Pemilu 2024
Mantan Ketua KPU Arief Budiman, Kecurangan Suara Pemilu Mudah Dibaca
Arief memberi contoh kasus yang patut dicurigai semisal KPU daerah lambat mengupload data C Hasil ke Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
TRIBUN-BALI.COM - Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan membaca kecurangan pemilu sebetulnya bisa dilakukan dengan mudah.
Indikasi kecurangan itu bisa dilihat apabila sistem pemilu pasca pencoblosan dijalankan dengan baik
Arief memberi contoh kasus yang patut dicurigai semisal KPU daerah lambat mengupload data C Hasil ke Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Kecurigaan itu seharusnya bisa langsung terbaca apalagi penghitungan di KPU daerah mayoritas sudah selesai mengupload form C Hasil.
Baca juga: Petinggi Golkar Gelar Buka Puasa Bersama di Bali, Syukuran Prestasi Golkar di Pemilu 2024
“Pernah saya punya pengalaman jadi rata-rata dalam suatu waktu daerah lain angkanya sudah 60 persen sampai 70 persen. Ini satu kabupaten 5 persen saja belum masuk,” ungkap Arief dalam podcast bertajuk Utak-Atik Perolehan Suara Parpol dan Caleg Hasil Pemungutan Suara Pemilu 2024 di Kantor Tribun Network, Jakarta, Jumat 15 Maret 2024.
Berikut Wawancara Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Arief Budiman:
Mengenai utak-atik suara konon untuk kepentingan partai suara dan kepentingan caleg tertentu, sebenarnya mengapa dan analisa Anda apa yang membedakan dengan Pemilu 2024 dari sebelumnya?
Saya merasa bahwa polemiknya terlalu banyak karena ada banyak catatan, banyak komplain, banyak permintaan publik yang KPU tidak dapat menjelaskan secara baik.
Apalagi peristiwa terakhir polemik Sirekap yang mana ujungnya kemudian justru hasil rekapitulasi tidak ditampilkan, yang ditampilkan adalah hasil penghitungan suara di masing-masing TPS.
Itu sebetulnya makin membuat banyak pertanyaan. Saya sendiri sebenarnya melihat mengapa ini mundur lagi.
Mundur sampai 10 tahun atau sampai 15 tahun?
Apa yang kita tampilkan sekarang itu sudah kita tampilkan sekurang-kurangnya 10 tahun yang lalu ketika Pemilu 2014.
Kita sebetulnya progresnya sudah naik terus. Pemilu 2014, Pemilu 2019, dan Pilkada 2020.
Pemilu 2024 sebenarnya diharapkan menyempurnakan apa yang sudah kita kerjakan, tapi saya merasa kalau terjadi seperti ini transparansinya malah berkurang.
Padahal salah satu kebijakan yang bisa menjaga tingkat kepercayaan publik terhadap pemilu adalah transparansi.
Ya tentu yang lainnya kualitas penyelenggaraan, integritas penyelenggaraan.
Saya melihat di tahap-tahap pun transparansinya agak berkurang dibandingkan Pemilu sebelumnya.
Nah ini KPU yang bertugas sekarang dia harus bisa menjelaskan secara detail mengapa kebijakan itu diambil.
Apa pentingnya Sirekap itu ditampilkan buat penyelenggara, publik maupun peserta Pemilu 2024?
Pertama kerjanya Sirekap akan mampu menampilkan data bukan hanya hasil penghitungan tapi juga rekapitulasi lebih cepat dibandingkan jadwal normal yang durasinya 35 hari.
Karena itu menyediakan data lebih cepat bagi penyelenggara pemilu sendiri akan bisa mengontrol seluruh pasukannya mulai dari TPS sampai tingkat provinsi.
Kalau ada hal yang lambat diinformasikan kita akan tahu dan bisa menduga ada sesuatu yang bermasalah.
Bagi peserta pemilu dia bisa mengontrol apakah suaranya dicurangi atau tidak, baik antar partai politik, antar kandidat di internal partai politik.
Bagi pemilih dia bisa tahu kemarin kita berkumpul satu warga suaranya ke partai A tapi kok jadinya yang menang B.
Dia bisa juga mempertanyakan hal itu. Lalu bagi pembuat kebijakan, dia tahu kalau di sebuah daerah selisihnya itu jauh biasanya konflik akan rendah, tapi kalau selisihnya tipis-tipis konflik akan mudah muncul.
Nah dia sudah bisa mengatur kebijakan yang mana daerah harus diperkuat dalam keamanan.
Begitu juga bagi pelaku bisnis data real yang ditampilkan Sireakap kalau yang menang A maka kebijakannya akan mengarah 1,2,3,4 maka arah bisnis bisa diplanning.
Banyak pihak merasa bahwa Sirekap agar diaudit tentu anggarannya juga semakin besar lagi. Menurut Anda tuntutan ini terlalu berlebihan atau bagaimana?
Tuntutan itu menurut saya normal, wajar-wajar saja. Dulu di era saya juga begitu tuntutan bukan di bagian akhir bahkan di bagian awal semisal belum didaftarkan ke Kominfo.
Seluruh prosedur kita ikuti mestinya KPU tidak perlu mengatur diri silahkan saja diaudit.
Karena dengan begitu akan menjelaskan bagi siapapun apa yang sebenarnya terjadi.
Sebenarnya satu isu yang mengemuka adalah peletakan cloud, waktu Mas Arief mengapa tidak seperti sekarang?
Seingat saya dulu kita tidak pakai cloud. Jadi kita taruh itu di storage langsung. Dan kita semua tempatkan di dalam negeri.
Ada juga tuduhan waktu itu server kita ditaruh di luar negeri. Kita punya ruang server yang itu high security nggak pernah ada orang masuk ke situ kecuali yang memang diperbolehkan.
Kami pernah waktu itu didatangi CSO untuk melihat server yang kita punya.
Saya tunjukkan bahwa servernya ini, operatornya ini, SDM-nya dari dalam negeri.
Bahkan saya tawarkan untuk mencabut servernya itu. Kalau dicabut servernya lalu situs KPU mati berarti benar itu tidak ada di luar negeri.
Kalau ada tuduhan semacam itu sebenarnya tinggal dijawab saja apa adanya. Kalau tidak punya niat apapun publik juga akan menilai demikian.
Waktu itu ada satu kalimat yang berkali-kali saya sampaikan.
Kalau saya niat curang untuk apa saya pertontonkan, itu kan menelanjangi diri saya sendiri.
Buat saya Sirekap itu kelebihannya transparansi yang memunculkan partisipasi.
Ketika ada Sirekap partisipasi muncul dari mana-mana CSO, partai politik.
Serang menyerang biasa saja. Ketika transparansi itu dikurangi atau ditutup coba lihat partisipasi pasti menurun.
Apakah mungkin suara partai yang melawan partai penguasa bisa diganti oleh KPU daerah?
Saya itu selalu nggak paham gimana caranya curang gitu lho karena kalau semua berfungsi sesuai prosedur yang telah ditetapkan nggak mungkin ada kecurangan.
Kalau ada kecurangan saya akan bisa mendeteksi curangnya.
Jadi kalau dikatakan ada curangnya juga mungkin ada, tapi dengan sistem yang kita bangun kita akan tahu curangnya di mana.
Jadi permasalahannya KPU ini tidak ada alat kontrolnya?
Pusat terlalu jauh untuk mengontrol sampai ke kabupaten kota maka kami tentu akan mengandalkan KPU kabupaten kota.
Ketika sistem ini berjalan dengan baik sebetulnya saya bisa tahu dan mendeteksi ada dugaan kecurangan ketika mereka tidak mengupload datanya.
Atau lambat dalam mengupload C Hasil saja saya itu sudah langsung curiga.
Ada pengalaman khusus soal dugaan kecurigaan tersebut?
Pernah saya punya pengalaman jadi rata-rata dalam suatu waktu daerah lain angkanya sudah 60 persen. Ini satu kabupaten 5 persen saja belum masuk.
Saya langsung kirim tim kalau sudah begitu malam ini juga.
Dan saya pernah mengambil keputusan untuk pergi sendiri karena angkanya terlalu jeblok.
Begitu saya datang benar ternyata dokumen teronggok di pojokan ruangan belum diupload. Saya perintahkan upload sekarang.
Jadi kalau mereka memperlambat pekerjaan ada indikasi atau bentuk kecurangan?
Tentu problemnya banyak misalnya akibat jaringan, SDM, kita bisa melihat walaupun sudah diupayakan tapi belum masuk.
Jadi begitu sudah diupload datanya itu langsung naik persentase rekapitulasi tiga hari selesai.
Setelah pemungutan suara mungkin tidak petugas KPPS di TPS mengubah?
Saya juga pernah mengalami itu, ketika di persidangan jadi ketahuan di satu TPS dokumennya bisa ada tiga.
Kita bisa melacak mana yang asli. Kecurangan mungkin saja terjadi, tapi kalau proses dijalankan kami akan tahu mana yang curang, mana yang tidak.
Sistem jalan paling sederhana begini kalau dulu manual semua zaman kita namanya C1 Plano kalau sekarang C hasil.
Begitu menyelesaikan C hasil kewajiban penyelenggara pemilu KPPS itu memberikan kepada saksi apabila partai tidak memiliki saksi disitu maka di tingkat kecamatan saksi partai bisa meminta.
KPU wajib memberikan itu. Artinya kalau semua punya dan daerah itu terjadi kecurangan, sebetulnya orang-orang yang punya data tahu.
Itu problemnya Anda mau bersuara atau nggak. Jangan-jangan Anda bagian dari persekongkolan. (Tribun Network/Reynas Abdila)
Kumpulan Artikel Pemilu
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.