidak sesuai dengan adat budaya Bali, maka mereka tidak akan diperkenankan masuk ke Catur Muka ataupun Catus Pata melalui pecalang maupun pihak keamanan seperti kepolisian dan TNI.

“Kami akan beri sanksi berupa teguran dan dilarang masuk ke wewidangan Catur Muka maupun Catus Pata. Tidak boleh musik dangdut, akan dikawal dengan aparat. Kita tertibkan jika ada penggunaan musik dangdut,” jelasnya.

Selain itu, untuk arak-arakan ogoh-ogoh wajib selesai pukul 24.00 Wita dan tidak lebih dari itu.

Warga atau pemuda yang sudah selesai melakukan arak-arakan agar tidak meninggalkan bangkai ogoh-ogoh di jalanan.

“Wajib dibawa pulang untuk dilakukan pralina (dibakar) sesuai petunjuk desa adat atau banjar adat masing-masing. Bisa di setra (kuburan) bisa di lahan kosong yang sudah ditentukan,” katanya. (*)

Kumpulan Artikel Denpasar

Sumber: Tribun Bali
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved