Berita Klungkung
Melasti Tektekan di Desa Adat Sema Agung, Memohon Kesucian dan Keharmonisan Masyarakat
Melasti Tektekan di Desa Adat Sema Agung, Memohon Kesucian dan Keharmonisan Masyarakat
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: Fenty Lilian Ariani
SEMARAPURA,TRIBUN-BALI.COM - Warga di Desa Pakraman Sema Agung, Desa Tusan, Kecamatan Banjarangkan, menggelar prosesi Melasti Kedasa Makekobok Nangluk Desa, Minggu (24/3/2024).
Berbeda dengan melasti biasanya, dalam tradisi ini warga setempat melasti sembari membunyikan tektekan (kulkul dari bambu), serta menggenaman capil dan wajah yang dicoret-coret.
Prosesi Melasti di Desa Pekraman Semaagung dimulai pukul 05.00 dan diikuti oleh seluruh krama Desa Pekraman menuju Pantai Tegal Besar, Desa Negari.
Para laki-laki utamanya anak-anak dan remaja melasti dengan menggunakan topi atau capil yang terbuat dari selepan, lengkap membawa kulkul dan semprong dari bambu.
Iringan suara tek-tekan dari kulkul inilah yang mengiringi perjalanan Melasti. Wajah warga juga dicoret dengan kapur dan arang.
Jero Mangku Pura Dalem Penyarikan, Ketut Purna menjelaskan, belum ada catatan sejarah yang menjelaskan sejak kapan tradisi itu berlangsung di Desa Pekraman Sema Agung.
Menurutnya tradisi itu sudah dilaksanakan warga setempat secara turun menurun.
“Tradisi ini sudah ada sejak jaman para penglingsir dulu, dan hingga saat ini tradisi ini masih berlangsung dan pasti kami laksanakan,” ujarnya.
Menurutnya, suara tekekan dari kulkul yang dibawa warga saat ngiring, merupakan simbol untuk Ngiring pratima Ida Betara Makekobok ke Segara.
Baca juga: 8 Ribu Peserta BPJS Mandiri di Bangli Masuk Kategori Non Aktif
"Apakah karena zaman dulu tidak ada gong atau bagaimana, kami tidak tahu pasti. Hanya saja setelah memiliki gong, kulkul dan semprong itu tetap kami gunakan karena memang sudah tradisi sejak dulu,” imbuhnya.
Adapun tujuan dari pelaksanaan Melasti Kedasa Makekobok Nangluk Desa ini, sebagai bentum penyucian terhadap Pakuluh, Pralingga dan Arug yang tedun sebagai pelinggihan Ida Betara.
Serta memohon keselamatan jagat, khususnya di Desa Pekraman Sema Agung.
“Selain untuk kesucian lingkungan desa, juga untuk kesucian jasmani dan rohani masyarakat Desa Pekraman Sema Agung,” tegasnya.
Lebih lanjut, Jero Mangku Purna menuturkan jika menurut cerita turun temurun yang dipercaya warga Desa Pekraman Semaagung, pada jaman dulu bahkan saat Ngiring Melasti, bukan capil dari slepan yang digunakan, melainkan kukusan.
Para lelaki juga bertelanjang dada dan menghiasi wajah dan badan mereka dengan kapur dan arang.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.